
mellydia.co.id – JAKARTA. Sektor perbankan Indonesia menunjukkan tren lesu pada perdagangan sesi pertama Rabu (5/11/2025). Mayoritas saham bank-bank papan atas terpantau melemah, menandai hari yang kurang menggembirakan bagi para investor di pasar modal.
Di antara raksasa perbankan, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatat koreksi tipis 0,29%, ditutup pada level Rp 8.625 dari harga pembukaannya. Senada, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi 0,22% menjadi Rp 4.440, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga turun 0,25% ke posisi Rp 3.960. Meskipun demikian, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) berhasil mempertahankan stabilitasnya, tetap berada di level Rp 4.730.
Pelemahan ini tidak hanya menghinggapi bank-bank berkapitalisasi besar. Saham-saham bank tier dua juga turut menunjukkan tren penurunan. Misalnya, PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) terkoreksi 0,79% menjadi Rp 2.520, sementara PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) terpantau stabil di angka Rp 1.215.
Menurut Analis Investasi Edvisor.id, Indy Naila, kondisi lesunya saham-saham perbankan ini erat kaitannya dengan sentimen kinerja keuangan. Indy menjelaskan bahwa laporan keuangan berbagai bank hingga kuartal III-2025 masih menghadapi tekanan signifikan, terutama dari aspek pertumbuhan kredit dan margin keuntungan. Hal ini menyebabkan investor cenderung wait and see terhadap prospek suku bunga ke depan, menciptakan ketidakpastian di pasar.
Lebih lanjut, Indy menyoroti bahwa investor saat ini masih menanti arah pertumbuhan profitabilitas emiten-emiten bank seiring dengan potensi pemulihan ekonomi nasional. Namun, di tengah situasi ini, Indy melihat peluang. Menurutnya, harga saham-saham bank yang saat ini tergolong murah justru menjadikannya sangat layak untuk dikoleksi, terutama sebagai investasi jangka panjang pada saham-saham bank besar atau big banks.
Di sisi lain, Analis Infovesta Kapital Advisor, Ekky Topan, mencatat adanya secercah harapan. Ia melihat bahwa saham-saham perbankan mulai menunjukkan tanda-tanda rebound dalam tiga minggu terakhir. Penguatan harga ini, menurut Ekky, sebagian besar didorong oleh kembalinya aliran dana asing yang mulai masuk ke sektor ini.
Secara kinerja, sektor perbankan memang masih berada di bawah capaian tahun lalu. Namun, Ekky Topan optimis dengan munculnya sentimen positif dari berbagai faktor seperti suntikan likuiditas, potensi penurunan suku bunga, serta beragam stimulus yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini, dikombinasikan dengan valuasi saham-saham bank yang saat ini berada di bawah rata-rata historisnya, menjadikan sektor perbankan kembali menarik.
“Dari sisi valuasi, saham-saham bank saat ini berada di bawah rata-rata historisnya dan dapat dikatakan relatif murah. Hal ini membuat sektor perbankan mulai kembali menarik untuk dikoleksi, terutama bagi investor jangka menengah hingga panjang,” jelas Ekky, menekankan bahwa kondisi valuasi yang atraktif menjadi pendorong utama minat investor.
Untuk memaksimalkan potensi ini, Ekky menambahkan bahwa investor sebaiknya tetap fokus pada bank-bank besar yang menawarkan valuasi menarik serta potensi dividen yield yang stabil. Ia secara spesifik merekomendasikan saham BBRI dan BMRI untuk strategi buy on weakness. Dalam jangka menengah hingga panjang, BMRI berpotensi kembali menyentuh level Rp 6.000–Rp 6.200, sementara BBRI berpeluang menguat di atas Rp 5.000, terutama jika pertumbuhan kredit kembali pulih dan aliran dana asing terus berlanjut. Senada dengan prospek positif ini, Indy Naila juga memberikan target harga yang menarik: BBRI dengan target Rp 5.025 per saham, BMRI di level Rp 5.200 per saham, dan BBCA dengan target harga mencapai Rp 9.800 per saham.



