ASOSIASI Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian serius terhadap sektor padat karya, khususnya industri makanan, minuman, dan hasil tembakau. Pasalnya, Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, mengungkapkan bahwa industri vital ini kini menghadapi beban ganda akibat rencana kenaikan tarif cukai dan penerapan cukai baru.
Shinta menekankan pentingnya sektor padat karya yang tidak hanya berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara, tetapi juga menjadi penopang utama stabilitas lapangan kerja. “Jika kebijakan kenaikan maupun penerapan cukai baru dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi riil industri padat karya, maka risiko pelemahan daya saing dan tergerusnya kesempatan kerja akan semakin besar,” ujar Shinta dalam keterangan resminya pada Ahad, 7 September 2025.
Meskipun demikian, Apindo menyampaikan apresiasi terhadap rencana Kementerian Keuangan untuk tidak memberlakukan tarif pajak baru atau menaikkan tarif pajak pada tahun 2026. Namun, Shinta berharap kebijakan serupa juga berlaku untuk cukai, yang merupakan bagian integral dari penerimaan perpajakan negara.
Menurut Shinta, keberpihakan dan kepastian kebijakan pajak merupakan fondasi krusial dalam menjaga iklim investasi, stabilitas usaha, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. “Dengan fokus pada optimalisasi pemungutan pajak melalui peningkatan kepatuhan dan perbaikan mekanisme kepatuhan, Apindo menilai langkah ini lebih tepat dibanding menambah beban dunia usaha dan masyarakat dengan pajak baru maupun kenaikan tarif pajak yang sudah ada,” paparnya.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah memastikan bahwa pemerintah tidak akan memberlakukan pajak baru atau menaikkan tarif pajak pada tahun 2026, meskipun target pendapatan negara mengalami kenaikan. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, target pendapatan negara ditetapkan naik 9,8 persen menjadi Rp 3.147,7 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa dari total tersebut, penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp 2.357,7 triliun, menunjukkan pertumbuhan sebesar 13,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. “Karena kebutuhan negara begitu besar, pendapatan negara harus terus ditingkatkan tanpa kebijakan baru. Seringkali ada anggapan kalau pendapatan naik berarti pajak dinaikkan. Padahal tarif pajaknya tetap sama,” terang Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komite IV DPD pada Selasa, 2 September 2025.
Sementara itu, target penerimaan perpajakan secara keseluruhan pada RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp 2.692 triliun, yang mencerminkan pertumbuhan 12,8 persen terhadap proyeksi tahun 2025. Berdasarkan Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, pemerintah memang berencana melaksanakan beberapa kebijakan pada tahun 2026 demi meningkatkan pendapatan negara.
“Kebijakan tersebut antara lain meliputi pengenaan cukai atas Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), penerapan pajak minimum global, serta implementasi program bersama untuk peningkatan kepatuhan wajib pajak,” demikian tertulis dalam dokumen tersebut, dikutip Ahad, 7 September 2025.
Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Tersebab Cukai Rokok Naik
Ringkasan
Apindo mendesak pemerintah untuk memperhatikan industri padat karya, terutama sektor makanan, minuman, dan hasil tembakau, karena terbebani oleh rencana kenaikan tarif cukai dan penerapan cukai baru. Kenaikan dan penerapan cukai baru dikhawatirkan akan melemahkan daya saing industri dan mengurangi kesempatan kerja, padahal sektor ini penting bagi penerimaan negara dan stabilitas lapangan kerja.
Meskipun mengapresiasi rencana pemerintah untuk tidak menaikkan tarif pajak di 2026, Apindo berharap kebijakan serupa juga berlaku untuk cukai. Pemerintah berencana menerapkan beberapa kebijakan di 2026 untuk meningkatkan pendapatan negara, termasuk pengenaan cukai MBDK dan penerapan pajak minimum global, sementara Menteri Keuangan memastikan tidak akan ada pajak baru meskipun target pendapatan negara naik.