mellydia.co.id JAKARTA. Transformasi strategis yang tengah dijalankan PT Darma Henwa Tbk (DEWA) kini menjadi magnet kuat, menandai babak baru bagi perusahaan yang telah lama bergelut dengan berbagai tantangan. Langkah-langkah fundamental yang ditempuh, seperti konversi utang menjadi ekuitas, telah memberikan ruang gerak finansial yang lebih leluasa, diikuti oleh inisiatif peningkatan margin yang diharapkan akan memicu pertumbuhan laba dan arus kas yang lebih solid ke depan.
Vanessa Taslim, Analis Mandiri Sekuritas, dalam risetnya pada 19 Agustus 2025, memaparkan bahwa PT Darma Henwa Tbk (DEWA) menunjukkan komitmen mendalam untuk memperbaiki fundamental perusahaan secara menyeluruh. Salah satu pilar utama perbaikan ini adalah restrukturisasi neraca melalui konversi utang senilai Rp 1,4 triliun menjadi ekuitas via skema rights issue tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (NPR). Langkah vital ini secara signifikan melonggarkan fleksibilitas keuangan DEWA, tercermin dari peningkatan rasio lancar menjadi 1,1x dan penurunan rasio utang terhadap ekuitas (DER) menjadi 1,0x. Meskipun terjadi dilusi kepemilikan, dua entitas anak usaha BUMI, Goldwave Capital Ltd. dan Zurich Asset International Ltd., tetap mengukuhkan posisinya sebagai pemegang saham pengendali dengan total kepemilikan gabungan sebesar 15,6%.
Tak hanya dari sisi keuangan, DEWA juga menggalakkan efisiensi operasional dengan memperluas kapasitasnya secara mandiri. Melalui pembiayaan sindikasi senilai Rp 3,1 triliun, perusahaan mengakuisisi alat berat canggih dan memperkuat modal kerja. Upaya ini didukung oleh kemitraan pembiayaan vendor strategis dengan XCMG, yang bertujuan untuk menekan ketergantungan pada kontraktor pihak ketiga dan, pada akhirnya, mendorong peningkatan margin profitabilitas yang signifikan.
Potensi pertumbuhan PT Darma Henwa Tbk (DEWA) terhampar luas, mengingat saat ini perusahaan baru menangani sekitar 20,7% dari total volume produksi batu bara milik BUMI. Hal ini membuka peluang ekspansi yang substansial di masa mendatang. “Secara historis, margin DEWA memang berada di bawah rata-rata industri, namun dengan inisiatif yang sedang berjalan, kami yakin DEWA berada pada posisi yang tepat untuk menutup kesenjangan margin dan menghasilkan arus kas yang lebih solid ke depan,” ujar Vanessa dalam riset tersebut.
Selain bisnis inti batu bara, DEWA juga merambah sektor jasa pertambangan melalui kepemilikan 99,8% saham di PT Gayo Mineral Resources (GMR). GMR saat ini aktif melakukan eksplorasi dan pengeboran tembaga serta emas di Gayo Lues, Aceh, yang dinilai berpotensi menjadi diversifikasi bisnis yang sangat menarik dalam jangka menengah hingga panjang.
Berdasarkan analisis prospek perusahaan, Vanessa menginisiasi cakupan atas saham DEWA dengan rekomendasi ‘beli’ dan menargetkan harga Rp 300 per saham. Target harga ini, yang dihitung menggunakan metode Discounted Cash Flow (DCF) dengan asumsi WACC 9,4% dan pertumbuhan jangka panjang 3,0%, merefleksikan valuasi P/E 2026 sebesar 30,6x dan EV/EBITDA 2026F sebesar 9,1x. Angka ini sejalan dengan ekspektasi pertumbuhan laba bersih majemuk tahunan (CAGR) yang mengesankan sebesar 207,7% untuk periode 2024-2027.
Meski valuasi DEWA dalam jangka pendek terlihat premium dibandingkan rata-rata industri (P/E 2026F 20,3x dan EV/EBITDA 2026 6,7x), Vanessa menegaskan bahwa hal ini wajar. Premium tersebut didasari oleh prospek pertumbuhan laba yang unggul, didorong oleh ekspansi kapasitas dan perbaikan margin yang sedang berjalan. Pada penutupan perdagangan Rabu (20/8), harga saham DEWA terpantau menguat 5,36% menjadi Rp 236 per saham.
Hingga akhir tahun ini, Vanessa memperkirakan PT Darma Henwa Tbk masih akan membukukan kerugian sebesar Rp 136 miliar, dengan proyeksi EBITDA mencapai Rp 1,51 triliun. Namun, terdapat beberapa risiko yang patut dicermati yang dapat memengaruhi kinerja saham DEWA ke depan. Di antaranya adalah volatilitas harga komoditas, khususnya batu bara, ketergantungan pada vendor tunggal dalam skema pembiayaan, serta ketergantungan signifikan terhadap BUMI sebagai sumber pendapatan utama perusahaan.