mellydia.co.id Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tegas memastikan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan di Indonesia tetap terjaga dengan baik. Keyakinan ini diperkuat oleh laporan terbaru dari International Monetary Fund (IMF), yang menunjukkan peningkatan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk optimisme terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 dan 2026.
Dalam edisi terbaru Laporan World Economic Outlook (WEO) bulan Juli 2025, IMF secara khusus merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Angka proyeksi untuk tahun 2025 kini meningkat menjadi 4,8 persen, naik tipis dari estimasi sebelumnya sebesar 4,7 persen. Selain itu, IMF juga mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,8 persen untuk tahun 2026.
Menjelaskan pendorong di balik proyeksi yang lebih cerah ini, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam paparannya mengenai hasil rapat dewan komisioner bulanan Juli 2025 pada Senin (4/8), menyatakan, “Peningkatan ini didorong oleh aktivitas ekonomi pada semester I 2025 yang lebih baik dibandingkan proyeksi awal. Lalu, tarif resiprokal AS (Amerika Serikat) lebih rendah dari yang diumumkan sebelumnya, perbaikan likuiditas global, serta kebijakan fiskal yang akomodatif. Tensi perang dagang mereda seiring dengan kesepakatan tarif antara AS dengan beberapa negara mitra utama.”
Indikator ekonomi global secara keseluruhan turut menunjukkan tren perbaikan yang signifikan, bahkan melampaui ekspektasi. Hal ini sejalan dengan peningkatan kinerja sektor manufaktur dan perdagangan di tingkat global. Data yang mendukung tren positif ini antara lain rilis pertumbuhan beberapa negara ekonomi utama pada kuartal II 2025, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) AS yang tumbuh 3 persen, serta pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang mencapai 5,2 persen. “AS dan Tiongkok yang lebih baik dibandingkan ekspektasi sebelumnya,” imbuh Mahendra Siregar.
Lebih lanjut, Mahendra mengemukakan bahwa pasar keuangan global secara umum mengalami penguatan. Hal ini terlihat dari kecenderungan investor untuk mengambil risiko (risk on) dan penurunan volatilitas, yang disertai dengan berlanjutnya aliran modal ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Di sisi perekonomian domestik, indikator permintaan masih menunjukkan stabilitas, tercermin dari laju inflasi yang rendah dan pertumbuhan uang beredar yang menunjukkan tren peningkatan. Meskipun indikator di sisi penawaran masih bervariasi, neraca perdagangan Indonesia tetap persisten mencatat surplus dan cadangan devisa berada pada level yang tinggi. Namun demikian, Mahendra menambahkan, “Meskipun PMI, manufaktur masih di zona kontraksi.”
Salah satu perkembangan penting yang disoroti adalah kesepakatan antara Indonesia dan Amerika Serikat untuk menurunkan tarif menjadi 19 persen, yang menjadikannya salah satu tarif terendah di kawasan. Kesepakatan ini diharapkan dapat menciptakan peluang besar yang meningkatkan daya saing Indonesia, terutama dibandingkan dengan negara-negara lain yang masih menghadapi tarif lebih tinggi. Kepercayaan internasional terhadap ekonomi Indonesia juga ditegaskan oleh peringkat kredit sovereign yang diberikan oleh Standard & Poor’s (S&P) Global Rating, yakni BBB untuk jangka panjang dan A2 untuk jangka pendek, dengan prospek stabil. “Penilaian ini mencerminkan kepercayaan yang terus terjaga terhadap kekuatan fiskal, ketahanan ekonomi serta sektor keuangan Indonesia yang solid,” terang Mahendra Siregar.
Dengan prospek kinerja perekonomian global yang membaik, meredanya ketegangan perang dagang, dan tercapainya kesepakatan perdagangan antara pemerintah Indonesia dan AS, Mahendra Siregar berharap tercipta ruang optimalisasi kinerja intermediasi industri jasa keuangan. Hal ini khususnya berlaku bagi sektor prioritas dan sektor yang berpotensi mendapatkan dampak positif dari kepastian kesepakatan perdagangan tersebut. OJK berkomitmen penuh untuk mendukung kebijakan dan fasilitasi pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing industri dan merealisasikan peluang yang ada. Ini mencakup peningkatan peran lembaga jasa keuangan dalam skema pembiayaan untuk program prioritas pemerintah, dengan tetap berpegang pada prinsip manajemen risiko dan tata kelola yang baik.
Selain itu, OJK juga memfokuskan upaya pada penguatan ekosistem jasa keuangan yang sehat, inklusif, dan kompetitif, demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, Mahendra mengungkapkan bahwa OJK telah dan akan terus melakukan langkah-langkah deregulasi. “Untuk itu, OJK juga melakukan langkah-langkah deregulasi diantaranya di industri pegadaian, perusahaan pembiayaan, modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan lembaga jasa keuangan lainnya (PVML),” beber Mahendra. OJK juga memperkuat kerja sama pertukaran data dengan Kementerian Hukum untuk mendukung efektivitas pelaksanaan perizinan, pengawasan, serta menjaga integritas sistem jasa keuangan.
Sebagai langkah lanjutan, OJK sedang dalam proses penyusunan rancangan surat edaran OJK mengenai profesi penunjang di sektor jasa keuangan. Aturan ini merupakan ketentuan turunan dari POJK 5 tahun 2025 tentang profesi penunjang di sektor jasa keuangan. “Yang antara lain mengatur teknis kompetensi dan asosiasi profesi penunjang yang menyediakan jasa di sektor jasa keuangan,” tandas Mahendra Siregar, menegaskan komitmen OJK untuk memastikan profesionalisme dan integritas di seluruh lini sektor jasa keuangan.
Ringkasan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakinkan stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia tetap terjaga, diperkuat oleh laporan IMF yang menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia untuk 2025 dan 2026. IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 menjadi 4,8 persen dari 4,7 persen, dan mempertahankan proyeksi 4,8 persen untuk 2026.
Peningkatan proyeksi ini didorong oleh aktivitas ekonomi semester I 2025 yang lebih baik, tarif resiprokal AS yang lebih rendah, perbaikan likuiditas global, dan kebijakan fiskal yang akomodatif. Kesepakatan penurunan tarif antara Indonesia dan AS menjadi 19 persen juga meningkatkan daya saing Indonesia. OJK berkomitmen mendukung kebijakan pemerintah dan deregulasi di berbagai industri jasa keuangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.