Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi XI akhirnya sepakat mencabut Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau dikenal sebagai Tax Amnesty dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun depan. Keputusan ini menandai pergeseran fokus legislatif yang signifikan, di mana para anggota komisi kini akan berkonsentrasi penuh pada pembahasan RUU tentang Keuangan Negara.
Kepastian pencabutan RUU Tax Amnesty ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR, Mohamad Hekal. “Tax amnesty sudah kami cabut, sudah (resmi) dicabut,” tegasnya saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, seperti dikutip Minggu, 5 Oktober 2025. Dengan demikian, rencana pembahasan mengenai kebijakan pengampunan pajak ini tidak akan lagi ada dalam agenda legislasi DPR.
Hekal lebih lanjut menegaskan komitmen Komisi XI DPR untuk memprioritaskan RUU Keuangan Negara. “Yang disusun sebagai undang-undang prioritas tahun ini sebetulnya sudah diubah jadi keuangan negara,” ujarnya. Mengingat DPR saat ini telah memasuki masa persidangan terakhir, tersisa satu kali masa sidang, pembentukan panitia kerja (Panja) RUU Keuangan Negara akan segera dilakukan. Pembahasan diharapkan dapat dimulai akhir tahun ini dan berlanjut hingga tahun depan.
Perjalanan RUU Tax Amnesty cukup berliku. Sebelumnya, RUU ini sempat masuk dalam daftar prioritas Prolegnas 2025 sebagai usulan dari Komisi XI DPR. Bahkan, pada November 2024, rapat paripurna DPR menyetujui RUU tentang tax amnesty masuk prioritas Prolegnas 2025. Namun, dinamika legislasi berubah ketika rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan RUU tersebut dari daftar prioritas. Ketua Komisi XI DPR, Mukhahamad Misbakhun, juga mengonfirmasi hal ini dengan singkat, “Tidak masuk di Prolegnas.”
Penolakan terhadap RUU Tax Amnesty yang berulang kali juga datang dari eksekutif. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, sebelumnya menyatakan ketidaksepakatannya. Menurut Purbaya, kebijakan amnesti pajak yang berulang kali dapat mengirimkan sinyal keliru kepada wajib pajak. “Kalau amnesti berkali-kali, itu memberi signal ke kepala pembayar pajak bahwa boleh melanggar karena nanti ke depan ada amnesti lagi,” jelasnya beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, Indonesia telah menerapkan kebijakan pengampunan pajak sebanyak dua kali. Program pertama dilaksanakan pada periode 2016-2017. Kemudian, pada tahun 2022, pemerintah kembali menghadirkan amnesti pajak melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau yang populer disebut Tax Amnesty Jilid II.
Menteri Keuangan Purbaya berpendapat bahwa amnesti pajak yang berulang tidak esensial untuk meningkatkan penerimaan negara. “Posisi saya adalah kalau untuk itu kita optimalkan semua peraturan yang ada, kita minimalkan penggelapan pajak, seharusnya sudah cukup,” pungkasnya, menunjukkan keyakinan pada optimalisasi sistem perpajakan yang ada untuk menjaga kepatuhan dan penerimaan negara.
Pilihan Editor: Risiko Tax Amnesty: Penerimaan dan Kepatuhan Pajak Turun
Ringkasan
Komisi XI DPR sepakat mencabut RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dari Prolegnas tahun depan, mengalihkan fokus ke pembahasan RUU Keuangan Negara. Keputusan ini dikonfirmasi oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR, Mohamad Hekal, menandakan bahwa rencana pembahasan kebijakan pengampunan pajak tidak lagi menjadi agenda legislasi.
Prioritas Komisi XI DPR kini adalah RUU Keuangan Negara, dengan pembentukan panitia kerja (Panja) yang akan segera dilakukan. Sebelumnya, RUU Tax Amnesty sempat masuk prioritas Prolegnas 2025, namun kemudian dikeluarkan karena penolakan dari eksekutif, termasuk Menteri Keuangan yang berpendapat bahwa amnesti pajak berulang kali dapat mengirimkan sinyal yang keliru kepada wajib pajak.