mellydia.co.id JAKARTA – PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), emiten petrokimia yang dimiliki oleh Prajogo Pangestu, berhasil mencatatkan lonjakan kinerja keuangan yang mengejutkan pada semester I 2025. Meski membukukan laba bersih signifikan, sebagian besar pertumbuhan ini berasal dari keuntungan non-operasional, bukan dari kinerja inti perusahaan.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru, TPIA berhasil membalik keadaan dari kerugian sebesar US$ 46,62 juta pada periode yang sama tahun lalu menjadi laba bersih fantastis sebesar US$ 1,61 miliar. Sejalan dengan itu, pendapatan perusahaan juga melonjak drastis dari US$ 866,49 juta menjadi US$ 2,92 miliar. Transformasi kinerja keuangan ini menandai babak baru bagi Chandra Asri Pacific.
Direktur sekaligus Chief Financial Officer TPIA, Andre Kohr, menjelaskan bahwa pencapaian luar biasa ini didorong oleh akuisisi Aster Chemicals and Energy Pte. Ltd (Aster) dari Shell yang rampung pada 1 April 2025. Akuisisi strategis ini tidak hanya memperluas jangkauan bisnis TPIA ke sektor kilang, tetapi juga menjadi penentu utama lonjakan laba bersih perseroan. “Kontributor utama pencapaian ini adalah pencatatan keuntungan dari pembelian dengan harga rendah (bargain purchase accounting) atau negative goodwill yang berasal dari akuisisi tersebut,” ungkap Andre dalam keterbukaan informasi pada 31 Juli 2025. Dari aksi korporasi ini, TPIA meraup keuntungan signifikan senilai US$ 1,75 miliar.
Namun, di balik laba bersih yang melesat, akuisisi Aster juga membawa konsekuensi pada peningkatan beban pokok pendapatan TPIA. Angka ini melonjak tajam dari US$ 853,64 juta menjadi US$ 3,02 miliar. Lonjakan beban pokok pendapatan ini dipicu oleh integrasi nilai barang jadi milik Aster sebesar US$ 455,25 juta, kenaikan biaya bahan baku yang signifikan dari US$ 610,63 juta menjadi US$ 2,09 miliar, serta biaya pabrikasi yang meningkat dari US$ 104,54 juta menjadi US$ 207,96 juta.
Selain itu, beban keuangan perseroan juga membengkak sebesar 39,6% secara tahunan (year-on-year), dari US$ 77,22 juta menjadi US$ 107,80 juta. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh lonjakan bunga utang bank dari US$ 36,84 juta menjadi US$ 72,99 juta. Akibat berbagai peningkatan beban ini, TPIA justru mencatat rugi kotor sebesar US$ 99,51 juta, berbalik dari laba kotor US$ 12,84 juta pada periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini mengindikasikan adanya tekanan pada operasional inti perusahaan.
Para analis pasar memberikan pandangan kritis terhadap kinerja TPIA. Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menilai bahwa bisnis inti petrokimia TPIA masih menghadapi tekanan besar akibat kelebihan pasokan di pasar Asia dan margin produk yang tipis. Harga bahan baku berbasis naphta juga tetap tinggi, sementara permintaan global belum sepenuhnya pulih. Sebelum konsolidasi Aster, TPIA bahkan masih membukukan kerugian operasional sebesar US$ 23,58 juta pada kuartal I 2025. “Lonjakan laba TPIA terutama karena keuntungan non-operasional,” tegas Ekky, menekankan bahwa prospek TPIA akan sangat bergantung pada keberhasilan integrasi Aster dan perbaikan kinerja operasional yang berkelanjutan. Sentimen positif bisa datang dari peningkatan kapasitas aset baru, ekspansi melalui akuisisi pabrik plastik, serta posisi kas yang kuat. Namun, Ekky mengingatkan akan risiko yang tetap ada, seperti siklus petrokimia global yang masih lemah dan potensi tekanan biaya akibat aset-aset tua di Singapura.
Senada dengan Ekky, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, juga menyoroti tekanan pada margin TPIA. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh penurunan harga jual rata-rata, khususnya poliolefin, akibat lemahnya permintaan global dan tingginya harga bahan baku. Utilisasi pabrik juga turun menjadi 88% karena adanya perawatan dan rendahnya permintaan pasar. Wafi menyarankan TPIA untuk mengambil langkah-langkah strategis, antara lain meningkatkan pemanfaatan kapasitas pabrik untuk menurunkan biaya per unit, mencari bahan baku yang lebih murah atau kontrak jangka panjang yang stabil, serta memperbesar kontribusi produk bernilai tambah dan margin tinggi. Selain itu, Wafi juga menyarankan perluasan pasar ekspor, termasuk ke wilayah Asia Tenggara dan India, sebagai upaya diversifikasi dan peningkatan pendapatan.
Menanggapi potensi investasi pada saham TPIA, Ekky merekomendasikan sikap wait and see bagi investor. Sementara itu, Muhammad Wafi menilai valuasi TPIA saat ini tergolong mahal, dengan rasio price to book value mencapai 8,7 kali. Ia menyarankan investor untuk mempertimbangkan masuk pada kisaran harga yang lebih konservatif, yaitu sekitar Rp 8.500 per saham, untuk mendapatkan potensi pengembalian yang lebih optimal.
Ringkasan
PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) mencatatkan laba bersih signifikan pada semester I 2025, terutama didorong oleh keuntungan non-operasional dari akuisisi Aster Chemicals and Energy Pte. Ltd. Akuisisi ini menghasilkan keuntungan dari pembelian dengan harga rendah (negative goodwill) sebesar US$ 1,75 miliar, namun juga meningkatkan beban pokok pendapatan dan beban keuangan perusahaan.
Para analis menilai kinerja inti TPIA masih tertekan akibat kelebihan pasokan di pasar Asia dan margin produk yang tipis. Mereka merekomendasikan sikap wait and see bagi investor dan menyoroti pentingnya perbaikan kinerja operasional serta integrasi Aster yang berhasil untuk mendukung prospek TPIA ke depan, serta menyarankan investor untuk mempertimbangkan masuk pada harga yang lebih konservatif.