mellydia.co.id – Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, menargetkan finalisasi kesepakatan divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dapat tercapai pada awal Oktober 2025. Proses penting ini menjadi sorotan utama dalam agenda sektor pertambangan nasional, sebagaimana disampaikan Bahlil yang dikutip dari Antara, Sabtu (27/9).
Langkah divestasi ini merupakan prasyarat esensial bagi Freeport untuk mendapatkan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, yang masa berlakunya akan usai pada 2041. Berdasarkan amanat Pasal 195B Ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, salah satu kriteria utama untuk perpanjangan IUPK adalah penyerahan minimal 10 persen saham baru yang tidak dapat terdilusi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Meskipun ketentuan minimal telah ditetapkan, pemerintah Indonesia, melalui Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, saat ini tengah bernegosiasi intensif dengan Freeport McMoran, induk usaha PT Freeport Indonesia. Tujuannya adalah memastikan Indonesia memperoleh porsi saham Freeport yang lebih besar dari ambang batas 10 persen. “Belum diputuskan angka finalnya, tetapi di atas 10 persen. Insyaallah akan lebih baik, dan pemerintah sedang bernegosiasi sampai dengan angka 12 persen,” ujar Bahlil, menunjukkan ambisi untuk meningkatkan kepemilikan negara hingga 12 persen.
Adapun kepemilikan saham hasil divestasi ini nantinya juga akan dialokasikan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Papua, dan implementasinya akan dimulai pada 2041. Bahlil menekankan urgensi penyelesaian divestasi demi kelancaran aktivitas eksplorasi tambang Freeport. Ia menjelaskan bahwa eksplorasi untuk tambang bawah tanah memerlukan rentang waktu yang jauh lebih panjang, yaitu antara 10 hingga 16 tahun, sangat berbeda dengan tambang terbuka. Sebagai contoh, produksi Freeport pada periode 2020–2021 merupakan buah dari eksplorasi yang telah dimulai sejak tahun 2004.
Tanpa perpanjangan izin Freeport yang segera, Bahlil memperingatkan bahwa puncak produksi emas dan tembaga dari PTFI akan tercapai pada 2035, setelah itu akan mengalami penurunan signifikan. Penurunan produktivitas ini tentu akan membawa dampak serius pada pendapatan negara, stabilitas lapangan kerja, dan perekonomian daerah. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tengah intens berkomunikasi dengan Freeport McMoran. Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, pemerintah berencana untuk memperpanjang kontrak izin tambang PT Freeport Indonesia selama 20 tahun, hingga 2061, melampaui batas kontrak yang berlaku saat ini sampai 2041.
Langkah strategis divestasi saham Freeport ini telah dilaporkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia kepada Presiden Prabowo Subianto, khususnya mengenai potensi peningkatan kepemilikan saham Indonesia di PT Freeport Indonesia di atas target awal 10 persen. Presiden Prabowo, menurut Bahlil, secara khusus meminta percepatan komunikasi dengan manajemen Freeport guna mematangkan kesepakatan ini. Keuntungan lain yang ditekankan Bahlil adalah valuasi untuk penambahan saham ini dinilai relatif murah, mengingat nilai buku aset Freeport yang sudah sangat tipis. Bahlil bahkan secara tegas meminta agar saham tambahan ini diberikan dengan harga “semurah-murahnya” kepada pemerintah, yang dalam hal ini diwakili oleh BUMD Papua dan MIND ID.
Ringkasan
Pemerintah Indonesia menargetkan finalisasi divestasi saham PT Freeport Indonesia pada awal Oktober 2025. Divestasi ini menjadi syarat perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi Freeport yang akan berakhir pada 2041, sesuai dengan amanat peraturan pemerintah.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sedang bernegosiasi dengan Freeport McMoran untuk meningkatkan kepemilikan saham Indonesia hingga 12%. Saham hasil divestasi ini akan dialokasikan kepada BUMD Papua, dan perpanjangan izin hingga 2061 sangat penting untuk menjaga produksi emas dan tembaga serta menghindari penurunan pendapatan negara.