mellydia.co.id JAKARTA. Meskipun tahun berjalan, prospek penerbitan obligasi korporasi hingga akhir tahun ini tetap terpancar cerah, menawarkan peluang menarik bagi para investor. Namun, sebelum terjun, penting bagi investor untuk cermat mempertimbangkan beberapa faktor krusial, seperti profil risiko pribadi dan horizon investasi mereka, terutama dalam menentukan tenor investasi yang tepat.
Data dari Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengonfirmasi optimisme ini. Tercatat, total penerbitan obligasi korporasi dari awal tahun hingga September 2025 telah mencapai angka impresif Rp 160,1 triliun. Angka ini menunjukkan lonjakan signifikan sebesar 68,65% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Lebih lanjut, jika digabungkan dengan sukuk, penerbitan obligasi dan sukuk korporasi bahkan mencapai Rp 159,1 triliun, melonjak tajam 70,37% dari Rp 93,4 triliun pada periode sebelumnya.
Melihat tren positif ini, Domingus Sinarta Ginting, Head of Investment Specialist Sinarmas Asset Management, memprediksi bahwa penerbitan surat utang korporasi akan tetap kokoh di sisa tahun ini. Ia menekankan pentingnya strategi bagi investor dalam menentukan tenor investasi yang sesuai. Menurut Domingus, jika tujuan investasi bersifat jangka pendek, yakni untuk 1-2 tahun, tenor pendek adalah pilihan bijak. Namun, bagi mereka yang memiliki orientasi jangka panjang, tenor panjang justru dapat menawarkan potensi keuntungan yang lebih menarik.
Lebih lanjut, Domingus menyoroti adanya momentum emas bagi investor seiring prospek pemangkasan suku bunga acuan di penghujung tahun ini. Kondisi ini secara khusus menjadikan obligasi berjangka panjang sangat atraktif. Ketika suku bunga turun, obligasi dengan tenor panjang berpotensi memberikan capital gain yang substansial, terutama jika ditempatkan dalam portofolio Available for Sale (AFS). Portofolio AFS sendiri merupakan klasifikasi surat berharga yang memungkinkan penjualan sebelum jatuh tempo guna mengoptimalkan peluang keuntungan.
Di sisi korporasi, ekspektasi terhadap penurunan suku bunga juga akan memicu gairah perusahaan untuk lebih agresif menerbitkan surat utang baru di sisa tahun 2025. Fenomena ini diperkuat dengan tren penurunan yield acuan Surat Berharga Negara (SBN). Akibatnya, Domingus memperkirakan adanya pergeseran minat investor dari SBN menuju surat utang korporasi, mencari potensi imbal hasil yang lebih kompetitif.
Sebagai konsekuensi dari dinamika pasar ini, diperkirakan spread yield antara obligasi pemerintah dan obligasi korporasi akan menyempit secara signifikan. Pada akhirnya, kondisi ini akan mendorong yield obligasi korporasi secara keseluruhan untuk cenderung menurun hingga penghujung tahun.
Ringkasan
Penerbitan obligasi korporasi menunjukkan tren positif dengan total penerbitan hingga September mencapai Rp 160,1 triliun, meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Sinarmas Asset Management memprediksi tren ini akan berlanjut, menekankan pentingnya investor menentukan tenor investasi yang sesuai dengan tujuan investasinya.
Momentum penurunan suku bunga acuan di penghujung tahun menjadikan obligasi berjangka panjang sangat menarik karena berpotensi memberikan capital gain. Perusahaan juga diperkirakan akan lebih agresif menerbitkan surat utang baru, yang dapat menggeser minat investor dari SBN ke obligasi korporasi dengan imbal hasil yang lebih kompetitif.