mellydia.co.id , BALIKPAPAN — Bank Indonesia (BI) mendukung penuh transformasi ekonomi Kalimantan Timur, provinsi penghasil batu bara terbesar di Indonesia, melalui strategi diversifikasi.
Transformasi struktural ini bakal melibatkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sebagai katalis utama pertumbuhan ekonomi baru.
Kepala Kantor Perwakilan BI Kaltim, Budi Widihartanto, menyatakan komitmen institusinya dalam mendorong perubahan paradigma ekonomi regional.
: Cara BI Kaltim Antisipasi Tantangan Ekonomi 2026
“Fokus pengembangan dialihkan ke sektor-sektor potensial, seperti pertanian, perkebunan, dan perikanan sektor pariwisata,” ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (28/9/2025).
Dalam upaya menggeser orientasi ekonomi dari komoditas primer, Budi mengidentifikasi tiga sektor prioritas yang dinilai memiliki dampak cepat (quick wins).
: : Sawit Kaltim Berbuah Manis, Tumbuh 8,66 Persen pada Kuartal II/2025
Pertama, industri hilirisasi produk pertanian dan perkebunan yang selama ini masih dipasarkan dalam bentuk bahan mentah.
Kedua, penguatan sektor primer meliputi pertanian, perkebunan, dan perikanan dengan pendekatan teknologi modern.
: : Industri Kaltim Menggeliat, Migas Jadi Lokomotif Utama
Ketiga, ekspansi sektor jasa yang mencakup pariwisata dan transportasi.
Sementara itu, pembangunan IKN diproyeksikan sebagai mesin penggerak ekonomi baru.
Peningkatan anggaran pembangunan, konstruksi gedung pemerintahan, dan rencana relokasi ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) diperkirakan akan menciptakan ekosistem bisnis yang dinamis di wilayah tersebut.
Lebih lanjut, BI menerapkan serangkaian inisiatif konkret untuk mendukung agenda transformasi ini.
Melalui kebijakan moneter yang akomodatif, bank sentral berupaya mendorong optimalisasi penyaluran kredit perbankan kepada sektor-sektor produktif baru.
Selain itu, BI aktif menyelenggarakan Investment Forum Kaltim sebagai platform pertemuan antara proyek-proyek strategis daerah dengan calon investor.
Inisiatif ini bertujuan menjembatani kesenjangan pendanaan yang kerap menjadi kendala utama pengembangan sektor baru.
Di sisi lain, pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi fokus intensif melalui pembinaan sektor pangan, kerajinan, dan budaya.
Budi menyebutkan pendekatan bottom-up ini dinilai penting untuk membangun fondasi ekonomi kerakyatan yang tangguh.
Kendati demikian, implementasi kebijakan ekonomi hijau, termasuk mekanisme dana karbon, masih menghadapi tantangan struktural.
Dia mengungkapkan bahwa tidak adanya penetapan batas maksimum emisi dari pemerintah pusat untuk setiap daerah menjadi hambatan serius, meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memfasilitasi pasar karbon.
Menurutnya, ketiadaan ceiling emisi regional ini berdampak pada minimnya insentif bagi perusahaan untuk membeli kuota karbon, sehingga proses transisi menuju ekonomi berkelanjutan tersendat.
Merespons kompleksitas permasalahan tersebut, kata Budi, Pemprov Kalimantan Timur membentuk tim transisi ekonomi yang dikoordinasikan Bappeda.
Tim multistakeholder ini melibatkan Bank Indonesia, kalangan akademisi, pelaku usaha, serta konsultan dari Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Jerman.
Melalui serangkaian Focus Group Discussion (FGD), tim tersebut berupaya merumuskan indikator kinerja (Key Performance Indicator/KPI) yang disepakati bersama.
“Pendekatan partisipatif ini bertujuan membangun kepemilikan bersama di antara pemangku kepentingan, sehingga implementasi k ebijakan dapat berjalan efektif,” pungkasnya.