Bagi Ade Wahyu, Direktur Utama PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN), perusahaan yang dikenal sebagai emiten kripto pertama di Indonesia yang berhasil menghimpun Rp 220 miliar dari IPO, dunia investasi bukan sekadar arena mengejar keuntungan, melainkan sebuah perjalanan panjang yang sarat dengan pelajaran berharga. Pria kelahiran Palembang ini memandang investasi sebagai proses pendewasaan diri, mengasah kemampuan dalam mengelola risiko serta menanamkan nilai kesabaran yang fundamental.
Lebih dari dua dekade silam, tepatnya pada tahun 1997, Ade memulai kiprahnya di jagat investasi. Saat itu, ia terinspirasi oleh antusiasme rekan-rekan kerjanya di lembaga keuangan yang aktif berinvestasi saham. Bekal pendidikan akuntansi dari Politeknik Universitas Sriwijaya membekalinya dengan pemahaman mendalam tentang dunia keuangan dan pasar modal, yang kemudian menjadi landasan kuat dalam pengambilan keputusannya.
Ironisnya, momen krisis moneter 1997–1998, yang membuat banyak investor panik dan menarik dananya, justru menjadi titik tolak keberanian Ade memasuki pasar saham. Ia melihat peluang emas di tengah harga saham yang anjlok ke titik terendah. Dengan tekun, ia mendalami laporan keuangan dan berdiskusi dengan para investor berpengalaman. Pada era tersebut, saham perbankan menjadi fokus utamanya. Sektor ini terasa lebih ia kuasai, dan prediksinya tepat: seiring pulihnya perekonomian, harga saham bank pun berangsur melonjak. “Waktu itu, saham perbankan masih sangat murah,” kenang Ade, mengingat kembali strategi cermatnya kala itu.
Memasuki awal 2000-an, keyakinan Ade dalam investasi semakin menguat. Ia mulai memperluas portofolionya ke sektor lain, termasuk saham produsen semen yang tengah berjaya saat itu. Dari langkah diversifikasi ini, ia berhasil meraup capital gain yang fantastis, mencapai 15 hingga 50 kali lipat dari modal awal. Namun, layaknya sebuah perjalanan, lintasan investasinya tidak selalu mulus.
Di sekitar tahun yang sama, Ade tergoda oleh daya tarik trading foreign exchange (forex). Dengan modal dari keuntungan saham yang seharusnya dialokasikan untuk biaya pernikahannya, ia mencoba peruntungan, tergiur oleh iming-iming profit besar tanpa memahami sepenuhnya risiko yang melekat pada instrumen tersebut. Hanya dalam kurun waktu enam bulan, modal investasinya ludes tak bersisa. Kesalahan fatal dalam strategi trading menyebabkan kerugian besar, memaksa Ade untuk merevisi anggaran pernikahannya. “Itu adalah pelajaran yang sangat berharga,” kenang Ade. “Jangan pernah mudah tergiur oleh iming-iming keuntungan instan dari instrumen yang belum kita pahami secara menyeluruh.”
Pasca kerugian pahit itu, Ade membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk memulihkan stabilitas investasinya. Pengalaman tersebut menempanya, membuatnya memegang teguh prinsip bahwa investasi harus didasari oleh pemahaman mendalam dan disiplin yang kuat, bukan hanya sekadar ikut-ikutan tren pasar. Antara tahun 2008 hingga 2010, Ade memperkaya portofolio investasinya dengan merambah sektor properti. Ia tidak hanya membeli hunian, tetapi juga mengembangkan rumah kost dan kontrakan, yang secara strategis dirancang untuk menghasilkan pendapatan berulang dari penyewa.
Kini, di usianya yang menginjak 50 tahun, Ade Wahyu mengidentifikasi dirinya sebagai seorang investor moderat. Ia secara ketat hanya menempatkan dananya pada instrumen yang sepenuhnya ia kuasai, seraya menghindari segala bentuk investasi spekulatif. Meskipun telah mengeksplorasi berbagai jenis investasi, saham tetap menjadi pilihan instrumen yang paling ia yakini dan nyaman. Baginya, investasi di saham memberikan keleluasaan kendali penuh atas setiap keputusan yang diambil. Ia senantiasa menekankan esensi dari pemahaman yang mendalam mengenai tujuan investasi dan karakteristik unik dari instrumen yang dipilih sebelum menanamkan modal. “Seorang investor wajib mengetahui tujuannya, dan yang terpenting, harus memahami betul setiap risiko yang melekat di balik setiap pilihan investasi,” pungkasnya, menutup perbincangan.
Ringkasan
Ade Wahyu, Direktur Utama PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN), memulai investasi sejak 1997 terinspirasi oleh rekan kerja. Krisis moneter 1997-1998 justru menjadi peluang baginya untuk berinvestasi saham perbankan yang murah. Ia kemudian memperluas portofolionya ke sektor lain dan sempat meraup keuntungan besar dari saham produsen semen.
Sempat tergoda trading forex dan mengalami kerugian besar, Ade Wahyu kini menjadi investor moderat yang berinvestasi hanya pada instrumen yang ia kuasai. Meskipun telah mencoba berbagai jenis investasi, saham tetap menjadi pilihan utamanya. Ia menekankan pentingnya memahami tujuan investasi dan risiko yang melekat pada setiap pilihan investasi.