mellydia.co.id, YOGYAKARTA – Bank Indonesia (BI) memproyeksikan kinerja ekonomi Indonesia akan mencatat pertumbuhan yang kuat pada tahun 2025, bergerak di rentang 4,6% hingga 5,4%. Optimisme ini didorong oleh serangkaian faktor fundamental yang diharapkan menjadi pendorong utama.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI, Juli Budi Winantya, menjelaskan bahwa pertumbuhan tersebut akan ditopang oleh peningkatan investasi dan ekspor yang diramal tumbuh solid, serta dukungan dari belanja pemerintah dan kebijakan fiskal yang strategis. Pernyataan ini disampaikan Juli dalam agenda Pelatihan Wartawan Media Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Jumat (22/8/2025), menegaskan keyakinan Bank Sentral terhadap prospek perekonomian nasional.
: Suku Bunga BI Makin Rendah, Mana yang Lebih Cuan: SBN Ritel SR023 atau Deposito Bank BUMN?
Juli menambahkan, kinerja positif di sektor investasi yang terlihat pada kuartal II/2025 diperkirakan akan berlanjut hingga akhir tahun. Sementara itu, ekspor Indonesia juga diprediksi akan menunjukkan perbaikan signifikan. Meskipun Amerika Serikat (AS) menerapkan kebijakan tarif resiprokal sebesar 19% terhadap produk-produk Indonesia, besaran tarif ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang dikenakan pada negara lain. Kondisi ini diharapkan dapat menjaga daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global.
: : Gejala Resentralisasi Fiskal di Tengah Ingar-bingar Efisiensi Anggaran
Dengan adanya keunggulan tarif yang lebih rendah, BI berharap sektor ekspor dapat terus didukung, dan sebagai imbasnya, investasi di Indonesia juga akan mengalami peningkatan. Tidak hanya itu, Bank Sentral juga memperkirakan belanja pemerintah pada paruh kedua tahun 2025 akan lebih tinggi dibandingkan semester pertama. Peningkatan belanja pemerintah ini diyakini mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai titik di atas pertengahan kisaran 4,6%-5,4%.
: : Proyeksi BI: Defisit Transaksi Berjalan 0,5% – 1% PDB Tahun Ini
Dari perspektif moneter, Juli Budi Winantya menekankan bahwa Bank Indonesia telah mengimplementasikan berbagai kebijakan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi nasional. Otoritas moneter tersebut telah menurunkan suku bunga acuannya sebanyak lima kali, masing-masing sebesar 25 basis poin (bps), yakni pada September 2024, serta Januari, Mei, Juli, dan Agustus 2025. Langkah ini, bersama dengan penambahan likuiditas, diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, khususnya pada semester II/2025, sehingga mencapai angka di atas titik tengah proyeksi 4,6% hingga 5,4% untuk keseluruhan tahun.
Pelonggaran Moneter
Sinyal kuat dukungan terhadap perekonomian juga terlihat dari keputusan terbaru BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam rapat dewan gubernur (RDG) yang berlangsung pada Rabu sebelumnya. Pemangkasan ini merupakan indikasi jelas dari otoritas moneter untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pergerakan ekonomi yang lebih atraktif.
Ekonom senior Ryan Kiryanto mengapresiasi keputusan Bank Sentral tersebut sebagai langkah yang terukur, konstruktif, dan rasional. Menurutnya, realisasi maupun ekspektasi inflasi tetap terjaga dalam target BI, yakni 2,5% ± 1%. Selain itu, nilai tukar rupiah yang relatif stabil dalam kisaran asumsi APBN 2025 memberikan ruang bagi Bank Sentral untuk melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter. Ryan menegaskan, keputusan RDG BI tersebut secara gamblang menunjukkan sikap kuat BI yang pro-pertumbuhan ekonomi.
Dalam risalah RDG, BI juga mengindikasikan potensi penurunan BI Rate lebih lanjut guna mendorong penyesuaian suku bunga perbankan, baik untuk simpanan maupun kredit, agar lebih akomodatif. Dengan demikian, diharapkan permintaan akan kredit produktif, seperti untuk investasi dan modal kerja, dapat meningkat seiring dengan ekspansi produksi dan bisnis. Ryan menekankan bahwa bauran kebijakan pro-pertumbuhan ini sangat relevan di tengah tantangan tambahan yang dihadapi pengusaha, terutama eksportir, akibat kenaikan tarif resiprokal 19% oleh Presiden AS Donald Trump.
Ryan, yang juga Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), menambahkan bahwa harmoni antara kebijakan moneter dan fiskal, termasuk kebijakan perpajakan, memerlukan dukungan kuat dari aspek kepastian hukum dan kebijakan, stabilitas sosial dan politik, serta birokrasi dan regulasi perizinan investasi yang ramah investor. Faktor-faktor ini diyakininya akan menarik minat investor asing dan domestik untuk menanamkan modal serta mengembangkan usaha di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menilai bahwa ruang bagi pemangkasan bunga lanjutan masih terbuka hingga akhir 2025, meskipun BI Rate sudah turun setidaknya 75 bps sejak awal tahun. Menurut Josua, inflasi yang terkendali, rupiah yang stabil, dan pertumbuhan ekonomi yang masih di bawah potensial dengan output gap negatif, menjadi dasar kuat untuk langkah tersebut. Ia menjelaskan bahwa meski ada risiko global, dengan inflasi yang terjaga dan cadangan devisa yang memadai, BI memiliki fleksibilitas untuk terus mendukung pemulihan ekonomi dengan potensi pemangkasan tambahan 25 bps hingga akhir tahun.