
Bonek, suporter setia Persebaya Surabaya, kembali menunjukkan kekecewaan yang memuncak. Hasil imbang 1-1 melawan Persik Kediri pada pekan ke-12 Super League 2025/2026 di Stadion Gelora Joko Samudro, Jumat (7/11), memicu gelombang amarah dan ultimatum keras terhadap pelatih Eduardo Perez, terutama menjelang laga krusial kontra Arema FC. Media sosial Persebaya Surabaya pun langsung dibanjiri kritik pedas dari para penggemar.
Sejatinya, pertandingan kali ini berjalan cukup intens, di mana kedua tim saling berbalas serangan sejak menit awal. Namun, permasalahan klasik Persebaya, yakni efektivitas lini serang, kembali mencuat. Hal ini semakin mengikis kesabaran Bonek yang haus akan performa konsisten dari tim kebanggaannya.
Meskipun tampil dengan komposisi terbaik di bawah arahan Eduardo Perez, permainan Persebaya Surabaya jauh dari kata meyakinkan. Konsistensi organisasi tim serta ketenangan dalam penyelesaian akhir di momen-momen penting pertandingan masih menjadi pekerjaan rumah yang belum teratasi.
Di babak pertama, beberapa peluang emas sempat tercipta bagi Green Force, termasuk dari aksi Paulo Domingos Gali dan Toni Firmansyah. Sayangnya, mayoritas percobaan serangan Persebaya Surabaya tak menemui sasaran, menambah frustrasi di tribun penonton dan layar ponsel para suporter.
Di sisi lain, Persik justru tampil lebih agresif menjelang akhir babak pertama. Kombinasi serangan cepat dari Khurshidbek Mukhtorov dan Jose Enrique Rodriguez secara efektif menekan lini pertahanan Green Force, memaksa mereka bekerja ekstra keras untuk menjaga struktur dan tidak kebobolan. Babak pertama pun berakhir dengan skor kacamata 0-0.
Memasuki paruh kedua, jalannya laga menjadi lebih terbuka. Harapan sempat membuncah saat Persebaya Surabaya berhasil unggul lebih dulu di menit ke-53 melalui gol Arief Catur Pamungkas yang menyambar bola dari jarak dekat setelah serangkaian serangan dari lini sayap. Namun, keunggulan itu hanya bertahan sepuluh menit. Kelengahan organisasi bertahan Persebaya dimanfaatkan dengan baik oleh Jose Enrique Rodriguez yang berhasil menyamakan kedudukan. Situasi semakin sulit setelah Francisco Israel Rivera Davalos diganjar kartu merah pada menit ke-75, memaksa Persebaya Surabaya bermain dengan sepuluh pemain dan fokus bertahan hingga akhir.
Dengan keunggulan jumlah pemain, Persik meningkatkan tekanan secara masif, menciptakan beberapa peluang berbahaya melalui Williams Jose Lugo Ladera dan Telmo Ferreira Castanheira. Beruntung, penampilan sigap dari penjaga gawang Andhika Ramadhani mampu mengamankan hasil imbang 1-1 hingga peluit panjang dibunyikan.
Meski satu poin berhasil diamankan, hasil imbang ini tak sedikit pun meredam kegelisahan Bonek. Serangkaian hasil tanpa kemenangan maksimal dalam beberapa laga terakhir telah dianggap sebagai sinyal darurat yang menuntut respons cepat. Segera setelah pertandingan usai, lini komentar akun resmi Persebaya Surabaya langsung diserbu oleh para pendukung.
Nada keras dan ultimatum mulai mendominasi. “NEXT MATCH JADI BATAS KESABARAN BONEK, BERSIAPLAH WAHAI MANAJEMEN KEPALA BATU!” tulis seorang pendukung yang menunjukkan kemarahan. Tagar #EduOut pun kembali membanjiri ruang komentar, mencerminkan keraguan luas terhadap arah permainan dan keputusan strategi yang diambil Eduardo Perez dalam beberapa laga terakhir.
Tak hanya soal taktik, masalah psikologis dan kedisiplinan pemain juga menjadi sorotan tajam. Kartu merah yang berulang kali didapatkan dianggap sebagai indikasi mental tim yang tidak stabil dan kurang siap menghadapi tekanan kompetisi. “Persebaya sama kartu merah bersahabat banget, jol,” keluh seorang Bonek lain, mengekspresikan kekecewaan yang mendalam.
Sentimen ini semakin mempertegas bahwa persoalan Persebaya kini bukan hanya bersifat teknis, melainkan juga emosional di dalam skuad. Kini, pertandingan melawan Arema FC bukan lagi sekadar laga biasa. Derbi panas tersebut telah dinobatkan sebagai momen penentu masa depan Eduardo Perez bersama Persebaya Surabaya. Apalagi, Persebaya saat ini tertahan di peringkat ke-9, satu strip di bawah Arema FC, menambah panasnya tensi jelang duel ini.
Kemenangan atas Arema FC diharapkan dapat memulihkan kepercayaan dan meredakan tekanan yang begitu besar. Sebaliknya, hasil buruk berpotensi memicu tuntutan masif untuk perubahan signifikan di tubuh tim. Situasi ini menempatkan manajemen dan Eduardo Perez dalam posisi yang sangat krusial, menuntut konsolidasi internal, stabilitas mental, dan disiplin permainan yang harus segera dibenahi.
Bonek tak pernah berhenti berharap Persebaya Surabaya kembali menemukan karakter permainan yang solid dan membanggakan. Namun, suara keras dan ultimatum yang kini menggema menandakan bahwa kesabaran mereka telah mencapai batasnya.
Laga melawan Arema FC kini bukan sekadar pertarungan gengsi antartim Jawa Timur. Lebih dari itu, pertandingan tersebut akan menjadi ujian terakhir bagi kesabaran Bonek, sekaligus mungkin penentu nasib kursi kepelatihan Eduardo Perez di Surabaya.
Ringkasan
Bonek, suporter Persebaya Surabaya, meluapkan kekecewaan setelah hasil imbang melawan Persik Kediri, memicu kritik pedas di media sosial terhadap pelatih Eduardo Perez. Masalah klasik Persebaya, terutama efektivitas lini serang, menjadi sorotan utama. Bonek menuntut performa konsisten, terutama menjelang laga krusial melawan Arema FC.
Kekecewaan Bonek tidak hanya soal taktik, tetapi juga masalah psikologis dan kedisiplinan pemain. Pertandingan melawan Arema FC dianggap sebagai penentu masa depan Eduardo Perez, di mana kemenangan diharapkan dapat memulihkan kepercayaan dan meredakan tekanan. Bonek memberi ultimatum bahwa kesabaran mereka telah mencapai batasnya.



