Harga Ayam Stabil, Simak Rekomendasi Saham Sektor Unggas

Posted on

mellydia.co.id JAKARTA. Harga ayam hidup atau live bird di pasar kini terpantau stabil, sebuah kondisi yang menandakan keberhasilan implementasi harga acuan penjualan (HAP) serta tercapainya keseimbangan yang membaik antara penawaran dan permintaan ayam.

Melihat pola historis ke belakang, khususnya selama bulan Muharam atau Suro, harga live bird biasanya cenderung mengalami penurunan bulanan. Titik harga rata-rata terendah umumnya terjadi pada pekan kedua. Namun, kondisi bulan Suro 2025 justru menunjukkan kontradiksi signifikan terhadap pola tersebut.

Analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano dan Wilastita Muthia Sofi, menyoroti bahwa alih-alih melemah, harga ayam hidup justru mampu bertahan stabil di atas level Rp 18.000/kg selama 30 hari berturut-turut. Stabilitas ini mulai terlihat pasca-pemberlakuan HAP minimal Rp 18.000/kg sejak 19 Juni 2025.

“Kami menilai ketahanan harga ayam hidup ini utamanya didorong oleh intervensi pemerintah yang efektif, serta keseimbangan pasokan dan permintaan yang telah membaik,” jelas Victor dalam risetnya pada 23 Juli 2025. Ia menambahkan bahwa harga live bird diperkirakan akan bertahan di level tersebut dan menjadi harga dasar untuk sisa tahun ini, sekaligus menghilangkan pola siklus harga yang biasanya terjadi.

Meskipun demikian, sempat terjadi sedikit koreksi harga ayam hidup tipis 1,3% secara mingguan, mencapai Rp 18.100/kg pada pekan ketiga Juli. Namun, secara keseluruhan, kondisi pasar tetap solid.

Kinerja Emiten Unggas Masih Lesu di Semester I 2025, Cek Rekomendasi Sahamnya

Senada dengan pandangan tersebut, analis Indo Premier Sekuritas, Andrianto Saputra dan Nicholas Bryan, mencermati bahwa dengan adanya harga dasar ayam sekitar Rp 18.000/kg, dampak negatif dari bulan Suro terhadap emiten unggas akan relatif ringan pada kuartal III-2025. Mereka mengamati bahwa saat ini harga broiler farm gate telah stabil dan terefleksikan dengan baik di pasar tradisional. “Sehingga, ada potensi perbaikan laba emiten unggas untuk kuartal ketiga,” ujar Andrianto dalam risetnya pada 8 Juli 2025.

Pemulihan harga ayam ini diproyeksikan berlanjut hingga semester II-2025. Selain penerapan floor price, program pemusnahan (culling) ayam oleh pemerintah juga berperan penting dalam menopang harga. “Kami menilai program culling yang dilakukan pada April–Juli 2025 akan terus mendukung pemulihan harga broiler hingga Oktober 2025,” terang Andrianto lebih lanjut.

Di sisi lain, margin pakan juga terlihat stabil, didukung oleh biaya input yang kondusif. Rata-rata harga jagung domestik dan soybean meal pada kuartal kedua ini terpantau stabil di kisaran Rp 4.800/kg, meskipun masing-masing sempat turun tipis 0,7% dan 1,6% secara kuartalan. Dengan biaya input yang relatif stabil ini, Andrianto memperkirakan margin EBIT pakan bagi perusahaan seperti CPIN dan JPFA akan tetap terjaga solid.

Lebih lanjut, harga broiler yang sempat lebih rendah (turun 15,2% secara kuartalan) pada kuartal II-2025 justru menopang margin makanan olahan. “Dengan demikian, segmen ini turut berkontribusi positif pada laba konsolidasi,” imbuhnya.

Meskipun demikian, ada beberapa risiko yang perlu dicermati. Andrianto mencatat potensi kenaikan biaya input sebagai risiko utama bagi saham emiten unggas. Sementara itu, Victor melihat bahwa ke depan, risiko yang patut diwaspadai meliputi pelemahan daya beli masyarakat, gangguan pasokan bahan baku, serta kemungkinan berakhirnya HAP.

Oleh karena itu, baik Victor maupun Andrianto sepakat mempertahankan peringkat overweight untuk sektor unggas. Victor secara spesifik menjagokan CPIN dengan rekomendasi beli pada target harga Rp 6.800 per saham. Di sisi lain, Andrianto merekomendasikan beli untuk JPFA dengan target harga Rp 2.750 per saham.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *