Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, atau lebih dikenal sebagai Danantara Indonesia, siap mengucurkan dana sebesar Rp1,5 triliun. Investasi signifikan ini bertujuan untuk membeli pasokan gula pasir petani yang hingga kini belum terserap pasar dan masih menumpuk di gudang-gudang pabrik gula. Langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi konkret atas krisis penjualan yang dialami para petani tebu di berbagai daerah.
Informasi mengenai kucuran dana jumbo dari Danantara ini dikonfirmasi oleh Herman Fauzi, Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Indonesia (APTRI) Cabang Kecamatan Assembagoes, Situbondo, Jawa Timur. Ia menjelaskan bahwa kepastian dana tersebut diperoleh setelah Pengurus APTRI Pusat berkoordinasi intensif dengan Kementerian Koordinator Bidang Pangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. “Pekan lalu, Pengurus APTRI Pusat berkoordinasi dengan kementerian terkait, dan disampaikan solusinya Danantara akan mengucurkan dana melalui PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) untuk membeli sementara gula petani,” terang Fauzi di Situbondo, Sabtu.
Kondisi mendesak memang tengah melanda sentra-sentra produksi gula. Fauzi menyoroti situasi di Pabrik Gula (PG) Assembagoes, Situbondo, di mana ribuan ton gula pasir petani telah tertahan di gudang selama sebulan terakhir dan tak kunjung terjual. Masalah diperparah oleh tawaran harga dari pedagang yang jauh di bawah Harga Acuan Penjualan (HAP) yang ditetapkan sebesar Rp14.500 per kilogram. “Sudah empat minggu ini tawaran pedagang berkisar antara Rp14.350 per kilogram hingga Rp14.200 per kilogram, padahal minimal harga gula seharusnya Rp14.500,” keluh Fauzi.
Dugaan penyebab utama rendahnya harga tawaran gula petani di pasaran saat ini, menurut Fauzi, adalah maraknya peredaran gula rafinasi. Ia menegaskan bahwa gula rafinasi seharusnya hanya diperuntukkan bagi kebutuhan industri makanan dan minuman, bukan untuk konsumsi harian masyarakat. “Gula rafinasi itu warnanya sangat putih dan tidak semanis gula pasir pada umumnya, dan harganya tentu lebih murah,” jelas Fauzi, mengindikasikan bahwa peredarannya yang tidak tepat berpotensi merugikan pasar gula konsumsi.
Pihak manajemen PG Assembagoes, Kabupaten Situbondo, membenarkan data penumpukan tersebut. General Manajer PG Assembagoes Situbondo, Mulyono, mencatat bahwa sekitar 5.000 ton gula pasir petani di wilayah itu belum terjual ke pedagang selama lebih dari satu bulan atau empat periode mingguan. Dampak langsung dari situasi ini sangat terasa oleh petani. “Karena gula pasir belum terjual ke pedagang, selama lebih dari empat periode ini kami belum melakukan pembayaran kepada petani yang tebunya digiling di PG Assembagoes,” ujar Mulyono, menggambarkan betapa mendesaknya intervensi dari Danantara Indonesia untuk mengatasi masalah ini dan memastikan kesejahteraan petani.
Pilihan Editor: Mengapa Utang Kereta Cepat Sulit Lunas
Ringkasan
Danantara Indonesia akan menginvestasikan Rp1,5 triliun melalui PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) untuk membeli gula pasir petani yang belum terserap pasar. Langkah ini diambil sebagai solusi atas penumpukan gula di gudang-gudang pabrik gula yang dialami petani tebu. Herman Fauzi dari APTRI Situbondo membenarkan informasi ini setelah berkoordinasi dengan kementerian terkait.
Penumpukan gula petani terjadi karena tawaran harga dari pedagang di bawah Harga Acuan Penjualan (HAP) Rp14.500 per kilogram, bahkan mencapai Rp14.200 per kilogram. Dugaan penyebabnya adalah peredaran gula rafinasi yang seharusnya hanya untuk industri. General Manager PG Assembagoes Situbondo mencatat sekitar 5.000 ton gula pasir petani belum terjual, mengakibatkan keterlambatan pembayaran kepada petani.