mellydia.co.id JAKARTA – Kinerja emiten-emiten di bawah naungan Grup Merdeka masih menghadapi tantangan, namun langkah ekspansi agresif yang terus digulirkan diyakini akan menjadi pendorong positif bagi kelangsungan usaha jangka panjang. Meskipun ada beberapa dinamika di periode terkini, prospek pertumbuhan jangka panjang tetap menjadi fokus utama perusahaan pertambangan terkemuka ini.
Merujuk pada keterangan tertulis, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) mencatat penurunan pendapatan belum diaudit sebesar 22% secara year on year (yoy), mencapai angka US$ 1,29 miliar hingga kuartal III-2025. Penurunan ini sebagian besar dipengaruhi oleh pelemahan segmen nikel dan tembaga di pasar global. Namun demikian, kontribusi yang meningkat dari segmen emas berhasil sedikit mengimbangi dampak negatif tersebut, menunjukkan diversifikasi portofolio Grup Merdeka.
Dampak negatif pada segmen nikel juga tercermin dari anak usaha MDKA, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), yang mengalami penurunan pendapatan belum diaudit sebesar 32% yoy, menjadi US$ 935 juta pada kuartal III-2025. Sementara itu, PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) belum merilis capaian pendapatannya untuk periode yang sama, mengindikasikan fokus pada tahapan pengembangan proyek.
Dari sisi operasional, MDKA menunjukkan capaian produksi mineral yang signifikan. Hingga kuartal III-2025, perusahaan ini mencatatkan volume produksi emas dari Tambang Emas Tujuh Bukit sebesar 25.338 ons troi. Di samping itu, Tambang Tembaga Wetar berhasil menghasilkan tembaga sebanyak 3.228 ton, menegaskan peran vitalnya dalam pasokan mineral strategis.
Sejalan dengan itu, MBMA juga membukukan produksi yang substansial. Perusahaan ini mencatatkan produksi bijih saprolit sebesar 2 juta wet metric ton (wmt) dan bijih limonit sebanyak 5,6 juta wmt hingga kuartal III-2025. Tak hanya itu, MBMA juga memproduksi 7.181 ton nikel dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan 251.715 ton asam sulfat dari pabrik Acid Iron Metal (AIM) miliknya, menunjukkan integrasi vertikal yang kuat dalam rantai nilai baterai.
Di sisi lain, EMAS terus menunjukkan progres positif dalam pengembangan proyek andalannya. Proyek Emas Pani, setelah penawaran umum perdana (IPO) pada September lalu, telah mencapai progres konstruksi di level 83%. Produksi emas perdana dari Tambang Emas Pani ditargetkan akan dimulai pada kuartal I-2026, yang diharapkan akan menjadi pendorong kinerja signifikan bagi Grup Merdeka.
Ekky Topan, seorang Investment Analyst dari Infovesta Utama, mengemukakan bahwa penurunan kinerja keuangan emiten Grup Merdeka sebagian besar dipengaruhi oleh pelemahan harga komoditas mineral, khususnya nikel. Ia menambahkan bahwa beberapa proyek unggulan, seperti Tambang Tembaga Tujuh Bukit milik MDKA dan Tambang Emas Pani milik EMAS, masih dalam tahap pengembangan dan belum mampu memberikan kontribusi penuh terhadap pendapatan perusahaan.
Meskipun demikian, Ekky tetap memproyeksikan prospek kinerja MDKA, MBMA, dan EMAS akan tetap positif, meski pemulihannya diperkirakan bertahap. Segmen emas diproyeksikan akan menjadi penopang utama kinerja grup, terutama setelah Proyek Pani milik EMAS mulai berproduksi pada kuartal I-2026. Selain itu, proyek-proyek besar seperti Tambang Tembaga Tujuh Bukit milik MDKA dan Smelter High Pressure Acid Lead (HPAL) milik MBMA akan secara signifikan memperkuat struktur bisnis jangka panjang Grup Merdeka. “Namun, dalam jangka pendek, masih ada tekanan terhadap arus kas dan beban keuangan,” ungkap Ekky pada Selasa (11/11/2025).
Senada dengan itu, Analis BRI Danareksa Sekuritas, Reza Diofanda, menilai bahwa ketika seluruh proyek strategis tersebut sudah beroperasi, Grup Merdeka akan sangat diuntungkan berkat bertambahnya sumber pendapatan yang stabil. Namun, Reza juga mengingatkan bahwa dalam fase ekspansi ini, ada beberapa risiko yang perlu diwaspadai Grup Merdeka. “Di antaranya adalah risiko pendanaan dan beban keuangan akibat tingginya belanja modal (capex), potensi keterlambatan proyek, dan volatilitas harga komoditas,” imbuh Reza pada kesempatan yang sama.
Menimpali pandangan tersebut, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty, optimis bahwa pendapatan dan laba bersih emiten Grup Merdeka berpeluang tumbuh kembali, terutama setelah beban investasi mulai berkurang. Arinda memandang bahwa proyek-proyek vital seperti Tambang Tembaga Tujuh Bukit, Smelter HPAL, dan Tambang Emas Pani bukan sekadar ekspansi biasa. Melainkan, proyek-proyek ini merupakan upaya strategis Grup Merdeka untuk tampil sebagai salah satu perusahaan tambang terintegrasi terbesar di Indonesia.
Untuk para investor, Arinda menyebut bahwa saham MDKA dan MBMA dapat dipertimbangkan, dengan target harga saham masing-masing di level Rp 3.000 per saham dan Rp 725 per saham. Ekky juga menambahkan bahwa saham-saham Grup Merdeka masih layak dipertimbangkan untuk jangka menengah dan panjang. Saham MDKA ditargetkan bergerak ke level Rp 3.000 per saham dalam jangka menengah, sementara MBMA berpotensi melanjutkan kenaikan harga ke kisaran Rp 850–Rp 950 per saham. Adapun saham EMAS berpeluang menuju level Rp 5.000 per saham, menawarkan potensi keuntungan yang menarik. Di lain pihak, Reza merekomendasikan buy on weakness untuk saham MDKA, MBMA, dan EMAS, menggarisbawahi potensi nilai jangka panjangnya.
Ringkasan
Grup Merdeka menghadapi tantangan kinerja keuangan pada Q3 2025 akibat penurunan harga komoditas, terutama nikel, yang mempengaruhi pendapatan MDKA dan MBMA. Meskipun demikian, ekspansi agresif dan peningkatan kontribusi dari segmen emas sedikit mengimbangi dampak negatif. Proyek-proyek strategis seperti Tambang Emas Pani milik EMAS yang ditargetkan berproduksi pada Q1 2026, diharapkan menjadi pendorong kinerja yang signifikan.
Analis memproyeksikan prospek positif untuk MDKA, MBMA, dan EMAS dalam jangka menengah dan panjang, meskipun pemulihan diperkirakan bertahap. Saham MDKA dan MBMA direkomendasikan untuk dipertimbangkan, dengan target harga masing-masing di level Rp 3.000 dan Rp 725 per saham. EMAS juga berpotensi menuju level Rp 5.000 per saham. Investor disarankan untuk mempertimbangkan risiko pendanaan, keterlambatan proyek, dan volatilitas harga komoditas.



