ASEAN Sepakati Aturan Baru Perdagangan Barang

Posted on

Mengukuhkan komitmennya terhadap integrasi ekonomi kawasan, negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) secara resmi menyepakati pembaruan fundamental pada aturan perdagangan barang mereka. Momen bersejarah ini ditandai dengan penyerahan naskah perjanjian The Second Protocol to Amend the ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA Upgrade), yang diharapkan menjadi fondasi kuat bagi sistem perdagangan regional yang lebih maju.

Upacara penyerahan naskah perjanjian krusial ini dilaksanakan oleh Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia, Tengku Zafrul Abdul Aziz, yang bertindak sebagai Ketua Dewan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Dokumen penting tersebut diserahkan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN, yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Minggu, 26 Oktober 2025. Prosesi ini menjadi simbol nyata dari tekad kolektif ASEAN.

Menanggapi perkembangan signifikan ini, Menteri Perdagangan RI Budi Santoso menegaskan bahwa ATIGA Upgrade dirancang untuk menjadi perisai bagi ASEAN dalam menghadapi berbagai tantangan kompleks yang muncul di panggung ekonomi global saat ini. Perjanjian ini, menurutnya, vital untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan di tengah dinamika global.

Dalam keterangannya di Jakarta pada Senin, 27 Oktober 2025, Budi Santoso menggarisbawahi, “Penyerahan resmi naskah perjanjian ini menandai komitmen bersama negara-negara ASEAN untuk membangun sistem perdagangan yang modern, inklusif, dan berkelanjutan. Langkah ini esensial guna memperkuat integrasi ekonomi kawasan dan memastikan kemakmuran bersama.” Pernyataan tersebut dikutip dari kantor berita Antara.

Lebih lanjut, Menteri Perdagangan RI itu menjelaskan bahwa ATIGA Upgrade bukan sekadar pembaruan minor, melainkan membawa serangkaian perubahan penting yang strategis. Desainnya secara khusus ditujukan untuk merespons dan menjawab berbagai tantangan perdagangan kawasan di era globalisasi yang terus berubah dan penuh dinamika saat ini.

Di antara poin-poin krusial yang diusung perjanjian ini adalah dorongan kuat terhadap praktik perdagangan yang lebih berwawasan lingkungan atau perdagangan hijau, memperkuat peran vital usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di seluruh kawasan, serta meningkatkan konektivitas dan ketahanan rantai pasok. Selain itu, perjanjian ini juga memperkenalkan mekanisme alternatif yang lebih efisien dalam penyelesaian sengketa dagang, menciptakan iklim bisnis yang lebih adil dan transparan.

“Ini bukan sekadar pembaruan aturan semata,” tandas Budi Santoso, “melainkan sebuah langkah visioner untuk memperkuat pasar regional dan menciptakan lingkungan yang semakin kondusif bagi pertumbuhan berkelanjutan. Tujuannya adalah mendorong pengembangan rantai pasok yang tidak hanya tangguh, tetapi juga memiliki daya saing global.”

Langkah progresif ini juga mencatat bahwa Indonesia telah menunjukkan dukungannya dengan menandatangani naskah perjanjian pada Sabtu, 25 Oktober 2025. Penandatanganan ini dilakukan bersama lima negara anggota lainnya: Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Sementara itu, Kamboja dan Laos menandatangani secara ad referendum, dan dua negara terakhir, Myanmar dan Vietnam, diharapkan akan menyusul pada November 2025. Penting untuk diketahui bahwa perjanjian ini baru akan mulai berlaku secara penuh 18 bulan setelah semua negara anggota ASEAN menyelesaikan proses penandatanganan.

Dari perspektif Indonesia, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Djatmiko Bris Witjaksono, menekankan pencapaian signifikan. Indonesia berhasil mempertahankan aturan khusus yang melindungi komoditas strategis seperti beras dan gula dalam kerangka perjanjian baru ini. “Kebijakan ini sangat vital untuk menjaga stabilitas harga dan memastikan pasokan yang berkelanjutan untuk dua komoditas utama tersebut di pasar domestik,” jelasnya.

Djatmiko menambahkan, ATIGA Upgrade secara khusus membuka gerbang peluang yang lebih luas bagi UMKM Indonesia untuk terintegrasi dalam jaringan perdagangan ASEAN yang lebih besar. Selain itu, perjanjian ini menjadi akselerator penting dalam mendorong transisi menuju sistem perdagangan yang lebih hijau, berkelanjutan, dan berdaya saing global, sejalan dengan visi ekonomi masa depan kawasan.

Data menunjukkan bahwa vitalnya perjanjian ini didukung oleh volume perdagangan yang masif di kawasan. Pada tahun 2024, nilai perdagangan antarnegara ASEAN mencapai angka impresif US$ 823,1 miliar, yang merepresentasikan 21,4 persen dari total seluruh perdagangan kawasan. Angka ini menegaskan urgensi dan potensi besar dari setiap pembaruan aturan perdagangan.

Pilihan Editor: Aktif di Panggung Global, Meredup di Regional

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *