Strategi Menkeu: Bayar Utang Whoosh Rp 2T Pakai Dividen Danantara!

Posted on

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa telah memberikan saran penting mengenai pelunasan utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh). Purbaya menegaskan agar Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) tidak memanfaatkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembayaran kewajiban tersebut.

Dalam rapat perdana Dewan Pengawas (Dewas) Danantara, Purbaya mengusulkan skema pembayaran alternatif yang lebih mandiri. Ia menyarankan Danantara dapat menggunakan dividen yang diterima dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melunasi cicilan utang Whoosh yang diperkirakan mencapai Rp 2 triliun per tahun. Menurutnya, Danantara, sebagai Lembaga Pengelola Investasi, memiliki kapasitas finansial yang memadai.

“Sudah saya sampaikan, karena Danantara menerima dividen dari BUMN sekitar Rp 90 triliun. Itu cukup untuk menutup Rp 2 triliun bayaran tahunan untuk kereta api cepat,” ujar Purbaya Yudhi Sadewa saat ditemui di Kantor Danantara, Jakarta Selatan, pada Rabu (15/10). Penegasan ini menggarisbawahi posisi pemerintah yang konsisten: pelunasan utang Whoosh sebaiknya tidak membebani APBN.

Meski demikian, Purbaya menyayangkan bahwa porsi terbesar penempatan dana Danantara masih dialokasikan pada obligasi pemerintah, yang notabene merupakan bagian dari Surat Utang Negara (SUN). Ia meyakini bahwa jumlah dividen yang diterima Danantara akan terus bertambah setiap tahunnya, dan sebagian besar dana tersebut justru kembali ke instrumen obligasi pemerintah. “Dan saya yakin uangnya setiap tahun lebih banyak. Dan sebagian akan ditaruh di obligasi, punya saya lagi, pemerintahan lagi,” tambahnya, mengungkapkan adanya potensi diversifikasi investasi yang lebih optimal.

Dalam rapat yang turut dihadiri jajaran Dewas dan CEO Danantara Rosan Roeslani, Purbaya secara terbuka mengkritik strategi investasi Danantara yang masih didominasi penempatan dana di obligasi pemerintah. “Saya tadi sempat kritik, kalau Anda taruh obligasi begitu banyak di pemerintahan, keahlian Anda apa?” tanyanya, mempertanyakan efektivitas peran lembaga investasi tersebut dalam menciptakan nilai tambah.

Menanggapi kritik tersebut, pihak Danantara beralasan bahwa kondisi penempatan dana yang dominan di obligasi pemerintah hanyalah bersifat sementara, yaitu selama tiga bulan terakhir. Keterbatasan waktu menjadi faktor utama yang menghambat Danantara untuk segera merealisasikan proyek-proyek investasi lainnya. “Mereka bilang ini kan hanya tiga bulan terakhir ini karena tidak sempat buat proyek. Ke depan akan mereka perbaiki sehingga yang di obligasi itu akan buat proyek-proyek yang mendorong,” ungkap Purbaya, mengindikasikan komitmen Danantara untuk melakukan perbaikan di masa mendatang.

Terkait saran pembayaran utang proyek Whoosh, Purbaya menyebut bahwa Danantara masih akan mempelajari lebih lanjut skema yang paling tepat. Meskipun demikian, Purbaya secara tegas menyatakan bahwa opsi pembayaran menggunakan dividen senilai Rp 2 triliun per tahun sudah menjadi putusan final dari pihaknya. “Dia akan mempelajari lagi dan mereka akan propose ke kita seperti apa. Kalau saya bilang saya udah putus. Ya kira-kira nanti kita tunggu deh seperti apa studinya,” tuturnya, menanti hasil kajian Danantara.

Purbaya juga menegaskan bahwa selama struktur pembayarannya jelas, utang Whoosh tidak akan menjadi masalah dalam beberapa waktu ke depan. Meskipun klausul perjanjian awal menyebutkan pemerintah sebagai pihak yang harus membayar, ia meyakini bahwa pembayaran oleh Danantara pun tidak akan menimbulkan persoalan. “Saya tanya ke beliau tadi, apakah di klausulnya ada yang bayar harus pemerintah? Kan yang penting kalau saya tahu CDB, saya pernah diskusi juga. Mereka yang penting struktur pembayarannya clear. Jadi harusnya nggak ada masalah kalau Danantara bayar juga,” tegasnya, merujuk pada pemahaman dari China Development Bank (CDB) sebagai kreditur.

Sebagai langkah akhir, hasil pembahasan mengenai skema pembayaran utang Kereta Cepat yang dimulai sejak era Presiden Joko Widodo ini akan dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto. Hal ini bertujuan untuk memperoleh perintah langsung dari kepala negara terkait keputusan final. “Tapi nanti kita lihat hasilnya seperti apa dan kita tunggu perintah dari Presiden,” pungkasnya.

Ringkasan

Menteri Keuangan menyarankan agar pelunasan utang proyek Kereta Cepat Whoosh sebesar Rp 2 triliun per tahun tidak menggunakan dana APBN, melainkan memanfaatkan dividen yang diterima Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dari BUMN. Dana dividen BUMN yang diterima Danantara sekitar Rp 90 triliun dinilai cukup untuk menutupi pembayaran tahunan tersebut.

Menkeu juga mengkritik strategi investasi Danantara yang masih didominasi penempatan dana di obligasi pemerintah dan mempertanyakan efektivitas peran lembaga investasi tersebut. Meskipun demikian, pihak Danantara beralasan bahwa kondisi ini bersifat sementara dan berkomitmen untuk melakukan perbaikan. Hasil pembahasan mengenai skema pembayaran utang ini akan dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mendapatkan arahan lebih lanjut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *