
Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, melontarkan peringatan serius mengenai potensi moral hazard yang mengintai di balik rencana pemerintah untuk menghapus utang iuran BPJS Kesehatan. Pernyataan tersebut disampaikan Abdul dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada Kamis, 13 November 2025, menyoroti kekhawatiran peserta akan sengaja menunggak iuran demi mengharapkan pemutihan di kemudian hari.
Diskusi mengenai rencana penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan ini masih terus bergulir. Abdul menyatakan bahwa Dewan Pengawas dan direksi BPJS Kesehatan saat ini masih menantikan kebijakan resmi dari pemerintah. Meski demikian, sejumlah catatan penting telah ia sampaikan terkait implikasi dari kebijakan tersebut.
Selain potensi kesengajaan menunggak, Abdul juga menyoroti kemungkinan timbulnya reaksi negatif dari para peserta yang selama ini patuh membayar iuran. Kebijakan pemutihan iuran ini, lanjutnya, juga dapat berdampak signifikan terhadap pendapatan BPJS Kesehatan. “Ada potensi kehilangan penerimaan iuran dari peserta yang menunggak,” tegas Abdul, menekankan dampak finansial yang mungkin terjadi.
Melihat kompleksitas masalah ini, Abdul berharap agar kebijakan pemutihan iuran BPJS Kesehatan dapat menyasar peserta yang benar-benar tepat dan membutuhkan. Oleh karena itu, ia menekankan urgensi koordinasi yang solid antarlembaga pemerintah, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan, demi tercapainya keselarasan kebijakan.
Manajemen risiko juga menjadi perhatian utama, khususnya terkait aspek hukum dan akuntabilitas. Abdul mengingatkan adanya perbedaan persepsi mengenai keuangan negara dan ketentuan penghapusan utang. “Jangan sampai kita melakukan pemutihan iuran ini nanti ujung-ujungnya jadi tumpuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” pesannya, menggarisbawahi pentingnya kehati-hatian dalam setiap langkah yang diambil.
Untuk mengantisipasi berbagai potensi risiko, Abdul memberikan sejumlah rekomendasi kepada Direksi BPJS Kesehatan. Pertama, ia menekankan perlunya sosialisasi yang masif dan intensif mengenai konsep penghapusan iuran sesuai kebijakan pemerintah. Abdul juga menyarankan agar pemerintah tidak selalu memberikan pemutihan iuran kepada peserta, guna menghindari kebiasaan menunggak.
Kedua, pemerintah harus memastikan akurasi data peserta prioritas yang akan menerima penghapusan iuran. Selanjutnya, koordinasi erat antar pemangku kepentingan sangat krusial untuk menyamakan persepsi dan pengetahuan terkait konsep pemutihan iuran agar tidak menimbulkan kebingungan di kemudian hari.
Abdul juga memaparkan bahwa kelompok peserta BPJS Kesehatan yang paling banyak menunggak iuran adalah peserta bukan penerima upah (PBPU). Ia berharap agar peserta PBPU dapat dialihkan menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI), sehingga pemerintah dapat menanggung biaya pembiayaannya. Harapan besar juga disematkan agar regulasi mengenai penghapusan iuran BPJS Kesehatan dapat segera diterbitkan, mengingat wacana ini telah digaungkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhaimin Iskandar.



