mellydia.co.id JAKARTA. Sektor pertambangan logam diprediksi akan menghadapi dinamika yang kompleks. Kendati potensi harga komoditas yang masih lesu dan kenaikan royalti produk nikel menghadirkan tantangan signifikan bagi sejumlah emiten, prospek kinerja tetap menjanjikan. Kekuatan harga emas yang konsisten, pertumbuhan volume bijih (ore) yang stabil, serta dimulainya berbagai proyek aluminium baru, dipercaya dapat menjadi pilar penopang utama bagi kinerja emiten tambang logam di masa mendatang.
Menyikapi fluktuasi pasar ini, sejumlah analis pasar modal telah merilis rekomendasi saham emiten tambang logam. Ulasan mendalam ini diharapkan dapat menjadi panduan berharga bagi investor untuk perdagangan Senin (25/8/2025).
1. PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM)
PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM) menunjukkan performa impresif pada kuartal II-2025 dengan volume perdagangan emas mencapai 500.000 ounce, melonjak 13% dibandingkan kuartal sebelumnya. Penjualan bijih nikel juga tidak kalah solid, membukukan 4,3 juta wmt atau melesat 14% secara kuartalan. Lonjakan signifikan ini tak lepas dari tingginya permintaan domestik, di tengah eskalasi risiko geopolitik global dan tren emas yang semakin diminati investor. Meskipun demikian, volume feronikel (FeNi) ANTM mengalami penurunan 81% secara kuartalan menjadi 0,9 ribu ton, sebuah kondisi yang dinilai analis sebagai akibat dari ketidaksesuaian waktu produksi. Risiko utama yang perlu diwaspadai untuk ANTM adalah potensi terbatasnya kinerja bisnis bijih nikel akibat implementasi kenaikan tarif royalti.
Rekomendasi: Buy
Target harga: Rp 3.900
Ryan Winipta & Reggie Parengkuan, Indo Premier Sekuritas dalam riset 31 Juli 2025
Saham Emiten Semen Masih Layak Koleksi Meski Minim Proyek Pemerintah
2. PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS)
PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS) berhasil membukukan pendapatan sebesar US$ 121 juta pada semester I-2025, melesat 97,2% secara tahunan (yoy). Meskipun sempat terjadi koreksi pendapatan pada kuartal II-2025 yang turun 9,1% secara kuartalan menjadi US$ 58 juta akibat penurunan volume dari pushback River Reef, laba bersih perseroan tetap tangguh. Laba bersih BRMS di semester I-2025 mencapai US$ 23 juta, atau US$ 36,5 juta setelah disesuaikan dengan beban non-kas, berkat kenaikan harga jual rata-rata emas sebesar 16,8% secara kuartalan. Ke depan, pembangunan fasilitas heap leach Poboya dan rencana pengembangan tambang bawah tanah diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan produksi emas yang signifikan. BRMS menawarkan prospek pertumbuhan yang kuat dengan margin yang terjaga, meskipun masih dibayangi risiko fluktuasi harga emas global, potensi keterlambatan proyek, dan kebutuhan pendanaan yang berkelanjutan.
Rekomendasi: Buy
Target harga: Rp 560
Laurencia Hiemas, KB Valbury Sekuritas dalam riset 8 Agustus 2025
BBCA dan KLBF Terbesar, Simak Saham Net Sell Terbesar Asing, Jumat (22/8)
3. PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)
PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) menampilkan kinerja solid pada semester I-2025 dengan laba bersih menembus Rp 4,1 triliun. Angka ini melampaui ekspektasi berkat kontribusi entitas asosiasi yang lebih tinggi, khususnya dari peningkatan margin NiSO. Kenaikan kepemilikan ONC menjadi 40% juga turut memperkuat capaian laba bersih perseroan. Hal ini secara tegas menunjukkan kemampuan NCKL dalam mengoptimalkan strategi integrasi dan ekspansi di tengah tekanan harga nikel global. Prospek pertumbuhan NCKL ke depan semakin cerah, ditopang oleh proyek KPS RKEF yang akan menjadi penggerak utama peningkatan kapasitas. Selain itu, mulai beroperasinya tambang GTS dan pabrik quicklime pada akhir 2025 juga akan menjadi katalis positif. Namun, risiko penurunan harga nikel lebih lanjut dan perubahan regulasi tetap menjadi perhatian.
Rekomendasi: Buy
Target Harga: Rp 1.300
Juan Harahap & Brandon Boedhiman, Samuel Sekuritas Indonesia dalam riset 15 Agustus 2025
Asing Kembali Masuk Bursa di Akhir Pekan, Cermati Saham yang Banyak Diborong
4. PT Vale Indonesia Tbk (INCO)
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menetapkan target ambisius untuk produksi bijih nikel dari blok Bahodopi, mencapai 1,0–1,2 juta wmt per kuartal pada paruh kedua tahun 2025. Target ini didukung oleh harga jual premium sebesar US$ 25/ton, yang berpotensi menambah pendapatan hingga US$ 56 juta. Produksi nikel matte juga ditargetkan stabil di level 35,6 ribu ton pada semester II-2025, dengan prospek margin yang lebih baik berkat kenaikan payability menjadi 82%. Ke depan, proyek High Pressure Acid Leaching (HPAL) dan pengembangan tambang Pomala siap menjadi katalisator pertumbuhan signifikan bagi INCO. Meskipun demikian, tantangan utama bagi perseroan tetap meliputi fluktuasi harga nikel dunia dan kebutuhan belanja modal (capex) yang besar untuk mendukung ekspansi.
Usai Dapat Fasilitas Kredit, Begini Prospek Kinerja Barito Pacific (BRPT)