JAKARTA. Setelah berhasil menutup perdagangan Jumat (1/8/2025) dengan penguatan 0,71%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru diproyeksikan berpotensi mengalami koreksi pada pekan ini. Proyeksi ini datang di tengah bayang-bayang berbagai sentimen penting, baik dari ranah domestik maupun global, yang siap memengaruhi pergerakan pasar saham.
Praska Putrantyo, Chief Executive Officer Edvisor Profina Visindo, menjelaskan bahwa IHSG berpotensi mengalami koreksi signifikan pada perdagangan Senin (4/8/2025). Menurutnya, level support kritis berada di angka 7.437, sementara resistance terpantau di 7.537. Praska secara khusus menyoroti sentimen dari Amerika Serikat, yakni rilis data tenaga kerja yang lesu di bawah ekspektasi pasar, serta ancaman dimulainya kebijakan tarif baru oleh Presiden AS Donald Trump pada Agustus 2025.
Data tenaga kerja AS memang menunjukkan pelemahan. Mengutip Trading Economics, tingkat pengangguran di Negeri Paman Sam naik dari 4,1% pada Juni menjadi 4,2% pada Juli 2025. Angka pengangguran juga melonjak 221.000 menjadi total 7,236 juta orang. Sebaliknya, jumlah lapangan pekerjaan justru menyusut 260.000, sehingga hanya tersisa 163,106 juta.
Lebih lanjut, Praska menaksir pergerakan IHSG di pekan depan akan sangat dipengaruhi oleh sentimen dari ranah global maupun domestik. Secara global, perhatian pasar akan tertuju pada rilis data inflasi dan indeks sektor jasa China. Di sisi lain, dari dalam negeri, investor akan memelototi data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kuartal II 2025, yang diperkirakan akan menunjukkan pertumbuhan di bawah 5%.
Senada dengan pandangan tersebut, Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas, juga memprediksi IHSG akan bergerak fluktuatif dan cenderung melemah pada Senin (4/8/2025). Menurutnya, level support berada di 7.425 dan resistance di 7.780. Audi menambahkan, indikator MACD telah mulai memperlihatkan pelemahan tren, menandakan potensi koreksi.
Faktor utama yang akan memengaruhi pasar saham, menurut Audi, adalah rilis kinerja keuangan semester I 2025 dari masing-masing emiten. Terlihat adanya disparitas, di mana beberapa emiten batubara menunjukkan penurunan kinerja, sementara emiten di sektor agrikultur dan kelapa sawit justru mencatatkan penguatan. Dengan kondisi kinerja emiten yang bervariasi ini, Audi memperkirakan akan ada potensi terjadinya rotasi sektoral di pasar modal.
Dalam menyikapi potensi pergerakan IHSG tersebut, kedua analis menawarkan rekomendasi saham menarik. Oktavianus Audi dari Kiwoom Sekuritas menyarankan trading buy untuk saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dengan level support Rp 5.300 dan resistance Rp 6.050. Selain itu, ia juga merekomendasikan trading buy untuk PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) pada level support Rp 2.880 dan resistance Rp 3.150 per saham.
Sementara itu, Praska Putrantyo dari Edvisor Profina Visindo merekomendasikan tiga saham pilihan. Investor dapat mengincar PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan target harga Rp 4.960, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) pada target harga Rp 2.040, serta PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dengan target Rp 1.380 per saham.
Ringkasan
IHSG diproyeksikan mengalami koreksi pada awal pekan ini, dipengaruhi oleh sentimen domestik dan global. Level support IHSG diperkirakan berada di 7.437 dan resistance di 7.537. Data tenaga kerja AS yang lesu dan potensi tarif baru oleh AS menjadi perhatian utama.
Pergerakan IHSG juga akan dipengaruhi oleh data inflasi dan indeks sektor jasa China, serta data PDB Indonesia kuartal II. Para analis merekomendasikan saham INTP dan TLKM untuk trading buy, serta BMRI, ADRO, dan MAPI untuk dipertimbangkan investor. Potensi rotasi sektoral di pasar modal juga diantisipasi seiring rilis kinerja keuangan emiten.