Remitansi pekerja migran Indonesia menunjukkan angka yang substansial, dengan catatan US$ 8,4 miliar atau sekitar Rp 136 triliun hingga kuartal II 2025, menurut Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Mukhtarudin. Angka ini melanjutkan tren positif dari tahun sebelumnya, di mana remitansi pekerja migran pada 2024 mencapai US$ 15,7 miliar, setara dengan Rp 253 triliun.
Meskipun kontribusi remitansi pekerja migran pada 2024 menyumbang 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, Mukhtarudin mengakui bahwa posisi Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Filipina. Ia menyoroti bahwa Filipina berhasil mencatat remitansi hingga Rp 600 triliun pada tahun 2024, yang mengesankan karena menyumbang 30 persen dari PDB-nya. Perbandingan ini disampaikan Mukhtarudin dalam sambutannya pada acara Edukasi Keuangan bagi Pekerja Migran Indonesia di Puri Ardhya Garini, Jakarta Timur, Senin, 10 November 2025.
Menurut Mukhtarudin, tingginya sumbangsih remitansi pekerja migran terhadap PDB Filipina tidak terlepas dari sistem pendidikan pekerja migran yang sudah terstruktur dengan baik. Pemerintah Filipina diketahui telah mengintegrasikan edukasi mengenai pekerja migran sejak jenjang sekolah dasar, sebuah langkah strategis yang berkontribusi pada peningkatan kapasitas dan produktivitas mereka.
Melihat keberhasilan tersebut, pemerintah Indonesia menyatakan komitmennya untuk memulai langkah serupa. Salah satu inisiatif kunci adalah dengan mengintegrasikan edukasi tentang pekerja migran ke dalam kurikulum Sekolah Rakyat. Mukhtarudin menjelaskan bahwa melalui “Sekolah Rakyat nanti kita akan insert kurikulum silabus tentang kelas migran, dalam rangka menjawab masalah peningkatan kapasitas pekerja migran Indonesia,” ujarnya, menekankan pentingnya mempersiapkan pekerja migran sejak dini.
Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi, menambahkan perspektif mengenai data terkini. Ia menyebutkan bahwa dari total 3,9 juta pekerja migran pada 2024, rata-rata remitansi yang dikirimkan ke Indonesia mencapai Rp 64 juta per tahun. Data OJK juga merinci alokasi penggunaan remitansi tersebut, di mana 48 persen dialokasikan untuk kebutuhan sehari-hari, 21 persen untuk investasi, 7 persen untuk tabungan, 5 persen untuk bisnis, dan 9 persen untuk kebutuhan lainnya.
Friderica menegaskan bahwa arus remitansi pekerja migran yang melampaui Rp 250 triliun per tahun ini membuka peluang yang sangat besar bagi industri jasa keuangan nasional. “Artinya, seluruh pelaku industri, baik perbankan, pegadaian, asuransi, maupun lembaga keuangan mikro, punya tanggung jawab besar untuk meningkatkan literasi dan juga terutama inklusi,” tuturnya di Puri Ardhya Garini, menyoroti peran krusial sektor keuangan dalam mengoptimalkan potensi ekonomi para pekerja migran.
Pilihan Editor: Biaya dalam Ekonomi Remitansi Pekerja Migran
Ringkasan
Menteri P2MI, Mukhtarudin, menyatakan bahwa remitansi pekerja migran Indonesia mencapai US$ 8,4 miliar pada kuartal II 2025, melanjutkan tren positif dari tahun 2024 sebesar US$ 15,7 miliar. Meskipun demikian, kontribusi remitansi terhadap PDB Indonesia masih tertinggal dibandingkan Filipina, yang mencapai 30% dari PDB mereka.
Pemerintah Indonesia berencana mengintegrasikan edukasi tentang pekerja migran ke dalam kurikulum Sekolah Rakyat untuk meningkatkan kapasitas pekerja migran. Data OJK menunjukkan bahwa rata-rata remitansi per pekerja migran pada tahun 2024 adalah Rp 64 juta, dengan alokasi terbesar untuk kebutuhan sehari-hari. Arus remitansi yang besar ini membuka peluang bagi industri jasa keuangan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan bagi pekerja migran.



