KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri rentetan reli rekor tertingginya (All Time High/ATH) dan menutup perdagangan dengan pelemahan pada Jumat (15/8/2025). IHSG ditutup di zona merah, merosot 0,41% atau setara 32,87 poin, ke level 7.898,37.
Meski demikian, sepanjang sesi perdagangan Jumat (15/8/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat mencetak rekor baru dengan menembus level psikologis 8.000, bahkan menyentuh titik tertinggi di 8.017,06.
Menurut pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy, penguatan IHSG belakangan ini dinilai tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi fundamental pasar yang sebenarnya. Ia menjelaskan bahwa kenaikan indeks justru lebih banyak dipicu oleh kontribusi signifikan dari lima saham tertentu, yaitu PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), PT DCI Indonesia Tbk (DCII), PT Barito Pacific Tbk (BRPT), dan PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA).
Dengan demikian, Budi memproyeksikan pergerakan IHSG akan berada di kisaran 7.800, dengan potensi penguatan hingga 7.900 menjelang penutupan tahun. Menanggapi spekulasi mengenai adanya intervensi pihak tertentu untuk mendorong IHSG menembus level 8.000 bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Budi memilih untuk tidak berkomentar lebih jauh. “Silakan diinterpretasikan sendiri, karena saya tidak berani mengatakan ada pesanan tanpa bukti konkret,” ujar Budi kepada Kontan pada Jumat (15/8).
Di sisi lain, Laksono Widodo, Direktur Utama BRI Danareksa Sekuritas, yang dihubungi secara terpisah, mengemukakan adanya peluang signifikan untuk perbaikan kinerja di sejumlah sektor utama pada paruh kedua tahun 2025. Hal ini didasari oleh valuasi beberapa sektor yang saat ini dinilai tergolong murah. Optimisme ini didorong oleh sejumlah faktor fundamental, termasuk perbaikan kondisi makroekonomi, prospek peningkatan belanja pemerintah, serta likuiditas pasar yang kian membaik.
Ia memaparkan, sektor perbankan, misalnya, diproyeksikan akan sangat diuntungkan oleh membaiknya likuiditas, yang berpotensi mendorong peningkatan margin keuntungan. Sementara itu, sektor telekomunikasi berpeluang mengalami perbaikan pendapatan seiring dengan membaiknya tingkat persaingan dalam industri. Adapun sektor konsumer dan ritel diharapkan mendapatkan dorongan positif dari peningkatan belanja pemerintah, yang secara langsung akan memperkuat daya beli masyarakat dan pada gilirannya mendukung pemulihan penjualan para emiten di sektor ini.
“Proyeksi IHSG kami untuk akhir tahun 2025 adalah 7.960. Angka ini berpotensi terlampaui jika perbaikan fundamental terus berlanjut di bulan-bulan mendatang,” tegas Laksono kepada Kontan, Jumat (15/8).
Menyikapi arah pergerakan IHSG untuk pekan mendatang, Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas, mengungkapkan pihaknya tidak terlalu mengkhawatirkan potensi pelemahan pasar. Kecuali, kata Liza, jika terjadi peristiwa besar selama libur panjang akhir pekan yang secara historis seringkali dipicu oleh faktor eksternal, seperti isu terkait Donald Trump atau perkembangan di Amerika Serikat.
Di luar skenario tersebut, Liza menilai pergerakan IHSG saat ini lebih merupakan bentuk konsolidasi yang sehat dan wajar. Ia juga menyoroti adanya arus modal asing (capital inflow) yang mulai menunjukkan konsistensi. Hal ini terlihat dari catatan foreign net buy selama sepekan terakhir yang mencapai positif sekitar Rp 5 triliun. “Ini adalah sesuatu yang sudah lama tidak kita saksikan,” imbuh Liza kepada Kontan, Jumat (15/8), menggambarkan optimisme dari kembalinya aliran dana tersebut.
Lebih lanjut, Liza menuturkan bahwa masuknya sejumlah emiten Indonesia ke dalam indeks MSCI juga telah memberikan dorongan signifikan bagi pasar modal Tanah Air. Langkah ini, menurutnya, berpotensi memperluas investment pool Indonesia, mengukuhkan posisinya sebagai negara tujuan investasi yang menarik. “Dana asing kembali mengalir ke Indonesia, terutama seiring dengan masuknya perusahaan-perusahaan berkapitalisasi besar ke dalam indeks. Ini memberikan ruang yang cukup untuk peningkatan likuiditas di pasar,” tambah Liza.
Liza juga menambahkan bahwa strategi investor asing saat ini banyak menyasar pembelian dari sektor perbankan, khususnya saham-saham blue chip klasik yang selama ini dianggap tertinggal (laggard). Saham-saham ini dianggap krusial sebagai komponen portofolio berskala besar karena peran strategisnya sebagai tulang punggung IHSG dan pendorong utama pergerakan indeks.