
mellydia.co.id – JAKARTA. Pasar kripto kembali menunjukkan gejolak, di mana harga Bitcoin terpantau merosot signifikan. Pada Selasa (18/11) pukul 12.40 WIB, Bitcoin (BTC) diperdagangkan di level US$ 90.190, setelah sebelumnya sempat jatuh ke kisaran US$ 90.000. Penurunan harga Bitcoin ini menjadi sorotan utama para investor kripto.
Koreksi yang dialami aset kripto utama ini cukup mendalam. Dalam sepekan terakhir, harga Bitcoin telah anjlok 14,30%, sementara dalam sebulan terakhir penurunannya tercatat mencapai 15,69%. Kondisi ini memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar mengenai arah pergerakan Bitcoin ke depan.
Christopher Tahir, Co-founder CryptoWatch sekaligus Pengelola Kanal Duit Pintar, berpendapat bahwa penurunan harga Bitcoin saat ini disebabkan oleh ketiadaan katalis pendorong yang kuat serta sentimen pesimisme dari pelaku pasar terkait potensi pemangkasan suku bunga The Fed. “Bisa saja ini sudah memasuki siklus bearish,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (18/11/2025). Christopher memproyeksikan, target harga Bitcoin bisa mencapai US$ 75.000 di akhir tahun ini.
Bitcoin Kian Loyo, Minim Katalis untuk Menyokong Harga di Akhir Tahun
Senada, Founder dan CEO TRIV, Gabriel Rey, menambahkan bahwa kondisi makroekonomi yang masih belum stabil menjadi pemicu utama merosotnya harga Bitcoin. Pasar juga masih menanti keputusan pemotongan suku bunga Amerika Serikat (AS) oleh The Fed, ditambah lagi dengan adanya liquidity crunch di pasar kripto. “ETF Bitcoin juga mengalami arus dana keluar yang cukup besar, sekitar US$ 492 juta,” ungkap Gabriel kepada Kontan, Selasa (18/11/2025).
Melihat dinamika pasar saat ini, Gabriel memperkirakan harga Bitcoin akan bergerak di rentang US$ 90.000 hingga US$ 120.000 sampai akhir 2026. Ia menambahkan, “Jika The Fed memangkas suku bunga, maka harga Bitcoin berpotensi menembus all time high (ATH) lagi.” Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter global masih menjadi faktor kunci penentu pergerakan harga Bitcoin di masa mendatang.
Ketika Bitcoin mengalami koreksi, mayoritas aset kripto lainnya, yang dikenal sebagai altcoin, juga cenderung ikut terkoreksi. Namun, Gabriel menjelaskan bahwa dampak penurunan pada masing-masing altcoin masih sangat bergantung pada narasi fundamental dan utilitas token tersebut.
95% Bitcoin Telah Ditambang: Apa Artinya bagi Masa Depan Harga dan Ekosistemnya?
Menyikapi anjloknya Bitcoin, Christopher Tahir belum memberikan rekomendasi untuk koin lain, mengingat potensi besar bahwa altcoin juga akan mengalami penurunan harga. “Untuk saat ini short term trading,” tuturnya, menyarankan kehati-hatian dalam transaksi jangka pendek.
Namun, Gabriel Rey menawarkan perspektif berbeda. Di tengah kondisi pasar yang menantang ini, ia melihat potensi pada sektor layer 1, stablecoin, dan decentralized finance (DeFi) yang patut dilirik oleh investor. Untuk sektor layer 1, Ethereum (ETH) dinilai menarik. Sementara itu, di sektor stablecoin, Gabriel menyebut Ethena dan Plasma sebagai pilihan. “Adapun hyperliquid dan aster saat ini tengah merajai sektor DeFi,” pungkas Gabriel, memberikan panduan bagi investor kripto yang mencari peluang di tengah ketidakpastian pasar.



