
Kekalahan pahit 1-2 Bali United atas Bhayangkara Presisi Lampung FC di pekan ke-12 BRI Super League 2025/26 tak hanya menyisakan duka, namun juga memicu ledakan kekecewaan dari gelandang andalan Serdadu Tridatu, Jordy Bruijn. Bermain di Stadion Sumpah Pemuda pada Jumat (7/11), Bruijn secara terang-terangan melampiaskan kemarahannya terhadap kepemimpinan wasit Pipin Indra Pratama, yang dinilai merugikan timnya sepanjang pertandingan.
Pemain asal Belanda ini tak menampik bahwa Bali United mengawali pertandingan dengan kurang meyakinkan dan baru menemukan ritme tekanan di babak kedua. Namun, menurutnya, situasi di lapangan menjadi kian pelik dan merugikan tim akibat serangkaian keputusan sang pengadil lapangan yang dianggap tidak adil. “Kami memang memulai laga kurang baik dan baru bisa menekan di babak kedua. Tapi situasi jadi makin berat karena wasit kurang baik dalam memimpin pertandingan,” ungkap Bruijn, merujuk pada performa tim dan kepemimpinan wasit, seperti dikutip dari laman resmi klub, baliutd.com.
Ironisnya, laga krusial ini sudah dilengkapi dengan teknologi Video Assistant Referee (VAR), sebuah sistem yang diharapkan mampu meminimalisir kesalahan wasit. Tim wasit lapangan yang dipimpin Pipin Indra Pratama dibantu oleh asisten Fuad Rizky dan Dimas Tantowi, serta ofisial keempat Yoko Suprianto. Sementara itu, di ruang VAR, bertugas Armin Dwi Suryatin dan Adi Nanda. Namun, kehadiran teknologi canggih ini ternyata tidak serta-merta menghilangkan kontroversi, malah justru memicu pertanyaan besar terkait objektivitas keputusan di lapangan.
Jordy Bruijn secara khusus menyoroti dua insiden krusial yang dianggapnya menjadi biang kerok kekalahan Bali United. Pertama, ia mempertanyakan validitas gol pembuka lawan, yang menurutnya seharusnya dianulir karena adanya pelanggaran jelas terhadap Thijmen sebelum bola bersarang di gawang. Kedua, dan ini yang paling menyakitkan, adalah keputusan di babak kedua ketika Tim Receveur justru diganjar kartu kuning kedua dan harus keluar lapangan. Padahal, Bruijn menegaskan, Tim Receveur lah yang menjadi korban pelanggaran hingga kakinya bengkak dan berdarah. “Itu menyakitkan dan tidak masuk akal,” tegas Bruijn, menggambarkan betapa frustrasinya ia terhadap situasi tersebut.
Akibat kekalahan ini, ambisi Serdadu Tridatu untuk kembali merangsek ke papan atas klasemen BRI Super League menjadi semakin berat. Performa tim asuhan Stefano Cugurra ini menunjukkan grafik inkonsistensi, dengan catatan tiga kekalahan dari lima laga terakhir, sebuah indikasi bahwa fokus dan ketajaman yang sempat mereka perlihatkan di awal musim mulai memudar.
Meskipun demikian, Jordy Bruijn menegaskan bahwa kekecewaan ini tidak akan melumpuhkan semangat tim. Ia memastikan bahwa Bali United akan segera bangkit dan mengalihkan fokus penuh ke pertandingan berikutnya. Serdadu Tridatu dijadwalkan akan menjamu Persis Solo di markas kebanggaan mereka, Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, pada pekan depan. “Kami harus segera melupakan pertandingan ini dan belajar dari kesalahan. Masih banyak laga di depan, dan kami harus tetap fokus,” pungkas Bruijn, menyiratkan tekad kuat untuk membalikkan keadaan.
Kekalahan dramatis dari Bhayangkara FC ini, dengan segala kontroversi kepemimpinan wasit yang menyertainya, menjadi pengingat pahit bagi Bali United. Mereka diingatkan bahwa kesuksesan di lapangan hijau tidak hanya bertumpu pada strategi matang dan kerja keras tim semata, melainkan juga pada kemampuan untuk menjaga konsistensi dan mentalitas dalam menghadapi segala dinamika pertandingan, termasuk keputusan kontroversial yang terkadang sulit diterima.



