BI-FRN Laris Manis? Ekonom Ungkap Fakta Lelang Perdana!

Posted on

JAKARTA — Lelang perdana instrumen Bank Indonesia Floating Rate Note (BI-FRN) mencatatkan penawaran yang membludak hingga Rp2,82 triliun. Namun, dari total penawaran yang signifikan tersebut, Bank Indonesia (BI) hanya merealisasikan penyerapan sebesar Rp767 miliar, atau sekitar 27%.

Fenomena ini menarik perhatian Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI), Josua Pardede, yang menilai hasil lelang tersebut merefleksikan dua hal penting. Pertama, adanya minat tinggi dari perbankan terhadap instrumen baru ini. Kedua, sekaligus menegaskan sikap BI yang sangat selektif dalam menentukan harga yang wajar.

Josua menjelaskan bahwa BI-FRN adalah surat berharga rupiah berjangka pendek dengan mekanisme kupon mengambang. Kupon ini dihitung berdasarkan rata-rata suku bunga INDONIA (Indonesia Overnight Index Average) ditambah marjin tertentu. Instrumen ini dirancang sebagai operasi moneter yang pro-pasar, bertujuan untuk memperdalam pasar uang sekaligus mendorong pengembangan transaksi derivatif berbasis INDONIA, seperti OIS (overnight index swap).

“Dengan karakteristik tersebut, tidak mengherankan jika permintaan untuk BI-FRN mencapai sekitar Rp2,82 triliun. Bank-bank melihat BI-FRN sebagai penempatan dana yang sangat aman, dengan kupon yang mengikuti pergerakan suku bunga acuan dan dapat dijadikan agunan likuiditas,” ujar Josua kepada Bisnis, Senin (17/11/2025).

Langkah BI yang hanya menyerap Rp767 miliar dari lelang perdana ini, menurut Josua, mengindikasikan bahwa bank sentral tidak berambisi untuk menyerap likuiditas secara besar-besaran. Sebaliknya, BI lebih berfokus untuk menguji mekanisme lelang, membentuk harga awal, serta memberikan sinyal marjin yang dianggap wajar untuk tenor satu tahun berbasis INDONIA.

Josua menyoroti perbedaan signifikan antara rata-rata tertimbang marjin penawaran, yang sedikit di atas 1%, dengan marjin pemenang yang hanya tercatat sekitar 0,78%. Ia menjelaskan bahwa kondisi ini menggambarkan keinginan banyak bank untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi, sementara BI secara konsisten menahan diri pada marjin yang lebih rendah, selaras dengan pandangannya terhadap suku bunga yang optimal.

“Kelebihan permintaan menunjukkan selera tinggi perbankan terhadap instrumen ini. Namun, alokasi yang relatif kecil justru mencerminkan sikap hati-hati BI yang lebih berorientasi pada pembentukan harga pasar, bukan pada penyerapan likuiditas yang agresif,” tambahnya.

Dari perspektif sinyal kebijakan, serapan yang kecil ini mengisyaratkan bahwa BI menilai likuiditas perbankan masih cukup stabil dan belum memerlukan pengetatan tambahan. Josua berpendapat, jika tujuan BI adalah menyerap likuiditas dalam jumlah besar, porsi penyerapan seharusnya mendekati total penawaran yang masuk. Oleh karena itu, keputusan untuk hanya menyerap seperempat dari total penawaran menunjukkan keinginan BI agar penyesuaian struktur likuiditas berjalan bertahap, sembari tetap menjaga fungsi intermediasi perbankan.

Josua meyakini dampak langsung dari lelang perdana BI-FRN terhadap pasar uang akan relatif terbatas. Nilai penyerapan sebesar Rp767 miliar dinilai kecil jika dibandingkan dengan total likuiditas sistem dan volume transaksi harian di pasar uang antarbank. Bank-bank yang tidak mendapatkan alokasi dalam lelang ini tetap harus menempatkan dananya pada instrumen lain, sehingga suku bunga sangat pendek seperti INDONIA tidak akan terdorong naik secara signifikan.

Bentuk Acuan Marjin INDONIA Satu Tahun

Menurut Josua, dampak terpenting dari lelang perdana ini justru terletak pada aspek pembentukan suku bunga jangka panjang. Lelang ini telah menciptakan titik referensi baru berupa marjin BI-FRN tenor satu tahun terhadap INDONIA. Referensi ini sangat berharga dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai transaksi, mulai dari OIS, deposito, kredit berbunga mengambang, hingga repo berbasis BI-FRN.

“Seiring waktu, jika penerbitan BI-FRN diperbesar dan instrumen ini aktif diperdagangkan di pasar sekunder, akan terbentuk kurva suku bunga mengambang berbasis INDONIA yang lebih jelas dan komprehensif di berbagai tenor,” ujarnya.

Kondisi ini, lanjut Josua, akan secara signifikan memperdalam pasar uang rupiah, meningkatkan transparansi harga, serta memperkuat transmisi kebijakan moneter. Ia menyimpulkan, “Bagi pasar uang, yang lebih esensial dari lelang perdana ini bukan sekadar besarnya dana yang diserap, melainkan terbentuknya referensi awal marjin INDONIA satu tahun dan bertambahnya instrumen likuid baru yang ke depan dapat menjadi salah satu pilar utama pendalaman pasar uang rupiah.”

Berdasarkan pengumuman resmi dari Grup Pelaksanaan Operasi Moneter Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, bank sentral menyerap Rp767 miliar dari instrumen BI-FRN seri IDFN161126364S dalam lelang perdananya yang diselenggarakan pada Senin, 17 November 2025.

Instrumen berjangka waktu 364 hari ini mendapatkan total penawaran senilai Rp2,82 triliun, namun hanya sekitar 27% yang berhasil diserap oleh otoritas moneter. Detailnya, marjin penawaran yang masuk berada pada kisaran 0,70%–1,50%, dengan rata-rata tertimbang marjin penawaran mencapai 1,08646%. Sementara itu, rata-rata tertimbang marjin pemenang tercatat lebih rendah, yakni 0,77757%.

BI menetapkan tanggal setelmen untuk instrumen ini pada 17 November 2025, dengan tanggal jatuh tempo surat berharga tersebut pada 16 November 2026.

Ringkasan

Lelang perdana instrumen Bank Indonesia Floating Rate Note (BI-FRN) mencatatkan minat tinggi dari perbankan dengan total penawaran mencapai Rp2,82 triliun, namun BI hanya menyerap Rp767 miliar. Menurut ekonom, hal ini menunjukkan tingginya minat terhadap instrumen baru ini, namun BI sangat selektif dalam menentukan harga yang wajar. BI-FRN sendiri merupakan surat berharga rupiah berjangka pendek dengan kupon mengambang yang dihitung berdasarkan rata-rata suku bunga INDONIA ditambah marjin.

Penyerapan yang relatif kecil mengindikasikan bahwa BI tidak berambisi untuk menyerap likuiditas secara besar-besaran, melainkan lebih berfokus pada pembentukan harga pasar dan memberikan sinyal marjin yang wajar. Dampak terpenting dari lelang ini adalah terbentuknya referensi baru berupa marjin BI-FRN tenor satu tahun terhadap INDONIA, yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai transaksi keuangan, dan diharapkan dapat memperdalam pasar uang rupiah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *