JAKARTA – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Jumat (31/10/2025) menunjukkan pelemahan sebesar 0,25%, berakhir di level 8.163,87. Hasil ini menandai koreksi mingguan yang signifikan, mencapai 1,3% sepanjang pekan terakhir Oktober 2025, memberikan gambaran dinamika pasar saham domestik.
Menurut Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, penurunan IHSG tersebut dipicu oleh kombinasi beberapa faktor. Musim rilis laporan keuangan emiten yang tengah berlangsung, bersamaan dengan pelemahan harga emas dunia, menjadi pendorong utama. Tidak hanya itu, dinamika geopolitik global turut memberikan sentimen negatif yang mempengaruhi pergerakan pasar saham di Tanah Air.
Asing Net Buy Jumbo Rp 1,13 Triliun, Intip Saham yang Banyak Dikoleksi di Akhir Pekan
Meski demikian, sejumlah sentimen positif muncul sebagai penyeimbang. Herditya menyoroti pertemuan antara Amerika Serikat (AS) dan China di Korea Selatan sebagai salah satu pendorong positif, dengan ekspektasi adanya pemangkasan kenaikan tarif oleh AS terhadap China. Lebih lanjut, ia menggarisbawahi dampak kebijakan pemangkasan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve (The Fed) yang memberikan dorongan signifikan bagi pasar saham baik global maupun domestik. Pelaku pasar bahkan optimis bahwa The Fed berpeluang kembali memangkas suku bunga acuannya pada Desember 2025.
Namun, di tengah optimisme tersebut, ada bayang-bayang kekhawatiran yang masih menghantui pelaku pasar. Wacana dari Morgan Stanley Capital International (MSCI) terkait perubahan metode perhitungan free float saham Indonesia menjadi isu krusial yang terus dicermati dengan seksama.
BMRI dan AMMN Teratas, Cek Saham Net Sell Terbesar Asing di Penghujung Oktober 2025
Melengkapi analisis, Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, Alrich Paskalis Tambolang, menyoroti bahwa pergerakan IHSG pada pekan terakhir Oktober turut dipengaruhi oleh faktor-faktor teknis. Ini mencakup momen penutupan perdagangan akhir bulan dan proses rebalancing indeks LQ45 yang lazim terjadi. Selain itu, data ekonomi global juga memberi tekanan; penurunan NBS Manufacturing PMI China ke level 49 pada Oktober 2025 (dari 49,8 di bulan sebelumnya) menjadi level terendah sejak April 2025, yang juga turut membebani sentimen pasar saham.
Secara analisis teknikal, Alrich mencermati beberapa indikator. Indikator stochastic RSI menunjukkan adanya sinyal pembalikan arah di area pivot, sementara MACD masih membentuk histogram negatif. Meskipun demikian, IHSG tetap mampu bertahan di atas garis MA5 dan MA20. Berdasarkan proyeksinya, indeks berpotensi bergerak dalam kisaran support 8.000 dan resistance 8.280 untuk pekan berikutnya.
Akumulasi Berlanjut, Cermati Saham Net Buy dan Net Sell Terbesar Asing, Kamis (30/10)
Sementara itu, Herditya dari MNC Sekuritas juga memberikan proyeksi serupa untuk pekan depan, memperkirakan IHSG akan bergerak terbatas dalam rentang support 8.117 dan resistance 8.199. Fokus sentimen utama untuk periode mendatang diperkirakan akan tertuju pada rilis data inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Konsensus analis menunjukkan bahwa kedua data ekonomi makro tersebut masih cenderung melandai, memberikan gambaran potensi pergerakan pasar saham ke depan.
Ringkasan
IHSG mengalami koreksi sebesar 0,25% pada akhir Oktober 2025, ditutup pada level 8.163,87, dengan penurunan mingguan mencapai 1,3%. Pelemahan ini dipicu oleh musim rilis laporan keuangan emiten, penurunan harga emas dunia, dan dinamika geopolitik global. Meskipun demikian, sentimen positif seperti pertemuan AS-China dan potensi pemangkasan suku bunga The Fed memberikan harapan.
Faktor teknis seperti penutupan perdagangan akhir bulan dan rebalancing indeks LQ45 turut mempengaruhi pergerakan IHSG. Data ekonomi global yang kurang menggembirakan, seperti penurunan NBS Manufacturing PMI China, juga memberikan tekanan. Analis memproyeksikan IHSG akan bergerak terbatas dengan support di sekitar 8.000-8.117 dan resistance di 8.199-8.280, dengan fokus pada rilis data inflasi dan PDB Indonesia.



