mellydia.co.id, JAKARTA — Rencana pemerintah untuk menyederhanakan nilai mata uang rupiah, atau yang dikenal sebagai redenominasi dengan menghapus tiga angka nol di belakangnya, kembali mencuat. Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana potensi dampaknya terhadap dinamika pasar saham Indonesia?
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah serius mengusulkan redenominasi rupiah ini melalui jalur legislasi, yakni pembentukan Undang-Undang (UU). Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah ini dapat disahkan pada tahun 2026. Upaya strategis ini bahkan telah tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2025-2029, yang disahkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025 pada Oktober 2025 lalu.
Dalam regulasi tersebut, Menkeu Purbaya menggarisbawahi urgensi RUU Redenominasi Rupiah. Menurutnya, langkah ini krusial untuk mencapai efisiensi perekonomian melalui peningkatan daya saing nasional. Selain itu, redenominasi diharapkan dapat menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian negara, serta memelihara nilai rupiah yang stabil, yang pada gilirannya akan menjamin terjaganya daya beli masyarakat secara keseluruhan.
Menanggapi wacana ini, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, menjelaskan bahwa redenominasi sejatinya hanyalah sebuah bentuk penyederhanaan jumlah digit nominal. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa secara fundamental, redenominasi tidak akan secara signifikan memengaruhi pasar saham Indonesia. “Dampak utamanya lebih ke arah psikologis dan administratif,” ujar Rully kepada Bisnis pada Senin (10/11/2025).
Secara teknis di Bursa Efek Indonesia, Rully menilai bahwa redenominasi tidak akan menimbulkan kerumitan atau kekacauan pasar. Hal ini lantaran sistematika perdagangan saham telah berjalan secara otomatis, sehingga hanya diperlukan penyesuaian sistem. Lebih lanjut, Rully menambahkan bahwa redenominasi rupiah berpotensi membawa dampak positif jika dikaitkan dengan stabilitas ekonomi secara menyeluruh, serta dapat memperkuat kepercayaan investor asing terhadap perekonomian Indonesia.
Senada dengan pandangan tersebut, WM Market Research Head Bank CIMB Niaga, Lanjar Nafi, menegaskan bahwa redenominasi rupiah pada dasarnya merupakan aksi korporasi negara yang bersifat administratif. Tujuannya adalah menyederhanakan penyebutan nilai mata uang atau menghilangkan beberapa angka nol, tanpa mengubah nilai intrinsik perusahaan atau total investasi yang ada di pasar modal. “Bagi pasar saham, dampaknya netral secara nilai karena tidak mengubah nilai dasar perusahaan atau nilai total investasi. Harga saham, fraksi harga, dan level IHSG tentu akan disesuaikan secara proporsional,” jelas Lanjar kepada Bisnis pada Senin (10/11/2025).
Di sisi lain, meskipun nilai fundamental tidak berubah, Lanjar mengakui bahwa redenominasi dapat memicu sentimen psikologis positif. Mata uang yang terlihat lebih sederhana sering kali dipersepsikan sebagai lebih kuat, bernilai, dan stabil, yang dapat meningkatkan kepercayaan investor di masa depan. Selain itu, proses pencatatan akuntansi dan transaksi di pasar modal juga diharapkan menjadi lebih efisien dan sederhana dengan adanya penyederhanaan ini.
Namun, Lanjar mengingatkan bahwa sentimen positif dari redenominasi biasanya bersifat jangka pendek. Prospek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam jangka panjang akan tetap sangat bergantung pada faktor-faktor fundamental ekonomi. Ini termasuk pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), kinerja laba bersih emiten, arah suku bunga, tingkat inflasi, stabilitas politik dalam negeri, hingga sentimen pasar global yang terus berkembang.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.



