IHSG Tersungkur, Investor Hati-Hati: 434 Saham Ambruk, Kapitalisasi Pasar Susut Ratusan Triliun

Posted on

RADARBISNIS – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menutup perdagangan dengan kinerja yang kurang memuaskan. Pada Kamis (25/9), indeks acuan pasar modal Indonesia ini terperosok dalam, kehilangan 85,89 poin atau setara dengan minus 1,06 persen, hingga parkir di level 8.040,66. Penurunan ini menandai salah satu koreksi harian paling signifikan dalam sebulan terakhir, mencerminkan tekanan jual yang kuat di bursa domestik.

Sejak sesi pembukaan perdagangan, IHSG sebenarnya sempat menunjukkan upaya untuk mempertahankan posisi di level 8.130 dan bahkan sempat menyentuh puncaknya di 8.146. Namun, sentimen jual yang masif akhirnya mendominasi jalannya perdagangan, mendorong indeks untuk tergelincir jauh hingga menyentuh titik terendah hari itu di 8.022.

Data dari RTI Business merinci bahwa dari seluruh emiten yang diperdagangkan, hanya 242 saham yang berhasil menguat, sementara mayoritas atau 434 saham justru terpuruk di zona merah. Sebanyak 123 saham lainnya terpantau stagnan. Imbasnya, kapitalisasi pasar juga turut terkikis, menyisakan nilai total sebesar Rp 14.783,14 triliun.

Meskipun demikian, aktivitas transaksi saham tetap terpantau ramai dengan frekuensi mencapai 2,69 juta kali. Volume perdagangan yang tercatat sangat tinggi, menyentuh 53,47 miliar lembar saham, dengan nilai transaksi sebesar Rp 26,24 triliun. Angka-angka ini menunjukkan bahwa minat investor tetap tinggi, meskipun dominasi aksi jual pada hari itu tidak dapat dihindari.

Terpengaruh Ketidakpastian Suku Bunga The Fed

Analis pasar menggarisbawahi bahwa koreksi IHSG ini merupakan cerminan dari kombinasi kompleks antara faktor eksternal dan internal. Dari sisi global, tekanan utama datang dari penguatan agresif dolar AS dan ketidakpastian seputar kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed). Kondisi ini mendorong investor asing untuk menarik dananya dari pasar berkembang, termasuk Indonesia, dalam skema capital outflow. Sementara itu, dari dalam negeri, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan ekspektasi perlambatan ekonomi pada kuartal III turut memperkeruh sentimen pasar modal.

Market saat ini sangat sensitif terhadap isu global. Investor cenderung memilih wait and see, sehingga arus keluar modal sulit untuk dihindari,” terang seorang analis pasar modal di Jakarta, menyoroti respons investor terhadap dinamika global.

Merespons situasi ini, investor ritel disarankan untuk lebih selektif dalam memilih instrumen investasi. Saham-saham dengan fundamental yang kokoh dan valuasi yang menarik masih dinilai sebagai pilihan yang relatif aman di tengah gejolak indeks yang tidak menentu.

“Bagi yang tidak siap menanggung risiko tinggi, sebaiknya kurangi porsi trading jangka pendek. Lebih baik fokus pada saham-saham dari sektor defensif seperti consumer goods atau perbankan besar yang cenderung lebih stabil,” tambah analis tersebut, memberikan panduan investasi yang bijak.

Penurunan IHSG ini juga menjadi sinyal peringatan dini bagi para pelaku pasar saham menjelang penutupan bulan. Jika tekanan jual global dan domestik berlanjut, bukan tidak mungkin indeks akan kembali menguji level psikologis 8.000, memicu kekhawatiran akan koreksi lebih lanjut.

Bursa Asia Bergerak Berbeda

Namun, tidak semua bursa di kawasan Asia bernasib sama dengan IHSG. Pergerakan indeks saham Asia justru menunjukkan arah yang bervariasi, bahkan beberapa di antaranya bergerak kontras.

  • Nikkei 225 (Jepang): tercatat menguat sekitar 0,30 persen. Bursa Jepang ini berhasil mencatatkan kenaikan tipis di tengah tekanan global, mengindikasikan bahwa sebagian investor Asia beralih ke pasar Jepang sebagai tempat yang relatif aman (safe haven).
  • Hang Seng (Hong Kong): mengalami penurunan sekitar 0,13 persen. Indeks ini tertekan oleh sentimen negatif yang berasal dari sektor properti dan teknologi, yang sangat erat kaitannya dengan kebijakan ekonomi Tiongkok yang sedang mengalami perlambatan.

Mengapa Arah Berbeda?

Ada beberapa faktor kunci yang menjelaskan perbedaan pola pergerakan di bursa Asia ini:

  1. Jepang sebagai Tujuan Aman: Ketika pasar global bergejolak dan investor mencari keamanan, likuiditas tinggi dan karakteristik pasar yang lebih matang di Jepang menjadikannya pilihan utama untuk merelokasi modal.
  2. China dan Hong Kong Penuh Risiko: Indeks Hang Seng sangat rentan terhadap perlambatan ekonomi Tiongkok serta regulasi ketat di sektor properti dan teknologi. Sentimen negatif yang berkepanjangan membuat saham-saham di sana lebih dulu merasakan tekanan.
  3. Kontagion di Asia: Meskipun pergerakan harian tampak berbeda, IHSG, Nikkei, dan Hang Seng tetap saling terhubung dalam tren global. Studi akademis menunjukkan bahwa pengaruh indeks regional Asia terhadap IHSG memang ada, meskipun tidak selalu signifikan secara parsial dalam jangka pendek.
  4. Tekanan Domestik: Di Indonesia, selain faktor global, pelemahan rupiah, arus keluar modal asing (capital outflow), dan ekspektasi perlambatan ekonomi pada kuartal III secara simultan menambah beban tekanan pada IHSG.

Prospek dan Implikasi

Kondisi ini menjadi alarm waspada bagi para investor saham. Jika tren negatif global terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan IHSG akan kembali menguji level psikologis 8.000. Investor juga perlu memperhatikan efek domino dari bursa regional; koreksi tipis di Nikkei atau Hang Seng berpotensi merembet dan memengaruhi pasar modal di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Dalam situasi pasar yang volatil seperti sekarang, saham dari sektor defensif—seperti barang konsumsi pokok, utilitas, dan perbankan besar—dinilai lebih aman untuk tujuan investasi jangka menengah. Sementara bagi investor dengan profil risiko rendah, pengurangan porsi trading jangka pendek bisa menjadi strategi investasi yang lebih bijaksana untuk memitigasi risiko.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *