JAKARTA, mellydia.co.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mencetak rekor tertinggi baru, namun fondasinya dinilai masih rapuh karena aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing masih berlanjut.
Meski demikian, masih ada harapan bagi IHSG untuk kembali menguat, didorong oleh sentimen window dressing dan rilis kinerja keuangan kuartalan. Jika sentimen ini terwujud, saham-saham blue chips berpotensi mencatatkan kinerja gemilang di sisa tahun ini.
Liza Camelia Suryanata, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, melihat secara historis bahwa IHSG di kuartal IV sering menunjukkan kinerja positif. Pada bulan Oktober, indeks rata-rata naik 1%, November cenderung mendatar, dan Desember menguat sekitar 2,3% hingga 3,1%.
“Kombinasi ini menghasilkan return kuartalan sekitar 2% hingga 4%, dengan rata-rata sekitar 3%,” jelas Liza dalam risetnya, Jumat (3/10/2025).
Simak Rekomendasi Saham AMRT, MAPI, RALS, ICBP untuk Perdagangan Senin (6/10)
Sebelumnya, IHSG juga telah mendapatkan dorongan positif dari stimulus ekonomi, injeksi likuiditas perbankan, tren penurunan suku bunga global dan domestik, serta rebalancing MSCI.
Sayangnya, katalis-katalis tersebut belum cukup untuk menarik minat investor asing secara berkelanjutan. Hingga Jumat kemarin, tercatat asing melakukan net sell sebesar Rp 56,93 triliun di seluruh pasar sejak awal tahun.
BBCA Chart by TradingView
Namun, Liza berpendapat bahwa investor masih dapat berharap pada dua sentimen lain, yaitu perbaikan kinerja kuartalan emiten, terutama bank-bank besar, dan aksi window dressing.
“Tradisi Desember (window dressing) tetap menjadi faktor pendorong utama IHSG menjelang akhir tahun,” kata Liza.
Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, sependapat bahwa kedua katalis yang tersisa tersebut berpotensi menjadi bahan bakar bagi laju IHSG di sisa tahun ini.
Big Banks Terbanyak, Simak Saham Net Sell Terbesar Asing Sepekan Terakhir
Momentum ini akan semakin kuat jika The Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS), benar-benar memangkas suku bunganya pada Oktober dan Desember.
“Apalagi, didukung dengan sentimen global, potensi window dressing akan semakin besar,” jelas Nico.
Liza menambahkan, sentimen global juga dipengaruhi oleh penutupan pemerintahan (government shutdown) AS yang berdampak negatif pada perekonomian dan pasar saham negara tersebut.
Selain itu, ada pertemuan OPEC+ yang berpotensi meningkatkan produksi minyak mentah. Serta, forum Conference of the Parties (COP) 30 di Brazil yang akan mengangkat isu komoditas hijau seperti nikel dan tembaga.
Program MBG Diproyeksi Dukung Kinerja Emiten Konsumer, Cermati Saham Pilihan Analis
Kinerja emiten yang tercermin dalam laporan keuangan kuartal mendatang akan menjadi salah satu faktor penentu kekuatan IHSG. Jika perbaikan kinerja terbukti, emiten-emiten blue chips dinilai berpeluang untuk kembali bersinar setelah tertekan sejak awal tahun.
Blue Chips Siap Kembali Unjuk Gigi
Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, memprediksi sektor perbankan besar seperti BBCA dan BBNI akan membukukan laba yang lebih baik secara kuartalan karena adanya perbaikan pada net interest margin (NIM).
Sektor konsumer seperti ICBP dan MYOR juga diperkirakan akan mengalami peningkatan kinerja, didukung oleh penurunan harga komoditas.
Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, menambahkan bahwa sektor properti seperti CTRA, BSDE, dan PWON juga berpotensi pulih, terutama karena sektor ini sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga.
“Tapi mungkin full year baru terlihat lebih baik,” tambahnya. Emiten konsumer seperti ICBP, MAPI, AMRT pun dinilainya memiliki kesempatan serupa.
Rekomendasi Saham Pilihan untuk Senin (6/10), IHSG Menguat 0,23% di Pekan Ini
Liza menyebutkan, sektor teknologi juga akan diuntungkan jika ada katalis kontrak atau orderbook yang terdorong oleh peristiwa tertentu (event-driven).
Kinerja emiten transportasi dan logistik juga kerap terangkat saat terjadi periode puncak permintaan atau peak season menjelang akhir tahun.
Nico menambahkan bahwa sektor energi, teknologi, emas, non-siklikal, bahan dasar, dan industri juga berpotensi mencatatkan perbaikan kinerja di sisa tahun ini.
Namun, Nico mengingatkan bahwa semua akan kembali pada sektor, fundamental, serta potensi valuasi masing-masing, mengingat sentimen pasar dapat berubah dengan cepat. “Apabila kenaikan blue chips sudah tinggi, hal ini perlu diwaspadai agar jangan sampai mengalami penurunan,” wantinya.
Rekomendasi Saham
Di sektor konsumer non-siklikal, Liza merekomendasikan saham JPFA, ICBP, dan SSMS dengan target harga masing-masing Rp 2.330, Rp 11.450, dan Rp 2.400. Di sektor energi, ada AKRA yang bisa dilirik dengan target harga Rp 1.630.
Untuk sektor infrastruktur, HGII, IPCC, dan PGEO dapat menjadi pilihan, dengan target harga masing-masing Rp 210, Rp 1.330, dan Rp 1.800. Untuk sektor keuangan, BBRI dan BMRI juga dijagokan Liza di harga Rp 4.720 dan Rp 6.300.
Asing Catat Net Buy di Akhir Pekan, Cermati Saham yang Banyak Diborong
Sementara itu, dari sektor barang baku dasar, ANTM direkomendasikan Liza dengan target harga Rp 4.000, konsumer siklikal ada HRTA di Rp 1.100, dan CYBR untuk sektor teknologi dengan target Rp 1.450 per saham.
Untuk jangka panjang, Hans mengunggulkan saham-saham blue chips seperti BBCA, ASII, dan BBRI. “Lakukan akumulasi beli kalau terjadi koreksi di saham atau pasar saham,” sarannya.
BBRI Chart by TradingView
Adapun rekomendasi Harry jatuh pada BBCA, TLKM, ICBP, AMRT, dan JPFA dengan target harga masing-masing di Rp 9.600, Rp 3.900, Rp 12.800, Rp 3.000, dan Rp 2.000.
“Kami menilai emiten ini defensif, memiliki fundamental kuat, dan berpotensi memberikan kontribusi pada pergerakan IHSG di tengah volatilitas saham laggard,” tutupnya.
Ringkasan
Analis memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi menguat didorong sentimen window dressing dan rilis kinerja keuangan kuartalan emiten. Fokus utama tertuju pada saham blue chips yang diperkirakan akan mencatatkan kinerja positif. Sektor perbankan, konsumer, dan properti menjadi perhatian utama, dengan potensi perbaikan kinerja yang didukung oleh faktor-faktor seperti peningkatan net interest margin (NIM) dan penurunan harga komoditas.
Beberapa saham pilihan yang direkomendasikan oleh analis meliputi JPFA, ICBP, SSMS, AKRA, HGII, IPCC, PGEO, BBRI, BMRI, ANTM, HRTA, dan CYBR. Untuk jangka panjang, saham-saham blue chips seperti BBCA, ASII, dan BBRI juga disarankan untuk diakumulasi saat terjadi koreksi. Investor perlu mewaspadai potensi penurunan jika kenaikan saham blue chips sudah terlalu tinggi.