mellydia.co.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dengan tegas mendesak Bank Indonesia (BI) untuk segera mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan atau BI Rate. Target yang diusulkan adalah 3,5%, jauh di bawah posisi saat ini yang berada di angka 4,75%.
Menurut Menkeu Purbaya, langkah strategis ini bukan sekadar penyesuaian angka, melainkan kunci fundamental untuk memperkuat daya saing ekonomi nasional secara keseluruhan. Penurunan suku bunga acuan diharapkan akan berdampak langsung pada penurunan beban bunga pinjaman yang ditanggung dunia usaha, sehingga memacu ekspansi dan investasi.
“Kalau inflasi bisa terus-terusan di 2,5%, BI harus dipaksa, pelan-pelan akan bisa dipaksa, menurunkan suku bunga acuannya ke 3,5%. Harusnya bunga pinjamannya juga turun ke 7% atau bahkan lebih rendah,” ujar Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang diselenggarakan di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, pada Senin (20/10).
Purbaya lebih lanjut menjelaskan bahwa penurunan suku bunga tidak semata-mata bergantung pada kebijakan moneter BI, melainkan merupakan hasil nyata dari konsistensi pemerintah dalam mengendalikan inflasi. Ia menyoroti berbagai upaya yang telah ditempuh pemerintah melalui kerja sama erat antara Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) guna menjaga inflasi tetap sesuai target, yakni di kisaran 2,5%.
Upaya ini krusial, lanjut Purbaya, mengingat kebijakan utama bank sentral berlandaskan pada inflation targeting regime, yang berarti penyesuaian suku bunga didasarkan pada tingkat inflasi. “Biasanya suku bunga itu beberapa persen di atas inflasi. Kalau inflasinya 7%, suku bunga bisa 8% atau lebih sedikit, bunga pinjamannya tentu lebih tinggi lagi,” jelasnya, menggarisbawahi pentingnya inflasi yang rendah untuk memberikan ruang gerak kebijakan moneter yang lebih longgar.
Diduga Serang Bahlil Dengan Kalimat Rasis, Sayap Partai Golkar Adukan 7 Akun Media Sosial ke Polda Metro Jaya
Stabilitas inflasi yang rendah, menurut Purbaya, memberikan celah bagi BI untuk bertindak lebih agresif dalam menurunkan bunga acuan tanpa harus mengorbankan kestabilan harga. Ia menekankan bahwa langkah ini sangat dibutuhkan guna menurunkan biaya kredit, yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan aktivitas ekonomi dan percepatan pertumbuhan. “Pemerintah waktu itu enggak bisa mengendalikan bank sentral, jadi cara kita kendalikan bank sentral adalah dengan mengendalikan inflasi,” tegasnya.
Dampak positifnya tidak hanya berhenti pada peningkatan aktivitas domestik. Purbaya menambahkan, “Kalau itu yang terjadi, ekonomi kita bisa tumbuh lebih cepat lagi. Paling tidak kita bisa bersaing dengan negara lain. Di Malaysia bunga pinjaman paling 5%, kalau di sini ketinggian, ya perusahaan kita kalah bersaing.” Hal ini menunjukkan ambisi untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif di kancah global.
Desakan Menkeu Purbaya muncul di tengah momentum penting pemulihan ekonomi, setelah periode pelemahan global dan stagnasi investasi di sektor riil. Banyak pelaku usaha, baik besar maupun kecil, telah lama mengeluhkan tingginya bunga pinjaman yang menjadi penghambat utama dalam rencana ekspansi bisnis mereka.
Kondisi makroekonomi saat ini juga dinilai kondusif untuk langkah tersebut. Dengan inflasi yang relatif stabil dan cadangan devisa yang kuat, tekanan terhadap nilai tukar rupiah pun mulai mereda. Para analis pasar keuangan melihat situasi ini sebagai peluang emas bagi Bank Indonesia untuk secara bertahap melonggarkan kebijakan moneternya tanpa memicu gejolak berarti di pasar finansial, membuka jalan bagi iklim usaha yang lebih kondusif.
Ringkasan
Menteri Keuangan mendesak Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan menjadi 3,5% dari posisi saat ini 4,75%. Penurunan ini diharapkan dapat memperkuat daya saing ekonomi nasional dengan menurunkan beban bunga pinjaman bagi dunia usaha dan memacu investasi.
Menkeu menekankan bahwa penurunan suku bunga bergantung pada konsistensi pemerintah dalam mengendalikan inflasi, yang saat ini ditargetkan sekitar 2,5%. Stabilitas inflasi yang rendah akan memberikan ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga secara lebih agresif tanpa mengorbankan kestabilan harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.