mellydia.co.id – Musim 2025/26 yang dinanti-nantikan sebagai ajang pertarungan sengit di kancah sepak bola Eropa justru menampilkan realitas yang mencolok: jurang pemisah yang semakin lebar antara ambisi dan kenyataan. Jika sebelumnya Barcelona, Liverpool, dan Paris Saint-Germain diprediksi akan bersaing ketat memperebutkan gelar, kini dua raksasa Eropa tersebut justru tertatih-tatih, sementara PSG tampil kian dominan dan tak tergoyahkan sebagai kekuatan utama di benua biru.
Lantas, apa saja faktor-faktor kunci yang menyebabkan Barcelona dan Liverpool gagal bersinar di tengah gemilangnya performa sang juara Prancis? Berdasarkan laporan dari laman Bein Sports pada Selasa (7/10), berikut adalah empat alasan utama di balik kemunduran mereka:
Memphis Depay Dikabarkan Absen Bela Belanda di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Akibat Paspor Dicuri di Brasil
1. Struktur Pertahanan yang Rapuh dan Strategi yang Usang
Di bawah arahan Hansi Flick, Barcelona menghadapi dilema serius dalam menjaga soliditas pertahanan mereka. Penerapan gaya bermain dengan lini pertahanan yang tinggi membuat tim Catalan sangat rentan terhadap serangan balik cepat dari lawan. Hal ini terbukti jelas dalam kekalahan telak 4–1 dari Sevilla, yang menyoroti lemahnya koordinasi antara bek tengah dan gelandang bertahan. Senada dengan itu, Liverpool juga mengalami masalah serupa. Strategi pressing tinggi yang mereka terapkan kerap tidak diimbangi dengan transisi yang efisien, membuat lini belakang mudah ditembus dan kebobolan dalam sejumlah pertandingan krusial.
2. Ketergantungan Berlebihan pada Pemain Kunci dan Minimnya Kedalaman Skuad
Baik Barcelona maupun Liverpool menunjukkan ketergantungan yang signifikan pada performa segelintir pemain inti mereka. Di kubu Barcelona, absennya seorang pemain sekaliber Lamine Yamal secara langsung melumpuhkan kreativitas serangan tim, menciptakan kekosongan yang sulit diisi. Demikian pula di Liverpool, cedera pada gelandang utama berdampak besar pada keseimbangan permainan, mengganggu ritme dan stabilitas tim secara keseluruhan. Minimnya kedalaman skuad menjadi problematik utama, menjadikan kedua klub sulit beradaptasi dan mempertahankan konsistensi performa di tengah jadwal kompetisi yang padat serta tekanan yang terus meningkat.
3. Krisis Identitas dan Ketidakkonsistenan Taktis
Barcelona saat ini masih berjuang keras untuk menemukan bentuk permainan ideal di bawah sistem baru yang diperkenalkan Flick. Pergeseran filosofi dari dominasi penguasaan bola ke gaya permainan yang lebih cepat belum menghasilkan stabilitas yang diharapkan. Di sisi lain, Liverpool tampaknya telah kehilangan identitas “gegenpressing” yang menjadi ciri khas era Jurgen Klopp. Banyaknya perubahan taktik yang diterapkan justru menimbulkan kebingungan di kalangan pemain, membuat mereka tampil seperti tim yang kehilangan arah, meski memiliki ambisi besar untuk bangkit dan kembali ke puncak kejayaan.
4. Pembangunan Tim yang Tertunda dan Perencanaan yang Tidak Matang
Musim ini menjadi cermin bahwa proses pembangunan kembali di kedua klub belum berjalan sesuai harapan. Barcelona masih terjerat dalam belenggu masalah finansial yang secara signifikan membatasi kemampuan mereka untuk bergerak leluasa di bursa transfer. Sementara itu, Liverpool, meskipun telah melakukan perekrutan besar seperti Florian Wirtz, belum berhasil menyusun fondasi jangka panjang yang kokoh dan berkelanjutan. Berbanding terbalik, PSG justru mampu memanfaatkan stabilitas finansial dan manajemen mereka untuk terus memperkuat skuad secara konsisten dan tanpa banyak hambatan, menempatkan mereka di posisi terdepan dalam persaingan elit Eropa.
Jude Bellingham Kehilangan Keunggulan di Real Madrid karena Persaingan Ketat di Lini Tengah Akibat Cedera Bahu