mellydia.co.id Pembalap andalan Ducati Lenovo, Marc Marquez, memang dikenal sebagai sosok yang tidak pernah gentar mengambil risiko berbahaya di lintasan. Dengan mentalitas “gila” yang khas, ia selalu ingin menyingkap sejauh mana batas kemampuan dirinya dan motor yang dikendarainya. Saat ini, Marc Marquez tengah menjalani masa istirahat dan pemulihan cedera setelah insiden di MotoGP Indonesia 2025, yang membuatnya harus absen dari beberapa seri penting.
Perjalanan Marc Marquez di musim balap ini harus berakhir lebih dini, bahkan posisinya akan digantikan oleh talenta Ducati dari World Superbike, Nicolo Bulega, di dua seri penutup. Insiden fatal di Sirkuit Mandalika tak hanya menyisakan cedera, tetapi juga membangkitkan ingatan Piere Taramasso, bos Michelin, tentang kisah fenomenal dari Jack Miller. Miller, sesama pembalap Ducati, pernah mengungkapkan betapa ekstremnya Marc Marquez dalam menguji batas kemampuan, sebuah cerita yang menggambarkannya sebagai “si Semut dari Cervera” yang tak kenal takut saat mengambil risiko balapan.
Menurut Taramasso, Marc Marquez menerapkan metode yang sungguh tidak konvensional dalam mengeksplorasi batas ban depan motornya. Ia mengenang kembali momen tes pramusim di Qatar pada MotoGP 2018, ketika Marquez masih menjadi andalan tim Repsol Honda. “Saat tes pramusim 2018 di Qatar, ia membalap di malam hari menggunakan ban depan yang keras. Alasannya, ia butuh ban tersebut untuk menyesuaikan gaya berkendaranya,” ungkap Taramasso kepada jurnalis Motorsport Mat Oxley, seperti yang dikutip Bolasport dari Paddock-GP. Ia menambahkan, “Tidak ada pembalap lain yang berani mengambil risiko sebesar itu di malam hari, saat suhu lintasan jauh lebih rendah. Namun, ia hanya berkata kepada kami: ‘Saya ingin mencobanya’.”
Momen yang lebih mencengangkan terjadi ketika Jack Miller, yang kala itu masih membalap untuk Ducati, mengikuti laju Marquez. Hasilnya sungguh mengejutkan bagi Miller. Ia lantas bercerita kepada Taramasso bahwa ia menyaksikan sendiri bagaimana Marc Marquez menunjukkan “kegilaannya” dengan sengaja menjatuhkan diri di sebuah tikungan. “Jadi, ia keluar dari lintasan dan tak lama kemudian, Jack kembali ke garasinya. Ia memberi tahu kami bahwa Marc ada di depannya, dan ia sengaja membuat ban depan kehilangan kendali, seolah memaksakan diri,” kenang Taramasso. “Miller bahkan menyebutnya gila karena Marc memacu setir dengan sangat keras,” tambahnya.
Tidak lama setelah sesi itu, Jack Miller menghampiri garasi Marc Marquez dan bertanya, “Apa yang kamu lakukan di tikungan keenam? Kamu condong 20 derajat ke arah tikungan dan memutar setang sepenuhnya!” Namun, Marquez, sang juara dunia tujuh kali, dengan santai menjawab tanpa sedikit pun kekhawatiran. Ia hanya ingin memahami sejauh mana batas kemampuan dirinya dan motor MotoGP-nya. “Oh, saya mencari batasnya, karena saya ingin tahu di mana batasnya dan saya ingin merasakan reaksinya,” Taramasso menirukan ucapan Marquez. “Tidak ada pembalap lain yang sanggup melakukan hal semacam itu,” pungkasnya, menegaskan keunikan pendekatan Marc Marquez.
Moto2 Portugal 2025 – Usai ‘Dipecat’, Rival Mario Aji Comeback Lagi bareng Gresini
Terlepas dari berbagai kisah “kegilaan” tersebut, kemampuan Marc Marquez memang sejalan dengan bakat luar biasa dan segudang prestasinya. Hal ini terbukti lagi di tahun ini, dalam debutnya bersama tim pabrikan Ducati Lenovo, dengan mengendarai motor Desmosedici GP25. Meski banyak pihak menilai motor tersebut memiliki kekurangan, Marquez justru dinilai mampu “menjinakkan” Desmosedici GP25 yang sejatinya tak sempurna. Motor ini, ketika dikendarai oleh pembalap lain seperti Francesco Bagnaia atau Fabio Di Giannantonio (VR46), kerap kesulitan untuk melejitkan performa maksimalnya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Giulio Bernadelle, mantan insinyur Honda, Desmosedici GP25 bukanlah mesin yang tanpa cela; ia cenderung lebih tidak stabil, lebih menuntut, dan tidak semudah dikendalikan dibandingkan seri GP24. Namun, Marc Marquez berhasil menunjukkan efisiensi luar biasa dan mengeluarkan potensi maksimal dari motor tersebut, sesuatu yang sulit dilakukan oleh pembalap lain. “Marc tahu motornya memiliki kelemahan, tetapi ia tidak banyak berkomentar. Ia justru mengatasinya,” tegas Bernadelle, menyoroti adaptasi dan kejeniusan sang pembalap.
Sensasi Saingan Veda Makin Menjadi di MotoGP Portugal 2025, Hakim Danish Percaya Bisa Melejit Jadi Pengganti di Moto3
Ringkasan
Artikel ini membahas tentang mentalitas “gila” Marc Marquez dalam menguji batas kemampuan motor dan dirinya di lintasan MotoGP. Bos Michelin, Piere Taramasso, menceritakan bagaimana Marquez, bahkan saat masih di Repsol Honda, berani mengambil risiko ekstrem seperti menggunakan ban depan keras di malam hari saat tes pramusim, hanya untuk merasakan batasnya.
Kisah lain dari Jack Miller menggambarkan bagaimana Marquez sengaja menjatuhkan diri di tikungan untuk memahami reaksi motor. Meskipun Desmosedici GP25 yang dikendarai Marquez di Ducati Lenovo memiliki kekurangan, ia mampu “menjinakkannya” dan mengeluarkan potensi maksimal, sesuatu yang sulit dilakukan pembalap lain, menunjukkan adaptasi dan kejeniusan Marquez.



