Setelah merayakan gelar Premier League musim lalu dengan dominasi yang meyakinkan, Liverpool secara mengejutkan terseok-seok di awal musim 2025/2026. Meski telah melakukan investasi besar-besaran di bursa transfer musim panas, The Reds justru dihadapkan pada masa sulit di bawah kendali pelatih anyar, Arne Slot.
Klub Merseyside ini telah menggelontorkan dana fantastis sekitar GBP 416,2 juta, menjadikannya belanja tertinggi di antara klub-klub Eropa. Sejumlah nama bintang seperti Alexander Isak, Florian Wirtz, dan Hugo Ekitike berhasil didatangkan. Namun, kucuran dana jumbo tersebut belum berbanding lurus dengan performa di lapangan. Liverpool kini tercecer di posisi ketiga klasemen sementara Liga Inggris, ditambah catatan mengkhawatirkan tiga kekalahan beruntun di semua kompetisi, termasuk takluk dari Galatasaray di Liga Champions.
Di tengah badai performa ini, satu sorotan tajam mengarah pada dampak kepergian bek kanan andalan, Trent Alexander-Arnold, yang hijrah ke Real Madrid. Absennya Trent bukan hanya soal hilangnya kontribusi statistik 18 gol dan 64 assist selama membela Liverpool, melainkan juga kekosongan peran vital dalam fase build-up permainan The Reds yang kini terasa sangat pincang.
Liga Inggris terkenal dengan intensitas tekanan tinggi dan struktur pertahanan yang solid dari setiap lawan. Untuk memecah blokade tim-tim dengan pressing agresif, dibutuhkan dua pendekatan: menembus tekanan melalui umpan pendek dan kombinasi, atau mengalirkan bola panjang untuk melewati blok pertahanan lawan. Di sinilah kemampuan unik Alexander-Arnold dulu menjadi pembeda krusial bagi Liverpool.
Contoh paling nyata terekam musim lalu saat berhadapan dengan Tottenham Hotspur. Dalam situasi tekanan tinggi, Trent tetap menunjukkan ketenangannya dengan kemampuan luar biasa untuk mengoper menggunakan kaki kiri, sebuah atribut langka bagi seorang bek kanan. Momen itu memungkinkan ia mengirim umpan akurat ke Alexis Mac Allister, yang langsung membuka ruang serangan mematikan.
Namun, di era Arne Slot, para pengganti seperti Conor Bradley dan Jeremie Frimpong, yang bergantian mengisi posisi bek kanan, belum mampu memberikan pengaruh serupa. Dalam laga krusial melawan Chelsea, Bradley terlihat sangat kesulitan membangun serangan dari bawah. Ketika ditekan ketat oleh Alejandro Garnacho, akses ke area sayap menjadi tertutup, dan tanpa kemampuan kaki lemah yang mumpuni, Bradley hanya bisa mengembalikan bola ke Ibrahima Konaté, membuat sirkulasi bola Liverpool menjadi sangat lambat dan mudah diantisipasi.
Untuk mencoba mengatasi kebuntuan ini, Arne Slot sempat mencoba solusi sementara dengan menarik Florian Wirtz bermain lebih dalam. Padahal, kekuatan utama gelandang muda asal Jerman itu sesungguhnya terletak di area sepertiga akhir lapangan, bukan di fase build-up. Jika di Bayer Leverkusen Wirtz terbiasa menunggu bola di sisi kiri untuk menusuk ke area serang lawan, kini ia justru sering turun menjemput bola dari lini belakang. Strategi ini memang sedikit membantu Liverpool dalam mengalirkan bola, tetapi secara bersamaan juga sangat membatasi potensi serangan mematikan Wirtz di area berbahaya.
Musim ini, Liverpool juga mencatat penurunan drastis dalam jumlah switch play, yakni hanya 1,3 kali per 90 menit, jauh menurun dibandingkan 3,4 kali per laga musim lalu. Penurunan signifikan ini berkaitan langsung dengan hilangnya kemampuan Trent yang begitu lihai mengirim umpan silang diagonal dengan kedua kakinya. Pola tersebut dulunya kerap memaksa lawan bergeser posisi dan membuka ruang bagi penyerang seperti Mohamed Salah di sisi berlawanan. Kini, hanya Virgil van Dijk yang masih rutin mengirim umpan jauh ke sayap kanan, namun kontribusinya belum cukup untuk menutupi kekurangan sistemik di lini belakang The Reds.
Secara statistik, perbandingan ini menunjukkan perbedaan yang mencolok:
- Alexander-Arnold (musim lalu): 11,3 umpan panjang per 90 menit (akurasi 42,1%)
- Conor Bradley (musim ini): 3,7 umpan panjang per 90 menit (akurasi 16,1%)
- Jeremie Frimpong (musim ini): 1,1 umpan panjang per 90 menit (akurasi 0%)
Tantangan berikutnya bagi Liverpool akan datang pada Minggu (19/10) saat menjamu rival abadi, Manchester United, di Anfield. Pelatih MU, Ruben Amorim, diyakini akan menyiapkan formasi ketat 5-4-1 untuk meredam serangan The Reds dan menutup rapat ruang di tengah lapangan.
Jika skenario ini benar terjadi, Liverpool akan kembali menghadapi masalah yang sama: kesulitan membangun serangan dari belakang. Dengan lini tengah Manchester United yang dipastikan padat dan ruang sempit bagi Wirtz maupun Salah, Arne Slot harus segera menemukan cara inovatif untuk menembus blok pertahanan kokoh MU. Tanpa Alexander-Arnold, Liverpool benar-benar kehilangan pemain yang mampu mengubah arah permainan dalam sekejap mata. Kini, tantangan terbesar Arne Slot bukan hanya soal adaptasi pemain baru, melainkan juga mencari sosok yang bisa menggantikan pengaruh tak tergantikan Trent dalam filosofi permainan The Reds.