Murid yang Bikin Susah Guru, Arteta Paksa Guardiola Bertahan

Posted on

Mikel Arteta, yang dahulu merupakan asisten setia Pep Guardiola, kini menjelma menjadi lawan tangguh yang kerap merepotkan sang mentor. Dinamika menarik ini kembali terlihat kala tim asuhan Arteta, Arsenal, berhasil menahan imbang Manchester City besutan Guardiola dengan skor 1-1 dalam laga pekan kelima Liga Inggris di Emirates Stadium pada Minggu, 21 September 2025.

Hasil imbang tersebut tidak hanya mengamankan satu poin penting bagi The Gunners, tetapi juga semakin memperkukuh rekor impresif Arteta saat berhadapan dengan mantan atasannya. Ia kini tercatat sebagai pelatih pertama yang berhasil tidak terkalahkan dalam lima pertemuan beruntun di Liga Inggris melawan tim asuhan Guardiola. Dari lima duel terakhir tersebut, Arteta memimpin Arsenal meraih dua kemenangan dan tiga hasil imbang, sebuah pencapaian yang menandai perubahan kekuatan di puncak klasemen.

Bahkan, dalam pertemuan terbaru ini, Mikel Arteta sukses memberikan statistik terburuk bagi Pep Guardiola yang dikenal sebagai penganut sejati filosofi penguasaan bola total. Manchester City, tim yang selalu identik dengan dominasi bola, dipaksa bertekuk lutut dalam aspek ini oleh Arsenal. Angka penguasaan bola The Citizens pada malam itu hanya mencapai 32,8%, sebuah persentase yang sangat mengejutkan.

Menurut data dari Opta, angka 32,8% tersebut merupakan rekor penguasaan bola terendah yang pernah dicatatkan oleh tim asuhan Guardiola sepanjang kiprahnya di kompetisi liga. Angka ini bahkan melampaui rekor sebelumnya sebesar 36,5% yang terjadi pada Februari 2023. Ironisnya, rekor 36,5% tersebut juga tercipta saat Guardiola melakoni laga tandang di Premier League, tepatnya saat berhadapan kembali dengan Arsenal yang kala itu juga ditukangi oleh Arteta. Ini menunjukkan bahwa Arteta memiliki formula khusus untuk menekan gaya bermain sang mentor.

Pasca pertandingan, Arteta menunjukkan kerendahan hati dengan mengaku tidak mengetahui rekor pribadinya atas Guardiola. Meski kecewa gagal meraih kemenangan penuh, ia menyatakan kepuasannya terhadap performa tim. “Saya tidak tahu rekor itu, tapi saya ingin menang. Rekor itu tidak membuat saya bahagia,” ujarnya kepada BBC. Namun, mantan pemain Arsenal periode 2011-2016 itu tetap menyoroti kebanggaannya atas penampilan para anak asuhnya. “Di luar hasil, saya sangat bangga pada tim ini dan para pemain atas permainan mereka dan kemampuan mendominasi melawan tim Manchester City ini,” imbuh Arteta.

Arteta melanjutkan dengan menjelaskan strategi timnya. “Kami bermain dominan di wilayah City dan tidak memberi mereka kesempatan untuk bernapas,” ungkapnya. Ia juga menyadari betapa beratnya pencapaian tersebut: “Saya tahu betapa sulitnya melakukan apa yang kami perbuat terhadap pelatih dan tim sekelas itu.” Meskipun tidak meraih tiga poin penuh, Arteta merasa puas dengan capaian tim. “Setidaknya kami bisa mendapatkan poin. Sekali lagi, saya sangat bangga kepada para pemain, cara kami bermain, dan bagaimana kami mendominasi hampir semua aspek permainan,” katanya. “Sangat kecewa karena penampilan luar biasa itu tidak dibayar dengan kemenangan,” tutupnya, merefleksikan perpaduan antara kebanggaan dan sedikit kekecewaan.

Di sisi lain lapangan, Pep Guardiola, pelatih yang telah mengukir namanya dengan enam gelar juara Liga Inggris, secara ksatria mengakui keunggulan lawan. “Saya pikir hasil imbang ini adil. Secara keseluruhan, Arsenal bermain lebih baik,” kata Guardiola, membenarkan betapa sulitnya timnya menghadapi tekanan dari The Gunners.

Ia menambahkan, “Arsenal bertarung di perebutan gelar juara Premier League dalam dua tahun terakhir, mereka juga mencapai semifinal Liga Champions. Jadi, ini adalah lawan yang sangat sulit.” Pengakuan ini menggarisbawahi evolusi Arsenal di bawah kepemimpinan Arteta menjadi salah satu kekuatan dominan di sepak bola Eropa.

Ironisnya, kesulitan yang kini dialami Guardiola sebagian besar adalah buah dari tangannya sendiri. Sebab, dialah sosok yang dahulu berperan sebagai mentor dan guru bagi Mikel Arteta.

Kedua pelatih top ini telah menjalin persahabatan erat sejak mereka berada di akademi Barcelona, di mana Guardiola 11 tahun lebih senior dari Arteta. Ikatan inilah yang kelak membentuk perjalanan karier keduanya.

Sebuah momen penting terjadi pada tahun 2012. Saat masih menukangi Barcelona, Guardiola menghubungi Arteta, yang kala itu masih menjadi gelandang Arsenal, untuk meminta informasi intelijen mengenai Chelsea menjelang semifinal Liga Champions 2011-2012. Dari percakapan mendalam tersebut, Guardiola sudah dapat melihat potensi besar dalam diri Arteta dan menyadari bahwa ia ditakdirkan untuk menjadi seorang pelatih yang hebat.

Tidak mengherankan, pada tahun 2016, Guardiola pun mengajak Arteta untuk bergabung dengannya di Manchester City sebagai asisten pelatih. Selama tiga setengah tahun berharga, Mikel Arteta menyerap ilmu dan filosofi dari Guardiola, mengasah kemampuan manajerialnya sebelum akhirnya memutuskan untuk berkarier solo. Ia menerima pinangan untuk menukangi Arsenal pada Desember 2019, memulai babak baru dalam rivalitas Premier League yang kini semakin memanas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *