Harga Timah Naik! PT Timah Kabulkan Tuntutan Penambang

Posted on

PT Timah Tbk akhirnya menyepakati tuntutan penambang untuk menaikkan harga beli pasir timah jenis stannum (SN) 70, atau dengan kadar 70 persen. Harga tersebut disepakati naik signifikan dari Rp 260 ribu menjadi Rp 300 ribu per kilogram. Keputusan penting ini tercapai setelah Direktur Utama Timah, Restu Widiyantoro, melakukan pertemuan langsung dengan perwakilan penambang di sela-sela aksi demo akbar penambang yang memusat di kantor pusat Timah di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, pada Senin, 6 Oktober 2025.

“Saya sudah berunding dengan staf saya dan kelompok masyarakat. Dan kami setuju untuk harga pasir timah sebesar Rp 300 ribu per kilogram SN 70,” tegas Restu Widiyantoro, mengumumkan kesepakatan yang menjadi angin segar bagi para penambang timah di wilayah tersebut. Komitmen ini tidak hanya mengatasi tuntutan harga, tetapi juga diharapkan mampu meredakan ketegangan yang sempat melanda.

Lebih lanjut, Restu menuturkan bahwa langkah ini juga sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya pemanfaatan sumber daya alam timah demi kesejahteraan rakyat. Dengan lebih dari empat ribu karyawan yang seluruhnya berasal dari Bangka Belitung, PT Timah berkomitmen untuk memastikan bahwa manfaat dari sektor timah dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat setempat. “Kita ingin semuanya bisa berjalan dan merasakan manfaat atas timah ini,” imbuhnya.

Namun, di balik kesepakatan harga, berbagai persoalan lain masih menjadi perhatian penambang. Siti, perwakilan penambang dari Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, menyuarakan bahwa kenaikan harga timah adalah hal yang sudah selayaknya terjadi karena sangat vital dalam menopang perekonomian masyarakat. Ia juga menyampaikan permohonan agar tidak ada lagi penangkapan terhadap penambang kecil yang hanya berupaya mencari nafkah. “Kalau ada penangkapan, bagaimana kami menjual timah karena tidak ada yang beli,” ujarnya, menggambarkan dilema yang dihadapi para penambang.

Senada dengan itu, Rosidi, perwakilan penambang dari Bangka Selatan, menyebut bahwa harga yang layak untuk pasir timah basah di tingkat penambang setidaknya adalah Rp 200 ribu per kilogram SN. Rosidi juga menyoroti harapan masyarakat untuk menambang di Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang hingga kini masih sebatas angan-angan karena terbentur oleh berbagai aturan. Ia menegaskan bahwa proses penetapan WPR dan pemberian Izin Penambangan Rakyat (IPR) harus terus dikawal, meskipun memerlukan waktu yang panjang.

Rosidi juga memberikan peringatan kepada Presiden Prabowo Subianto, menegaskan bahwa dinamika di sektor pertambangan timah Bangka Belitung tidak bisa dianggap sepele, karena berpotensi besar menimbulkan gejolak sosial yang meluas. Peringatan ini datang setelah gelombang protes yang memuncak dengan kericuhan.

Pada hari demo, situasi di kantor pusat Timah sempat memanas dan ricuh. Massa penambang yang kecewa dilaporkan merusak berbagai fasilitas kantor, termasuk merobohkan pagar pembatas dan memecahkan kaca jendela, menyebabkan kantor Timah rusak parah. Insiden ini mencerminkan tingginya frustrasi dan tuntutan yang belum terpenuhi.

Kericuhan demo tersebut tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga mengakibatkan sejumlah korban. Massa pendemo, warga sipil, aparat kepolisian, hingga jurnalis turut menjadi korban akibat terkena tembakan gas air mata. Bahkan, para pedagang dan anak-anak yang berada di area pemukiman di sekitar lokasi juga tidak luput dari dampak tembakan gas air mata yang masuk ke permukiman mereka.

Beberapa jurnalis yang bertugas meliput demonstrasi tersebut juga mengalami dampaknya secara langsung. Mereka mengeluhkan mata perih, hidung panas, dan pusing akibat gas air mata. Parahnya lagi, ada jurnalis yang terkena tembakan air dari mobil watercanon hingga mengalami bengkak di kening, menambah daftar korban dari insiden tersebut.

Demo besar ini dipicu oleh keresahan mendalam para penambang karena harga timah yang rendah dan sulitnya menjual hasil tambang mereka. Para penambang merasa tidak ada pihak yang bersedia membeli timah masyarakat, sebagian besar disebabkan oleh ketakutan terhadap aktivitas Satuan Tugas (Satgas) Nanggala yang dibentuk oleh Timah dan Satgas Halilintar bentukan pemerintah. Kedua satuan tugas ini dikenal gencar dalam upaya menertibkan kegiatan tambang timah ilegal, sehingga menimbulkan dilema bagi penambang kecil yang kesulitan memperoleh legitimasi.

Pilihan Editor: Kerusakan Tambang dalam Pentas Teater Penggali Timah

Ringkasan

PT Timah Tbk menyepakati kenaikan harga beli pasir timah jenis stannum (SN) 70 menjadi Rp 300 ribu per kilogram, dari sebelumnya Rp 260 ribu. Kesepakatan ini dicapai setelah pertemuan antara Direktur Utama Timah dan perwakilan penambang, di tengah aksi demo besar yang menuntut harga yang lebih baik. Kenaikan harga ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memanfaatkan sumber daya alam demi kesejahteraan rakyat.

Demo penambang dipicu oleh harga timah yang rendah dan kesulitan menjual hasil tambang akibat penertiban tambang ilegal. Aksi protes sempat ricuh, menyebabkan kerusakan fasilitas kantor Timah dan jatuhnya korban akibat gas air mata, termasuk warga sipil dan jurnalis. Penambang juga menuntut agar tidak ada lagi penangkapan terhadap penambang kecil serta percepatan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *