Tim Gabungan Kemenkeu-OJK Bereskan Pasar Modal: Apa Targetnya?

Posted on

JAKARTA – Langkah strategis diambil untuk membenahi pasar modal Indonesia. Tiga Self-Regulatory Organization (SRO), yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), akan bersatu membentuk Tim Pembenahan Pasar Modal. Inisiatif krusial ini dirancang untuk mengatasi berbagai persoalan dan meningkatkan kepercayaan investor di tengah dinamika pasar yang terus berkembang.

Pembentukan tim ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan penting antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Keduanya bertekad kuat untuk membereskan akar permasalahan yang selama ini menghantui pasar modal Indonesia, demi menciptakan iklim investasi yang lebih sehat dan berintegritas.

Sebelumnya, sebuah dialog substansial telah berlangsung antara OJK, SRO, dan Kemenkeu pada 9–10 Oktober 2025. Dalam pertemuan tersebut, Kementerian Keuangan membuka ruang lebar untuk memberikan berbagai insentif yang dapat memacu pertumbuhan pasar modal. Namun, penawaran insentif ini datang dengan sebuah syarat tegas. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara spesifik meminta BEI untuk mengambil tindakan konkret dalam mengendalikan dan memberantas praktik “goreng saham” yang selama ini terbukti merugikan investor ritel domestik.

Sebagai respons langsung, tim kerja ini pun dibentuk. Irvan Susandy, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia, menjelaskan bahwa tim ini tidak hanya melibatkan SRO, tetapi juga akan diperkuat dengan partisipasi sejumlah asosiasi terkait. “Pembentukan tim kerja ini diharapkan mampu meningkatkan aspek penerapan good corporate governance (GCG) emiten dan kepercayaan investor pasar modal,” ujar Irvan kepada Kontan, Minggu (12/10/2025), menegaskan tujuan utama dari inisiatif ini.

Iding Pardi, Direktur Utama Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), menambahkan bahwa diskusi antara SRO, OJK, dan Kemenkeu akan melampaui isu pembenahan semata. Mereka akan fokus pada perumusan kebijakan pemerintah yang efektif untuk mendukung akselerasi pertumbuhan pasar modal ke depan. Sebaliknya, mereka juga akan membahas kontribusi pasar modal dalam membantu pencapaian target-target ekonomi nasional yang dicanangkan pemerintah, sebagaimana disampaikannya kepada KONTAN, Jumat (24/10).

Meskipun demikian, istilah “gorengan” yang kerap disebut-sebut masih menjadi perdebatan. Budi Frensidy, seorang Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, menyoroti bahwa terminologi ini sesungguhnya tidak jelas dan tidak diakui dalam literatur keuangan formal. Menurutnya, frasa yang lebih tepat untuk menggambarkan praktik merugikan ini adalah “manipulasi pasar“. Salah satu bentuk manipulasi yang paling mencolok dan perlu segera dibenahi oleh otoritas adalah “pump and dump“.

Praktik “pump and dump” sendiri adalah manipulasi di pasar saham yang melibatkan promosi menyesatkan (pump) untuk secara artifisial menaikkan harga saham, lalu menjualnya (dump) secara masif ketika harga mencapai puncak. Lebih jauh, Budi Frensidy juga menekankan pentingnya fokus otoritas pada peningkatan perlindungan investor dari berbagai bentuk fraud, termasuk kasus peretasan yang sering terjadi di dalam tubuh perusahaan sekuritas. Ini menjadi krusial mengingat kerugian yang ditimbulkan bisa sangat besar bagi investor.

Selain itu, ia juga mendesak pengawasan ketat terhadap saham-saham berkapitalisasi kecil yang menunjukkan lonjakan harga fantastis secara tidak wajar. Tak kalah penting adalah penertiban terhadap buzzer atau influencer yang secara aktif memprovokasi atau merekomendasikan kenaikan harga saham tanpa dasar yang kuat, yang berpotensi menyesatkan investor dan memicu manipulasi.

Sementara itu, Pengamat Pasar Modal Irwan Ariston berpandangan bahwa jika pemerintah dan otoritas bursa benar-benar serius mewujudkan pasar modal Indonesia yang lebih sehat, kredibel, dan menarik, upaya pembenahan tidak boleh berhenti hanya pada penghentian praktik “goreng saham“. Irwan menggarisbawahi beberapa aspek krusial yang harus disempurnakan. Pertama, ia menekankan perlunya penguatan standar keterbukaan informasi agar jauh lebih transparan. Ia mencermati masih banyak emiten yang kerap kali minim transparansi, terutama mengenai afiliasi dan struktur laba yang kurang berkelanjutan.

Sebagai solusi, Irwan menyarankan peningkatan kewajiban continuous disclosure seperti yang telah diterapkan di Singapore Stock Exchange dan Bursa Malaysia. Selain itu, pemanfaatan teknologi untuk sistem automated alert dapat sangat membantu dalam mendeteksi dan memberi peringatan dini terhadap keterlambatan laporan, sehingga meningkatkan kedisiplinan dan transparansi.

Kedua, pemerintah dan otoritas perlu secara signifikan meningkatkan kemampuan deteksi dini manipulasi pasar. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengadopsi sistem surveillance canggih seperti yang digunakan di bursa-bursa maju, yang mampu mendeteksi pola-pola seperti wash trading, layering, spoofing, dan pump & dump. Irwan menambahkan, “Publikasikan daftar sanksi secara terbuka. Investor perlu tahu siapa saja yang pernah melanggar. Efek jera datang dari transparansi, bukan hanya sanksi administratif,” mempertegas pentingnya akuntabilitas publik.

Berikutnya, reformasi mekanisme perdagangan juga menjadi agenda krusial. Salah satu langkah yang dapat dipertimbangkan adalah memperpendek waktu penyelesaian transaksi dari T+2 menjadi T+1, yang akan meningkatkan efisiensi pasar. Selain itu, pembatasan rentang auto rejection untuk saham-saham berkapitalisasi kecil (saham mini) dapat diberlakukan untuk menekan volatilitas ekstrem yang sering terjadi, sehingga menciptakan kondisi pasar yang lebih stabil.

Terakhir, Irwan Ariston menekankan pentingnya peningkatan edukasi pasar modal yang berbasis data riil, bukan sekadar promosi kosong. Seiring dengan itu, kualitas dan jumlah emiten yang melakukan Penawaran Umum Perdana (IPO) juga harus ditingkatkan secara signifikan melalui pengetatan syarat-syarat IPO. Seluruh langkah ini diharapkan dapat menciptakan fondasi yang lebih kokoh bagi pasar modal Indonesia menuju pertumbuhan yang berkelanjutan dan kepercayaan investor yang paripurna.

Ringkasan

Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membentuk Tim Pembenahan Pasar Modal yang melibatkan Bursa Efek Indonesia (BEI), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Tim ini bertujuan mengatasi masalah di pasar modal dan meningkatkan kepercayaan investor, khususnya dengan memberantas praktik “goreng saham” yang merugikan investor ritel.

Selain pembenahan, tim ini juga akan merumuskan kebijakan untuk mendukung pertumbuhan pasar modal dan kontribusinya terhadap target ekonomi nasional. Pengamat pasar modal menekankan pentingnya fokus pada manipulasi pasar, perlindungan investor dari fraud, pengawasan saham berkapitalisasi kecil, dan penertiban buzzer. Peningkatan transparansi, deteksi dini manipulasi, reformasi mekanisme perdagangan, dan edukasi pasar modal juga menjadi fokus utama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *