Grup Triputra menunjukkan performa finansial yang cemerlang sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025, dengan mayoritas emitennya berhasil mencatatkan peningkatan pendapatan dan laba bersih yang signifikan. Kinerja impresif ini didukung oleh berbagai faktor, mulai dari kenaikan harga komoditas hingga strategi bisnis yang solid di tengah tantangan ekonomi.
PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) memimpin dengan pendapatan dari kontrak pelanggan sebesar Rp 8,20 triliun hingga kuartal III 2025. Angka ini melonjak 31,48% dari Rp 6,24 triliun pada periode yang sama tahun 2024. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih TAPG juga melesat 65,69% menjadi Rp 2,67 triliun, dibandingkan Rp 1,61 triliun pada September 2024.
Tak kalah moncer, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) membukukan pendapatan konsolidasi Rp 8,9 triliun, tumbuh 25% secara tahunan (YoY), dengan laba bersih mencapai Rp 1,3 triliun, naik 51% YoY. Direktur Utama DSNG, Andrianto Oetomo, menjelaskan bahwa performa positif ini ditopang oleh kenaikan harga jual rata-rata (ASP) seluruh produk utama. ASP CPO naik 16,3% YoY, Palm Kernel melesat 80,5%, dan PKO tumbuh 82,8%, sementara volume penjualan naik sekitar 5%. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) meningkat 4% YoY menjadi 1,6 juta ton, dengan produksi CPO naik 3,9% YoY. “Kualitas produk tetap terjaga, dengan Free Fatty Acid (FFA) stabil di 3% dan Oil Extraction Rate (OER) di 23,37%,” ungkapnya dalam keterangan resmi tanggal 24 Oktober 2025.
Sementara itu, PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) mengantongi pertumbuhan pendapatan sebesar 21% YoY menjadi Rp 4,41 triliun. Kenaikan pendapatan tersebut turut mendongkrak laba bersih sebesar 63,91% YoY, dari Rp 212,67 miliar menjadi Rp 348,59 miliar. Direktur Utama ASSA, Prodjo Sunarjanto, menyatakan bahwa hasil positif ini mencerminkan konsistensi strategi pertumbuhan berkelanjutan yang dijalankan perseroan melalui tiga pilar bisnis utamanya. “Sambil terus memperkuat bisnis logistik, kami juga menjaga pertumbuhan sehat dari segmen rental korporasi dan ekosistem kendaraan bekas melalui anak usaha kami, PT Autopedia Sukses Lestari Tbk (ASLC),” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (21/10/2025).
Di sektor komponen otomotif, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membukukan penjualan sebesar Rp 4,39 triliun, naik 9,20% YoY, serta peningkatan laba bersih 1,69% YoY ke Rp 428,11 miliar. President Director Dharma Polimetal Irianto Santoso menyoroti bahwa capaian tersebut berbanding terbalik dengan tren industri otomotif nasional yang masih lesu, di mana penjualan kendaraan bermotor domestik hingga September 2025 turun 11,28% menjadi 561.819 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menurut data GAIKINDO. “Keberhasilan perseroan meraih kinerja solid di situasi sulit ini terjadi berkat strategi diversifikasi produk serta efisiensi di lini manufaktur yang turut memperkuat profitabilitas,” katanya.
Terakhir, PT Kirana Megatama Tbk (KMTR) juga mencatatkan kinerja positif dengan kenaikan pendapatan 23,3% YoY ke Rp 10,14 triliun per kuartal III 2025. Sejalan dengan itu, laba bersih KMTR juga naik 62,5% YoY ke Rp 208,5 miliar, dari Rp 128,33 miliar per kuartal III 2024.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty, berpandangan bahwa kinerja positif kelima emiten ini umumnya disebabkan oleh kombinasi perbaikan operasional, efisiensi biaya, dan faktor eksternal yang mendukung. TAPG, misalnya, mencatat kenaikan laba berkat peningkatan volume produksi dan harga jual CPO, serta efisiensi di segmen karet. DSNG juga diuntungkan oleh harga CPO yang lebih stabil dan produktivitas kebun yang meningkat, menjaga margin laba tetap terjaga. Sementara itu, ASSA mengalami perbaikan kinerja karena meningkatnya aktivitas ekonomi yang mendorong permintaan layanan transportasi dan logistik, termasuk bisnis lelang kendaraan dan jasa driver. DRMA meraih pertumbuhan pendapatan berkat peningkatan permintaan komponen otomotif dari produsen kendaraan yang mulai pulih setelah tekanan global. Terakhir, KMTR diuntungkan oleh peningkatan permintaan ekspor karet serta harga jual crumb rubber yang lebih baik di pasar dunia. “Secara keseluruhan, kenaikan kinerja lebih banyak berasal dari faktor operasional dan momentum industri yang sedang kondusif, terutama di sektor komoditas dan manufaktur otomotif,” katanya kepada Kontan, Jumat (7/11/2025).
Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, Fath Aliansyah, melihat bahwa TAPG dan DSNG masih memiliki kinerja yang bagus dan potensi untuk melanjutkan momentum positif di tahun depan. “Sentimen positif bagi TAPG dan DSNG berasal dari dalam dan luar negeri, sentimennya tergolong menarik. Pelemahan harga saham nantinya bisa dijadikan entry point,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (9/11/2025). Katalis tambahan datang dari tergabungnya kedua saham CPO ini dalam indeks MSCI Indonesia. DSNG masuk ke MSCI Indonesia Small Cap Index dalam rebalancing edisi November 2025, sementara TAPG sudah tergabung sejak rebalancing edisi Agustus lalu. “Tergabung dengan MSCI itu katalis tambahan. Namun, saham perusahaan CPO memang banyak yang undervalued dan belum bergerak signifikan beberapa tahun terakhir,” tambahnya.
