mellydia.co.id – JAKARTA. Nilai tukar Rupiah kembali menunjukkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada penutupan perdagangan Jumat (17/10), berdasarkan data Bloomberg, Rupiah terdepresiasi tipis 0,05% secara harian, mencapai posisi Rp 16.590 per dolar AS. Tren pelemahan ini juga tercatat pada kurs tengah Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), yang menunjukkan Rupiah melemah 0,06% ke level yang sama, yakni Rp 16.590 per dolar AS.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa pelemahan Rupiah yang terbatas di akhir pekan ini sejalan dengan sentimen risk-off yang dominan di pasar keuangan global. Sentimen ini terutama terlihat pada koreksi di sebagian besar pasar saham kawasan Asia, sebagai imbas dari ketidakpastian yang masih menyelimuti sektor perbankan AS. Kondisi global ini turut menekan performa mata uang domestik.
Meskipun demikian, sepanjang pekan, pergerakan nilai tukar Rupiah cenderung sideways atau datar. Hal ini disebabkan oleh minimnya pemicu sentimen yang kuat, baik dari faktor eksternal maupun internal. Kekosongan sentimen ini membuat Rupiah bergerak tanpa arah yang signifikan.
Memasuki pekan depan, Josua memperkirakan bahwa Rupiah masih akan menghadapi tekanan pelemahan yang terbatas. Proyeksi ini muncul jelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI). Keputusan BI terkait kebijakan moneter akan menjadi fokus utama pasar keuangan dan berpotensi memengaruhi pergerakan Rupiah.
Senada, Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual, menyoroti beberapa isu eksternal yang patut dicermati untuk memprediksi arah pergerakan Rupiah. Faktor-faktor tersebut meliputi potensi shutdown pemerintah AS, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada minggu depan, serta dinamika perang dagang yang berkelanjutan. Isu-isu global ini secara langsung akan memengaruhi stabilitas dolar AS dan berimbas pada nilai tukar Rupiah.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, turut menekankan dampak dari shutdown pemerintah AS yang kini telah memasuki minggu ketiga. Menurutnya, situasi ini terus-menerus membebani kepercayaan investor, mengganggu rilis data ekonomi penting, dan memicu kekhawatiran yang kian meningkat mengenai prospek pertumbuhan jangka pendek ekonomi AS.
Di samping itu, dukungan terhadap pelonggaran moneter semakin menguat di internal The Fed. Gubernur Christopher Waller secara terbuka mendukung pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada bulan Oktober, dengan alasan adanya tanda-tanda pelemahan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja AS. Sementara itu, Gubernur The Fed yang baru ditunjuk, Stephen Miran, bahkan telah menyuarakan dukungannya terhadap jalur pelonggaran moneter yang lebih agresif. Kebijakan ini, jika terealisasi, akan sangat memengaruhi pergerakan dolar AS di kancah global.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Josua Pardede memproyeksikan Rupiah pada hari Senin (20/10/2025) akan bergerak dalam rentang Rp 16.525 – Rp 16.650 per dolar AS. Sementara itu, David Sumual memiliki proyeksi yang sedikit berbeda, memperkirakan Rupiah akan berada di kisaran Rp 16.580 – Rp 16.660 per dolar AS pada hari yang sama.