Fakta bahwa Marc Marquez belum pernah kalah dari rekan setimnya di MotoGP kini menjadi sorotan tajam, terutama saat ia kesulitan untuk memahami permasalahan yang dihadapi oleh tandemnya di Ducati Lenovo, Francesco Bagnaia. Dinamika unik ini memunculkan pertanyaan besar di tengah ketegangan yang menyelimuti garasi Ducati.
Kesenjangan performa yang mencolok antara Marc Marquez dan Francesco Bagnaia telah menjadi topik hangat sejak awal musim, dan puncaknya terlihat jelas setelah balapan MotoGP Austria pekan lalu. Di satu sisi, Marquez kembali menunjukkan dominasinya dengan meraih kemenangan keenam secara beruntun, sebuah pencapaian yang kian menegaskan statusnya sebagai ‘Si Alien’. Di sisi lain, Bagnaia tampak begitu frustrasi, bahkan secara terbuka menyatakan “habis kesabaran”. Atmosfer ketegangan ini semakin kentara dengan respons General Manager Ducati, Luigi Dall’Igna, yang bisa diinterpretasikan dalam dua arah. “Kemarin (balapan Sprint) dia punya masalah yang harus dianalisis, tetapi balapannya hari ini jelas mengecewakan,” ujar Dall’Igna kepada Sky Sport Italia, menyiratkan adanya kekecewaan mendalam.
Situasi ini menjadi ironi tersendiri, mengingat duet Marquez dan Bagnaia awalnya digadang-gadang akan mendominasi kompetisi MotoGP. Dengan kehadiran Marquez, Juara Dunia delapan kali yang menjadi jaminan kesuksesan, serta Bagnaia sebagai pembalap paling sukses bagi Ducati dan di ajang MotoGP dalam tiga musim terakhir, ekspektasi terhadap mereka sangatlah tinggi. Namun, realitas di lintasan berkata lain.
Menjelang MotoGP Hungaria akhir pekan ini, pertanyaan tentang kondisi pelik yang dialami Bagnaia tak luput diajukan kepada pembalap-pembalap lain, termasuk Marc Marquez. Namun, keliru jika mengharapkan jawaban konkret dari sosok yang memiliki jiwa kompetitif di atas rata-rata ini. Dengan tenang, Marquez merentangkan tangannya sembari berkata, “Saya tidak bisa menjawabnya karena sampai sekarang saya selalu mengalahkan rekan setim saya,” seperti dikutip dari GPone.com.
Pernyataan Marquez bukanlah bualan. Sejak debutnya di kelas utama MotoGP pada tahun 2013, ia memang selalu unggul atas setiap pembalap yang menjadi tandemnya, bahkan saat mereka mengendarai motor yang sama. Satu-satunya pengecualian adalah pada musim 2020, ketika ia hanya mengikuti satu balapan sebelum menepi hingga akhir musim akibat cedera parah. Bagnaia pun menambah daftar panjang pembalap top, termasuk Juara Dunia seperti Dani Pedrosa dan Jorge Lorenzo, yang ‘dihancurkan’ oleh dominasi Marquez sebagai rekan setim.
Meskipun begitu, Marquez menyadari bahwa tidak ada yang abadi. “Saya tidak tahu seperti apa rasanya, meski di masa depan pasti saya akan mengalaminya, seseorang akan datang dan mengalahkan saya dengan motor yang sama. Ini proses yang natural,” tambahnya, menunjukkan pemahaman akan siklus alami dalam olahraga.
Satu-satunya kondisi yang bisa dipahami dan dirasakan Marquez dari kebuntuan Bagnaia adalah hilangnya rasa kepercayaan diri. Ini adalah pengalaman pahit yang pernah ia alami sendiri setelah empat musim penuh bencana akibat cedera beruntun pada 2020-2022, diikuti oleh krisis performa bersama Honda pada 2023. Pada masa sulit itu, Marquez bahkan sempat menunjukkan gelagat menyerah sebelum balapan, sebuah pemandangan langka dari seorang juara sepertinya.
Salah satu faktor terbesar hilangnya taji Marquez adalah kegagalannya di sirkuit favoritnya, Sachsenring. Di sana, ia berjuang mati-matian namun tetap gagal bersaing, bahkan hingga terjatuh berulang kali. Dari sana, Marquez sempat hanya tampil sekadar untuk finis, jauh dari ambisius mengejar kemenangan yang selalu menjadi ciri khasnya, terlepas dari kualitas motor yang ia tunggangi.
Kondisi serupa kini dialami oleh Francesco Bagnaia, yang gagal bersinar di sirkuit-sirkuit yang dalam tiga musim sebelumnya selalu berhasil dimenangkannya, seperti GP Spanyol, GP Italia, GP Belanda, dan GP Austria. Ini mengindikasikan bahwa masalah utamanya mungkin bukan pada kecepatan murni, melainkan pada aspek mental.
Marquez menggambarkan betapa selisih 0,2 detik per lap, yang bisa timbul karena faktor kepercayaan diri, mampu berdampak masif dalam balapan MotoGP modern. “Itu cukup untuk membuat kita mencapai podium atau finis ke-8,” jelasnya. “Pecco menunjukkan bahwa dia punya kecepatan, dia hanya perlu menemukan kembali kepercayaan dirinya.”
“Inilah yang saya alami saat tahun lalu pindah ke Ducati, saya dulu berkata sebelum memikirkan hasil, saya harus mendapatkan kembali kepercayaan diri saya,” lanjut Marquez. “Ketika kita berada di momen-momen itu, kita meragukan diri kita sendiri, dan saya pikir Pecco berada di periode transisi ini.” Sebuah pandangan yang menyoroti betapa pentingnya aspek psikologis dalam balap motor.
Terlepas dari segala permasalahan yang tengah dihadapinya, Marquez mengingatkan bahwa Francesco Bagnaia tetap berada di urutan ketiga klasemen sementara. Ini adalah bukti nyata dari sisa-sisa kecepatan dan bakat luar biasa yang dimilikinya. “Dalam olahraga, balapan terakhir selalu dihitung. Namun, kita juga harus mempertimbangkan semua yang telah dia (Bagnaia) lakukan dengan Ducati,” tandasnya, memberikan apresiasi atas kontribusi besar Bagnaia selama ini.