Di sisi non-komoditas, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, menyatakan bahwa ASSA, DRMA, dan KMTR juga menunjukkan tren solid. ASSA diuntungkan pemulihan permintaan logistik dan rental kendaraan, dengan utilisasi armada meningkat dan margin membaik. DRMA, sebagai produsen komponen otomotif, menikmati kenaikan volume dari segmen replacement dan OEM. Sementara KMTR ikut terdorong oleh rebound permintaan ban dan aktivitas industri kendaraan niaga. “Secara keseluruhan, performa grup ini bukan hanya karena faktor makro, tapi juga hasil eksekusi manajemen yang konsisten dan diversifikasi sektor yang matang,” ujarnya kepada Kontan, Jumat.
Prospek dan Rekomendasi
Arinda Izzaty menilai, prospek kelima emiten tersebut secara umum masih positif hingga akhir 2025. Namun, tingkat keberlanjutannya hingga 2026 akan sangat bergantung pada stabilitas harga komoditas dan kondisi ekonomi global. Untuk TAPG dan DSNG, kinerja diperkirakan tetap kuat jika harga CPO bertahan di level tinggi serta kebijakan ekspor dan insentif biodiesel tetap mendukung. Kendati demikian, risiko pelemahan bisa muncul bila harga minyak nabati global melemah atau biaya pupuk kembali naik.
Kinerja KMTR masih memiliki prospek baik selama permintaan karet dari industri ban dunia terjaga, tetapi tetap rentan terhadap penurunan permintaan ekspor akibat perlambatan ekonomi Tiongkok dan Amerika Serikat (AS). Di sisi lain, DRMA akan terus diuntungkan oleh peningkatan produksi otomotif domestik dan diversifikasi ke komponen kendaraan listrik, meskipun tekanan biaya bahan baku dan nilai tukar bisa menjadi risiko. ASSA berpotensi mempertahankan tren pertumbuhan melalui ekspansi bisnis logistik dan layanan digitalnya, selama biaya pendanaan dan inflasi tetap terkendali. “Sementara, sentimen negatifnya meliputi volatilitas harga komoditas, perubahan kebijakan ekspor, serta ketidakpastian ekonomi global yang bisa menekan margin keuntungan,” kata Arinda.
Secara valuasi, Arinda menyebut sebagian besar saham ini masih diperdagangkan di kisaran harga wajar hingga undervalued dibandingkan kinerjanya. TAPG memiliki price to earning ratio (PER) sekitar 9x–10x, mencerminkan valuasi menarik untuk emiten agribisnis dengan laba stabil. DSNG diperdagangkan di PER 10x–12x, sejalan dengan rata-rata industri, sehingga masih layak dikoleksi bila harga CPO tidak anjlok. ASSA berada di kisaran PER 9x, relatif murah untuk sektor jasa transportasi yang sedang ekspansi digital, meskipun sensitivitas terhadap biaya pembiayaan perlu diperhatikan. DRMA memiliki valuasi rendah dengan PER 8x, menandakan potensi undervaluasi jika permintaan otomotif tetap tumbuh dan margin terjaga. Sementara itu, KMTR menjadi yang paling murah dengan PER sekitar 5x, memberikan potensi upside terbesar jika harga karet dunia bertahan.
Dengan mempertimbangkan valuasi dan prospek industri, saham TAPG dan DSNG cocok untuk investor defensif yang mengincar stabilitas dan dividen. Sedangkan KMTR dan DRMA menarik bagi investor yang mencari potensi pertumbuhan berbasis siklus industri. “ASSA bisa menjadi pilihan moderat untuk bermain di sektor transportasi-logistik yang tengah pulih, meski eksposurnya terhadap suku bunga perlu diwaspadai,” imbuh Arinda.
Sukarno Alatas memandang bahwa momentum positif masih berlanjut untuk emiten Grup Triputra sampai akhir 2025. Sentimen positif berasal dari tren suku bunga turun, ekspor solid, dan belanja korporasi yang meningkat. “Risiko utama tetap di fluktuasi harga komoditas, tekanan biaya logistik, dan potensi normalisasi permintaan pada 2026,” ungkapnya. Dari sisi valuasi saham, emiten Grup Triputra tergolong masih undervalued dengan PER yang diperdagangkan di bawah 15x. “Mayoritas menarik dicermati, terutama saham yang memiliki rasio return on equity (ROE) di atas 15% dan debt to equity ratio (DER) di bawah 1x,” ujarnya. Sukarno pun merekomendasikan beli untuk TAPG, ASSA, dan DRMA dengan target harga masing-masing Rp 2.210 per saham, Rp 1.230 per saham, dan Rp 1.300 per saham.
Ringkasan
Grup Triputra mencatatkan kinerja finansial yang solid selama sembilan bulan pertama tahun 2025, dengan peningkatan pendapatan dan laba bersih yang signifikan pada mayoritas emitennya. Kinerja ini didorong oleh kenaikan harga komoditas dan strategi bisnis yang efektif. Beberapa emiten seperti TAPG, DSNG, ASSA, DRMA, dan KMTR mencatatkan pertumbuhan yang signifikan dalam pendapatan dan laba bersih, didukung oleh faktor internal dan eksternal.
Analis merekomendasikan saham TAPG, ASSA, dan DRMA untuk dibeli, dengan target harga masing-masing Rp 2.210, Rp 1.230, dan Rp 1.300 per saham. Prospek positif dipengaruhi oleh stabilitas harga komoditas, kondisi ekonomi global yang mendukung, dan potensi pertumbuhan di sektor transportasi-logistik. Investor disarankan mempertimbangkan profil risiko dan tujuan investasi masing-masing dalam memilih saham.


