mellydia.co.id, JAKARTA – Harga emas di pasar spot telah mencetak sejarah baru, untuk pertama kalinya menembus level US$4.000 per troy ounce. Rekor monumental ini menjadi cerminan nyata dari sejumlah faktor krusial yang saling terkait: meningkatnya ketidakpastian fiskal di Amerika Serikat, ketegangan geopolitik yang terus membara, dan agresifnya aksi beli oleh bank sentral di seluruh dunia.
Momen bersejarah ini terjadi pada Rabu (8/10/2025). Berdasarkan data dari Bloomberg, harga emas sempat melonjak 0,7% dan menyentuh puncak US$4.010,84 per troy ounce, sebelum stabil di kisaran US$4.009,75 pada pukul 10:56 waktu Singapura. Kenaikan dramatis ini menandai tonggak penting bagi komoditas yang dua tahun lalu masih diperdagangkan di bawah US$2.000 per ounce. Sejak awal tahun berjalan, harga emas telah melesat lebih dari 50%, melampaui kinerja pasar saham sejak awal abad ke-21.
: Harga Emas Perhiasan Hari Ini 8 Oktober, Termahal Rp2,06 Juta
Reli fantastis harga emas ini dipicu oleh sederet ketidakpastian global yang kompleks. Mulai dari isu perdagangan internasional, independensi Federal Reserve (The Fed) yang terus diuji, hingga stabilitas fiskal Amerika Serikat yang meragukan. Ketegangan geopolitik yang memanas secara global juga turut memperkuat daya tarik emas sebagai aset lindung nilai yang aman. Tak hanya itu, bank sentral dari berbagai negara secara konsisten terus meningkatkan kepemilikan emas dalam jumlah besar.
Para investor, baik institusional maupun ritel, kini aktif memburu emas sebagai perlindungan terhadap potensi guncangan pasar. Kekhawatiran ini semakin diperparah oleh kebuntuan politik anggaran yang berkepanjangan di Washington. Selain itu, siklus pelonggaran moneter yang diisyaratkan oleh The Fed juga menjadi angin segar bagi emas, aset yang tidak menawarkan imbal hasil bunga. Indikator lainnya adalah aliran dana masuk ke exchange-traded funds (ETF) berbasis emas pada September lalu, yang merupakan yang terbesar dalam lebih dari tiga tahun terakhir.
: : Ramalan Terbaru Harga Emas Tahun Depan dari Goldman Sachs, Belum Telat untuk Beli?
Charu Chanana, Strategis dari Saxo Capital Markets Pte., menekankan bahwa lonjakan harga emas hingga menembus US$4.000 bukan sekadar manifestasi ketakutan pasar. “Ini lebih merupakan pergeseran signifikan dalam alokasi portofolio,” ujarnya. Chanana menjelaskan, dengan data ekonomi global yang menunjukkan perlambatan dan prospek pemangkasan suku bunga, imbal hasil riil mulai mengalami penurunan. Di saat yang sama, saham-saham berbasis kecerdasan buatan (AI) justru terlihat terlampau mahal.
Chanana menambahkan, meskipun bank sentral berperan fundamental dalam membangun fondasi awal reli harga emas, kini dorongan selanjutnya justru datang dari partisipasi aktif investor ritel dan ETF. Sejarah mencatat bahwa kenaikan signifikan harga emas selalu beriringan dengan gejolak ekonomi dan politik global. Emas sempat menembus US$1.000 pascakrisis keuangan global, mencapai US$2.000 selama pandemi Covid-19, dan melampaui US$3.000 ketika kebijakan tarif perdagangan Presiden Donald Trump mengguncang pasar dunia.
: : Harga 3 Produk Emas di Pegadaian yang Kompak Naik Hari Ini, Rabu 8 Oktober 2025
Kini, emas kembali membuat sejarah dengan melewati US$4.000, di tengah gelombang tekanan yang dilancarkan oleh Donald Trump terhadap The Fed. Tekanan ini mencakup ancaman langsung terhadap Ketua Jerome Powell dan upaya untuk melengserkan Gubernur Lisa Cook, yang disebut-sebut sebagai ujian terberat bagi independensi bank sentral AS dalam sejarah modern. Analis dari Macquarie Bank Ltd. bahkan menilai bahwa harga emas akan mencapai puncak siklusnya ketika kekhawatiran pasar terhadap independensi The Fed mencapai titik tertinggi. Mereka menegaskan dalam catatan 30 September, “Jika The Fed kehilangan independensi dan melakukan kesalahan kebijakan, kinerja emas justru akan semakin kuat.”
Reli Harga Emas
Reli harga emas tahun ini berpotensi menjadi yang terbaik sejak dekade 1970-an, periode yang dikenal dengan lonjakan inflasi yang drastis dan berakhirnya standar emas yang memicu reli luar biasa hingga 15 kali lipat. Kala itu, Presiden Richard Nixon secara agresif menekan The Fed untuk menurunkan suku bunga. Di bawah kepemimpinan Arthur Burns, bank sentral hanya mampu melakukan upaya terbatas untuk menjaga independensinya, yang pada akhirnya melahirkan inflasi tinggi akibat alasan politis.
Stephen Miller, penasihat strategi investasi di GSFM, menggarisbawahi alasan utama investor berbondong-bondong membeli emas adalah sifatnya sebagai aset diversifikasi yang unggul. “Sentimen ini masih berada di tahap awal, dan emas akan semakin diterima sebagai bagian esensial dari perilaku investasi yang bijak,” ujarnya. Miller bahkan berani memprediksi harga emas bisa melambung hingga US$4.500 pada pertengahan tahun depan.
Pandangan optimis juga digaungkan oleh miliarder Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates, yang dengan tegas menyatakan bahwa emas kini lebih layak menjadi aset lindung nilai dibandingkan dolar AS. Senada, Ken Griffin, pendiri Citadel, menyebut bahwa reli emas mencerminkan kekhawatiran yang mendalam terhadap stabilitas mata uang Amerika Serikat.
Hebe Chen, analis Vantage Markets di Melbourne, menyimpulkan bahwa lonjakan emas hingga menembus US$4.000 ini bukan hanya mencerminkan peningkatan permintaan akan aset aman. “Ini juga menunjukkan semakin dalamnya ketidakpercayaan terhadap aset berbasis kertas di tengah risiko fiskal yang memburuk dan meningkatnya ketegangan geopolitik,” jelasnya.
Peran bank sentral dalam memicu reli ini tidak dapat diabaikan. Sejak krisis keuangan global, mereka telah bergeser dari posisi penjual bersih menjadi pembeli bersih emas. Tren ini semakin dipercepat setelah Amerika Serikat dan sekutunya membekukan cadangan devisa Rusia pada tahun 2022, sebuah langkah yang mendorong banyak bank sentral di dunia untuk melakukan diversifikasi cadangan mereka dari dolar AS ke emas.
Lina Thomas, ahli strategi komoditas dari Goldman Sachs, mengidentifikasi pembelian emas oleh bank sentral sebagai pergeseran struktural fundamental dalam manajemen cadangan devisa global. “Kami tidak melihat adanya pembalikan tren dalam waktu dekat, bahkan akumulasi emas oleh sektor resmi diperkirakan masih akan berlanjut hingga tiga tahun ke depan,” tulisnya dalam catatan riset. Sejalan dengan analisis ini, Goldman Sachs baru-baru ini menaikkan proyeksi harga emas untuk Desember 2026 menjadi US$4.900 per troy ounce, dari proyeksi sebelumnya US$4.300.