The Fed Pangkas Bunga: Rupiah Menguat? Prospek Dolar & Kurs

Posted on

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Peluang penurunan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve (The Fed) pada September mendatang semakin besar. Hal ini didorong oleh data inflasi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan perlambatan dan tekanan politik dari Presiden Donald Trump.

Inflasi AS, yang diukur melalui Consumer Price Index (CPI), naik 0,2% secara bulanan di Juli 2025 dan tetap stabil di 2,7% secara tahunan. Angka ini sesuai dengan ekspektasi pasar dan memberikan ruang bagi The Fed untuk mengambil langkah memangkas suku bunga.

Seruan untuk pemangkasan suku bunga bahkan datang dari Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang meminta penurunan sebesar 50 basis poin pada pertemuan September. Sementara itu, JPMorgan memprediksi The Fed akan memulai penurunan suku bunga bulan depan dan melanjutkannya hingga tiga kali lagi tahun ini.

Rupiah di Pasar Spot Pagi Ini Menguat ke Level Rp 16.261 per Dolar AS, Rabu (13/8)

Dampak potensial dari penurunan suku bunga The Fed terhadap nilai tukar rupiah juga menjadi sorotan. Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, memproyeksikan pelemahan dolar AS dan penguatan rupiah menuju level Rp 16.000 per dolar AS dalam beberapa minggu mendatang. Namun, ia menekankan bahwa besarnya pelemahan dolar AS sangat bergantung pada langkah-langkah The Fed dan dinamika politik di AS.

“Trump terus menyerang Jerome Powell dan menginginkan pemangkasan suku bunga. Jika The Fed bisa didikte atau Powell digantikan, maka proses penurunan suku bunga akan lebih mudah terjadi. Dengan asumsi 2–3 kali pemangkasan, indeks dolar bisa turun hingga sekitar 93,” jelas Lukman kepada Kontan.co.id, Rabu (13/8/2025).

Lukman juga menganalisis dampaknya terhadap mata uang lain. Dalam jangka pendek, euro, poundsterling, dan franc Swiss berpotensi menguat. Euro dinilai stabil karena inflasi dan suku bunganya terjaga, sementara poundsterling diuntungkan oleh inflasi dan upah tinggi meskipun ekonomi Inggris melemah. Franc Swiss dan yen Jepang akan mengandalkan sentimen safe haven, meskipun yen menghadapi risiko dari kebijakan tarif timbal balik di sektor otomotif. Sebaliknya, dolar Australia dipandang kurang menarik karena sikap dovish Bank Sentral Australia.

UU Kripto di AS Berpotensi Perkuat Otot Dolar AS, Begini Dampaknya ke Rupiah

Namun, Lukman mengingatkan bahwa pemangkasan suku bunga The Fed tidak otomatis memicu arus modal masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Investor akan tetap mencari investasi dengan nilai terbaik. Sentimen pasar modal AS masih menjadi faktor kunci, kecuali jika pemangkasan suku bunga disertai data ekonomi AS yang lemah. Lebih lanjut, campur tangan Trump dikhawatirkan membuat data ekonomi AS ke depan tidak dapat diandalkan.

Meskipun rupiah berpeluang menguat, risiko pembalikan arah dolar AS tetap ada jika data ekonomi AS membaik atau inflasi kembali naik. Oleh karena itu, perkembangan ekonomi AS dan kebijakan The Fed akan terus menjadi perhatian utama bagi pasar keuangan global.

Ringkasan

Peluang penurunan suku bunga acuan The Fed meningkat karena inflasi AS melambat (0,2% bulanan, 2,7% tahunan di Juli 2025) dan tekanan politik dari Presiden Trump. JPMorgan memprediksi tiga kali penurunan suku bunga tahun ini, sementara analis memproyeksikan penguatan rupiah hingga Rp 16.000 per dolar AS jika hal ini terjadi, meski dampaknya bergantung pada langkah The Fed dan dinamika politik AS.

Penguatan mata uang lain seperti euro, poundsterling, dan franc Swiss juga diprediksi, sementara dolar Australia cenderung melemah. Namun, penurunan suku bunga The Fed tidak menjamin arus modal masuk ke negara berkembang. Sentimen pasar modal AS dan data ekonomi AS tetap menjadi faktor penentu, dengan risiko pembalikan arah dolar AS jika data membaik atau inflasi naik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *