mellydia.co.id JAKARTA. Hari Senin (22/9/2025) menandai dimulainya perdagangan saham-saham pilihan yang secara resmi bergabung dengan konstituen Indeks Financial Times Stock Exchange (FTSE). Peristiwa ini menyusul rampungnya proses `rebalancing` dalam `semi annual review` edisi September 2025 yang dinanti-nantikan oleh pasar.
Masuknya emiten baru ke dalam indeks global sekelas FTSE seringkali memicu euforia di kalangan investor. Para analis pasar mengamati fenomena ini berpotensi besar mendorong peningkatan likuiditas serta memicu kenaikan harga saham, khususnya pada periode awal perdagangan.
Sebagai informasi penting, FTSE Russell sebelumnya telah mengumumkan pada akhir Agustus lalu bahwa saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) berhasil menembus kategori emiten berkapitalisasi besar, atau yang dikenal sebagai FTSE GEIS Large Cap Index.
Tidak hanya itu, delapan saham lain juga turut ditambahkan ke dalam kategori emiten mikro. Deretan saham tersebut meliputi PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), PT MNC Kapital Indonesia Tbk (BHIT), PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA), PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk (CNMA), PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO), dan PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Tbk (ULTJ).
Arinda Izzaty, Analis dari Pilarmas Sekuritas, memberikan pandangannya bahwa integrasi saham-saham ini ke indeks FTSE berpotensi besar menarik aliran dana investasi asing. Terutama, dana tersebut akan berasal dari manajer investasi global yang menjadikan indeks FTSE sebagai patokan utama dalam penyusunan portofolio mereka. “Dampaknya, kita akan melihat potensi peningkatan likuiditas dan kenaikan harga saham, setidaknya pada periode awal perdagangan,” jelas Arinda pada Jumat (19/9).
Senada dengan pandangan tersebut, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, juga menyampaikan optimisme serupa. Ia memperkirakan bahwa volume transaksi saham-saham yang baru menghuni indeks FTSE ini berpeluang melonjak signifikan, yang pada akhirnya akan membuka ruang lebih lebar bagi potensi kenaikan harga.
Meskipun demikian, para analis memberikan peringatan penting: euforia pasar ini umumnya bersifat sementara dan hanya berlangsung dalam periode singkat. Setelah fase awal akumulasi dan penyesuaian, pergerakan harga saham akan kembali berlandaskan pada fundamental kuat emiten serta sentimen yang berkembang di sektor industri masing-masing.
Perlu ditekankan pula bahwa status sebagai konstituen indeks FTSE bukanlah jaminan mutlak atas kondisi fundamental perusahaan yang selalu kuat. Indeks ini lebih mengedepankan aspek kapitalisasi pasar, tingkat likuiditas saham, dan kepatuhan free float (saham yang beredar bebas di publik), ketimbang semata-mata kinerja keuangan. Oleh karena itu, jika kinerja keuangan emiten menunjukkan penurunan atau beban keuangannya membengkak, potensi tekanan jual di pasar dapat meningkat.
“Investor institusi umumnya tidak akan ragu melepas saham jika kondisi fundamentalnya tidak lagi selaras dengan parameter investasi jangka panjang mereka,” tambah Arinda.
Mengenai strategi investasi, Nafan Aji Gusta berpandangan bahwa momentum masuknya dana asing ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para investor yang berorientasi jangka pendek. “Potensi kenaikan harga saham yang terjadi di awal periode ini tentu akan sangat menguntungkan bagi investor yang menerapkan strategi jangka pendek,” paparnya pada Sabtu (20/9).
Namun, bagi investor dengan horison jangka panjang, disarankan untuk tetap bersikap selektif dan cermat. Pertimbangan mendalam terhadap prospek fundamental perusahaan serta potensi pertumbuhan sektor usaha emiten menjadi kunci dalam pengambilan keputusan.
Sebagai penutup, Nafan merekomendasikan saham MIDI dengan target harga Rp480 per saham. Sementara itu, Arinda menambahkan bahwa saham MIDI dan ULTJ juga sangat menarik untuk dicermati, dengan target harga masing-masing Rp468 dan Rp1.350 per saham.
Ringkasan
Pada 22 September 2025, saham-saham pilihan resmi bergabung dengan Indeks FTSE setelah proses rebalancing. Masuknya emiten baru ke indeks global ini berpotensi meningkatkan likuiditas dan harga saham. FTSE Russell sebelumnya mengumumkan bahwa DSSA masuk kategori Large Cap, sementara KEEN, MIDI, BHIT, MLIA, MLBI, CNMA, CLEO, dan ULTJ masuk kategori emiten mikro.
Analis memperkirakan masuknya saham-saham ini akan menarik dana investasi asing dan meningkatkan volume transaksi. Namun, euforia ini diperkirakan hanya sementara dan harga saham akan kembali bergantung pada fundamental emiten. Nafan Aji Gusta merekomendasikan saham MIDI dengan target harga Rp480, sementara Arinda Izzaty merekomendasikan MIDI dan ULTJ dengan target harga Rp468 dan Rp1.350.