mellydia.co.id JAKARTA. Kinerja PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), salah satu pengembang properti terkemuka, terpantau mengalami perlambatan signifikan pada kuartal III-2025. Kondisi ini terutama dipicu oleh menurunnya pengakuan pendapatan proyek serta lemahnya daya beli konsumen di tengah tantangan ekonomi.
Kendati demikian, prospek BSDE dinilai tetap cerah dan menjanjikan hingga akhir 2025 serta sepanjang 2026. Optimisme ini akan kokoh ditopang oleh pengembangan infrastruktur township baru yang strategis dan dukungan potensial dari pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia, yang diharapkan dapat memberikan stimulus positif bagi sektor properti.
Secara rinci, BSDE membukukan pendapatan sebesar Rp 2,4 triliun pada kuartal III-2025, sebuah angka yang menunjukkan penurunan 35,7% dibandingkan kuartal sebelumnya (QoQ). Akumulasi pendapatan selama sembilan bulan pertama tahun 2025 juga terkoreksi 13,0% secara tahunan (YoY), mencapai Rp 8,8 triliun. Dampaknya, laba bersih yang diatribusikan kepada entitas induk turut melemah 49,53% YoY, menjadi Rp 1,36 triliun hingga kuartal III-2025, jauh di bawah capaian Rp 2,70 triliun pada periode yang sama tahun 2024. Kontribusi terbesar pendapatan, yakni 85,3% dari total, berasal dari pengembangan properti yang juga mencatatkan penurunan 14,6% YoY menjadi Rp 7,5 triliun.
Kinerja Bumi Serpong Damai (BSDE) Menyusut, Simak Rekomendasi Sahamnya
Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, menjelaskan bahwa kontraksi pendapatan BSDE pada kuartal III-2025 ini erat kaitannya dengan perlambatan serah terima (handover) penjualan properti dan tekanan permintaan akibat kondisi makroekonomi yang belum sepenuhnya kondusif. “Sentimen suku bunga KPR yang masih tinggi juga memengaruhi kecepatan penjualan pada kuartal tersebut,” ungkap Harry kepada Kontan, Kamis (13/11/2025).
Di sisi lain, Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas, berpandangan bahwa tekanan yang dialami BSDE di kuartal ketiga lebih disebabkan oleh penundaan waktu pengakuan pendapatan proyek, khususnya dari segmen pengembangan. “Ini bukan masalah demand, lebih ke pola serah-terima dan mix produk,” jelas Liza, menepis kekhawatiran akan penurunan fundamental permintaan properti.
Meskipun demikian, sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025, BSDE masih mendapatkan sokongan kuat dari recurring income yang stabil serta marketing sales yang tetap solid. Keunggulan ekosistem township yang semakin lengkap juga menjadi daya tarik tersendiri bagi calon pembeli properti. Selain itu, sentimen eksternal seperti tren penurunan suku bunga global dan perpanjangan insentif PPN DTP hingga 2027 turut menjaga momentum pembelian properti di pasar.
Pengembang properti ini juga aktif menyiapkan sejumlah fasilitas township baru yang akan menjadi katalisator penting bagi pertumbuhan di masa mendatang. Proyek-proyek tersebut mencakup EastVara Mall, Living World Grand Wisata, serta tol Serbaraja fase 1B yang akan menghubungkan BSD City Fase 3 ke JORR 1. Menurut Liza, pengembangan infrastruktur ini akan menjadi katalis positif jangka menengah yang signifikan, mengingat hal tersebut akan memperkuat valuasi kawasan dan meningkatkan daya tariknya.
Melihat ke depan, Liza menilai prospek BSDE pada tahun 2026 akan tetap positif, mengingat posisi perusahaan di segmen middle-up yang dikenal lebih tahan terhadap siklus ekonomi. Liza memproyeksikan, BSDE akan menunjukkan stabilitas pada 2026, didorong oleh backlog penjualan yang kuat serta pipeline produk baru yang menarik.
Harry Su mengamini pandangan tersebut, menegaskan bahwa operasional fasilitas township baru akan bertindak sebagai katalis positif bagi BSDE. Peningkatan daya tarik kawasan ini diharapkan akan mendorong permintaan properti residensial maupun komersial, menjaga outlook permintaan yang tetap resilient untuk segmen rumah tapak dan ruko.
Namun, Harry juga mengingatkan investor untuk mencermati beberapa sentimen potensial, seperti suku bunga KPR yang masih relatif tinggi, laju marketing sales yang cenderung melemah sejak kuartal III-2025, serta sentimen makro terkait konsumsi rumah tangga. Meskipun demikian, potensi pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia pada tahun 2026 berpeluang menjadi katalis positif bagi keseluruhan sektor properti secara luas.
Di akhir tahun 2025, Harry memproyeksikan pendapatan BSDE akan terkoreksi hingga 8% YoY, mengingat tingginya basis kinerja tahun lalu yang didukung insentif pajak. Namun, untuk tahun 2026, pendapatan Bumi Serpong Damai diperkirakan akan kembali menguat hingga 6% YoY. Dengan mempertimbangkan berbagai sentimen dan katalis tersebut, Harry melihat saham BSDE saat ini diperdagangkan dengan diskon lebih dari 80% terhadap NAV-nya, menjadikannya cukup atraktif untuk investasi jangka menengah. Oleh karena itu, Harry merekomendasikan “Beli” saham BSDE, dengan target harga Rp 1.100 per saham.
Senada, Liza juga berpendapat bahwa valuasi BSDE saat ini tergolong murah dibandingkan dengan nilai aset bersih (NAV) dan perusahaan sejenis (peers). Stok sahamnya dinilai masih lagging dibandingkan dengan emiten properti lain seperti PANI/CTRA, yang mengindikasikan adanya ruang untuk catch-up jika arus masuk investor asing terus berlanjut. Liza merekomendasikan “Beli” saham BSDE untuk horizon investasi 12 bulan ke depan.
Bumi Serpong Damai (BSDE) Jual Entitas Anak, Simak Rinciannya



