mellydia.co.id JAKARTA. Nilai tukar rupiah diperkirakan akan melanjutkan tren pelemahan pada perdagangan hari ini, 22 September 2025. Situasi ini terjadi setelah rupiah ditutup anjlok ke level terburuknya sejak Mei 2025 pada Jumat, 19 September 2025.
Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg, rupiah mengakhiri perdagangan Jumat di posisi Rp 16.601 per dolar Amerika Serikat (AS). Angka ini mencerminkan pelemahan signifikan sebesar 0,45% dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya. Sejalan dengan itu, mengacu pada kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah tercatat di level Rp 16.578, menunjukkan depresiasi sebesar 0,49% dari sesi perdagangan sebelumnya.
Pelemahan ini tidak hanya dialami oleh rupiah. Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa secara umum, mata uang regional juga terpukul. “Mata uang regional pada umumnya, termasuk rupiah, melemah terhadap dolar AS yang masih mencatat rebound kuat pasca-hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC),” ujar Lukman.
Lebih lanjut, Lukman menambahkan bahwa rupiah mendapatkan tekanan tambahan dari kebijakan pemerintah yang berorientasi pada pertumbuhan (pro growth). “Rupiah sendiri tertekan oleh kebijakan pro growth pemerintah, dengan stimulus-stimulus yang umumnya cenderung akan menekan mata uang,” paparnya kepada Kontan pada Jumat, 19 September 2025.
Untuk perdagangan hari ini, Lukman memperkirakan bahwa rupiah masih akan cenderung tertekan di pasar keuangan. Namun, ia optimis bahwa Bank Indonesia (BI) akan bertindak aktif. “Namun, BI diperkirakan akan aktif mengintervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar,” imbuhnya.
Meskipun data ekonomi domestik penting masih minim untuk pekan ini, investor diharapkan untuk memfokuskan perhatian pada data ekonomi Amerika Serikat. Lukman mencermati, mulai awal pekan depan, investor akan mengantisipasi rilis data inflasi PCE (Personal Consumption Expenditures) AS yang dijadwalkan pada hari Jumat. Data ini seringkali menjadi indikator penting bagi arah kebijakan moneter AS dan dapat memengaruhi pergerakan dolar AS serta mata uang global.