IHSG Terancam? Saham BRPT, WIFI Rontok! Analisis Terbaru

Posted on

JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan signifikan pada perdagangan Jumat, 17 Oktober 2025, ditandai dengan pelemahan tajam sebesar 2,57% ke level 7.915,66. Anjloknya IHSG ini terutama dipicu oleh ambruknya saham-saham dari sejumlah konglomerat besar. Meskipun demikian, secara tahun berjalan (year to date/ytd) sejak awal perdagangan 2025, IHSG masih menunjukkan penguatan yang solid sebesar 11,8%, mempertahankan posisinya di zona hijau.

Pada perdagangan yang bergejolak tersebut, indeks komposit memang terpukul berat oleh koreksi harga emiten-emiten yang terafiliasi dengan konglomerat terkemuka. Di antara saham-saham besutan Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) anjlok 7,12%, PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) merosot 8,72%, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) jeblok 9,66%, PT Petrosea Tbk. (PTRO) merosot 5%, dan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) terkoreksi 5,1%. Tekanan juga datang dari saham afiliasi Hashim Djojohadikusumo, yakni PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) yang anjlok 14,51%. Sementara itu, saham emiten Haji Isam juga melanjutkan pelemahannya; PT Pradiksi Gunatama Tbk. (PGUN) mengalami auto reject bawah (ARB) dengan penurunan 14,99%, diikuti oleh PT Jhonlin Agro Raya Tbk. (JARR) yang juga jeblok 14,85%.

Menurut Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, tekanan yang melanda IHSG kemarin sepenuhnya merefleksikan mode risk-off global. Penurunan ini bukanlah sekadar koreksi teknikal biasa, melainkan bagian dari kepanikan global yang dipicu oleh kombinasi krisis kredit di Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik antara AS dan Tiongkok. Di AS, lonjakan kasus gagal bayar korporasi dari perusahaan seperti First Brands dan Tricolor Holdings telah memicu kekhawatiran akan efek domino yang meluas di sektor keuangan, mendorong investor global untuk berbondong-bondong melepas aset-aset berisiko.

Implikasinya terasa di seluruh dunia, dengan pasar saham di Asia dan Eropa yang serempak terkoreksi. IHSG kemudian merasakan dampak paling dalam karena karakteristik likuiditasnya yang cenderung dangkal. “Namun, pelemahan kemarin justru memperlihatkan wajah riil pasar modal kita,” ungkap Liza kepada Bisnis pada Jumat (17/10/2025). Ia menambahkan bahwa saham-saham perbankan, yang selama ini sering menjadi penopang IHSG, telah banyak dilepas oleh investor asing. Kondisi ini membuat IHSG semakin rentan terhadap foreign outflow, dan ketika saham-saham konglomerat yang banyak menggerakkan pasar ambruk, maka IHSG pun goyah.

Meskipun demikian, ada secercah harapan dari katalis positif yang tengah disiapkan. Danantara, misalnya, berencana menyuntikkan dana sekitar Rp16 triliun ke pasar modal dalam waktu dekat. Alokasi dana ini diharapkan dapat berfungsi sebagai penyangga likuiditas (liquidity buffer) yang mampu menahan kejatuhan IHSG lebih dalam, sekaligus memperbaiki kedalaman pasar yang selama ini dinilai terlalu tipis jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti India dan Hong Kong.

“Ke depan, arah IHSG akan sangat bergantung pada dua hal: seberapa cepat stabilisasi terjadi di sektor keuangan AS dan seberapa besar efek nyata dari likuiditas domestik yang disuntikkan Danantara,” jelas Liza. Menurutnya, jika injeksi Danantara benar-benar terealisasi dan pasar global mulai tenang, ada peluang untuk rebound teknikal hingga menembus level 8.000 dalam jangka pendek. Namun, selama volatilitas global masih tinggi dan belum ada respons kebijakan konkret dari The Fed maupun Tiongkok, IHSG masih rawan terhadap fluktuasi tajam, dengan kecenderungan defensif pada saham-saham berfundamental kuat dan memiliki likuiditas tinggi. Secara korporasi domestik, pasar juga tengah menantikan rilis kinerja emiten kuartal III/2025 yang dijadwalkan mulai pekan depan hingga akhir Oktober 2025. “Earnings-driven atau cerita revenue akan jadi driver market ke depan,” pungkas Liza.

Menimbang berbagai faktor volatilitas di pasar saham baik dalam jangka pendek maupun menengah, Kiwoom Sekuritas sendiri tetap mempertahankan target IHSG akhir tahun di rentang 7.800-8.000. Sementara itu, Pengamat Pasar Modal Indonesia, Reydi Octa, berpendapat bahwa pelemahan IHSG saat ini terbilang wajar. Setelah saham-saham konglomerasi terkoreksi, investor akan mulai mengalihkan fokusnya pada saham-saham yang didukung fundamental kuat, khususnya saham bluechip. “Saham bluechip yang selama ini jadi roda penggerak IHSG bisa menjadi tujuan rotasi selanjutnya. Inflow asing tetap akan menjadi target yang dinantikan oleh investor untuk dapat menggerakkan saham bluechip di IHSG,” kata Reydi kepada Bisnis pada Jumat (17/10/2025).

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

IHSG mengalami pelemahan signifikan sebesar 2,57% pada 17 Oktober 2025, tertekan oleh anjloknya saham-saham konglomerat seperti BRPT dan WIFI. Penurunan ini dipicu oleh sentimen risk-off global akibat krisis kredit di AS dan ketegangan geopolitik dengan Tiongkok, yang memicu foreign outflow dari pasar modal Indonesia.

Tekanan pada IHSG diperparah oleh likuiditas pasar yang dangkal dan berkurangnya dukungan dari saham perbankan. Meski demikian, rencana injeksi dana dari Danantara sebesar Rp16 triliun diharapkan dapat menjadi penyangga likuiditas dan mendorong rebound teknikal jika kondisi global membaik dan stabilisasi di sektor keuangan AS terjadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *