mellydia.co.id Akhir September hingga awal Oktober 2025 menjadi periode yang penuh tantangan dan kekecewaan bagi Liverpool. Setelah menebar optimisme di awal musim, tim asuhan Arne Slot kini justru terperosok dalam tiga kekalahan beruntun yang menggoyahkan kepercayaan diri.
Rentetan hasil minor ini dimulai dari kekalahan 2-1 di kandang saat menjamu Crystal Palace, diikuti tumbang 1-0 ketika bertandang ke markas Galatasaray di Turki, dan puncaknya adalah kekalahan di Stamford Bridge melawan Chelsea. Di laga terakhir, Liverpool takluk 1-2 setelah gol penentu dari pemain muda Brasil, Estevão Willian, hadir di masa tambahan waktu. Ironisnya, momentum sempat sepenuhnya berpihak pada tim tamu usai Cody Gakpo menyamakan kedudukan pada menit ke-63. Namun, seperti pada pertandingan sebelumnya, “detail kecil” kembali menjadi momok yang akhirnya menggagalkan kemenangan mereka.
Tiga kekalahan dalam seminggu terakhir sontak memunculkan pertanyaan besar di kalangan penggemar dan pengamat sepak bola: apakah Liverpool sedang menghadapi krisis?
Kalah Lagi, Slot Bicara soal “Fine Margins”
Pelatih Liverpool, Arne Slot, secara terbuka mengakui bahwa kekalahan ini disebabkan oleh “fine margins” atau selisih tipis antara kemenangan dan kegagalan yang sayangnya tidak memihak timnya. Ia menyoroti pola serupa dengan kekalahan sebelumnya. Melawan Palace, mereka kebobolan di menit-menit akhir oleh Eddie Nketiah, dan kini nasib serupa kembali menimpa mereka melalui gol telat Estevão.
“Kekalahan ini mengecewakan, tentu saja. Sama seperti melawan Palace, meskipun gaya main kedua tim berbeda,” ungkap Arne Slot, seperti dikutip dari laman resmi klub. Meski begitu, Slot bersikeras bahwa performa timnya secara keseluruhan tidaklah buruk. Justru, Liverpool menciptakan lebih banyak peluang dibandingkan lawan dalam dua laga terakhir melawan Crystal Palace dan Chelsea.

“Di babak pertama kami tidak bermain sebaik mungkin, tapi tetap mampu menciptakan tiga peluang besar. Mereka hanya punya satu dan langsung mencetak gol,” jelas Slot. Ia menambahkan, “Di babak kedua, seperti melawan Palace, saya suka permainan kami. Kami menciptakan cukup banyak peluang untuk mencetak lebih dari satu gol — minggu lalu dan hari ini.” Slot bahkan sempat merasa timnya akan memenangkan pertandingan. “Ada momen di mana saya merasa kami akan menang. Tapi di 10 menit terakhir, pertandingan berjalan terbuka dan kedua tim bisa menang. Sayangnya, Chelsea yang melakukannya,” kata pelatih asal Belanda itu.
Memang, dalam dua pertandingan terakhir, Liverpool tampil lebih baik dari hasil yang didapat. Melawan Palace, dominasi di babak kedua tak cukup menghindarkan mereka dari gol di menit akhir. Begitu pula di London, mereka sempat bermain lebih hidup setelah gol penyeimbang Cody Gakpo, namun peluang demi peluang kembali terbuang percuma.
Slot mengakui bahwa secara pola permainan, timnya sudah mendekati apa yang ia inginkan, namun masih jauh dari kata ideal. “Dalam sepak bola, kamu tidak pernah benar-benar mencapai versi sempurnamu. Yang sulit adalah konsistensi. Kami punya banyak pemain baru, jadwal padat, dan waktu latihan terbatas. Itu semua butuh waktu,” ujarnya. Liverpool memang baru saja melalui musim panas yang sibuk, dengan lebih dari £450 juta dikeluarkan untuk mendatangkan pemain baru. Slot tak menyangkal bahwa timnya sedang dalam masa transisi, beradaptasi dengan banyak wajah baru dan dinamika yang tak menentu. “Kalau hasil hari ini seri atau kami menang, orang akan bilang kami memulai musim dengan baik, mengingat segala perubahan di musim panas,” kata Slot, menekankan bahwa sepak bola tidak sesederhana itu. “Yang penting kami tahu apa yang harus diperbaiki,” tegasnya.
Salah yang Mulai Meredup
Di tengah sorotan tajam terhadap performa tim, nama Mohamed Salah ikut menjadi perbincangan hangat. Bintang Mesir itu terlihat seperti kehilangan sentuhan magisnya. Melawan mantan klubnya, Chelsea, ia hanya menyentuh bola 18 kali di babak pertama dan gagal memanfaatkan beberapa peluang emas setelah jeda. Pemain yang selama ini menjadi jantung produktivitas gol Liverpool kini tampak tumpul di depan gawang, padahal musim lalu ia menutup liga dengan 29 gol — terbanyak di Premier League.
Arne Slot sendiri memilih untuk tidak terlalu menekan Salah. Ia tetap membela anak asuhnya. “Kami sering menempatkan dia di posisi yang ia sukai, tapi hari ini dia tidak cukup tajam. Itu hal yang manusiawi,” kata Slot. “Tidak setiap peluang akan menjadi gol. Musim lalu dia membuat semuanya tampak mudah, tapi hari ini tidak berjalan seperti itu,” ujar sang manajer asal Belanda.
Beberapa faktor mungkin menjelaskan penurunan performa Salah. Ia kini bermain dengan rekan-rekan baru seperti Alexander Isak dan Hugo Ekitike, yang masih dalam proses adaptasi. Selain itu, ada hal lain yang lebih personal: kepergian tragis Diogo Jota di awal musim meninggalkan luka emosional yang belum sepenuhnya sembuh bagi pemain berusia 33 tahun itu, bisa jadi turut mempengaruhi fokusnya.

Masih di Papan Atas, tapi Goyah
Secara posisi di tabel klasemen Premier League, Liverpool memang belum terperosok jauh. Mereka masih duduk di peringkat kedua dengan 15 poin, hanya terpaut satu poin dari pemuncak klasemen, Arsenal. Namun, di balik angka-angka tersebut, tanda-tanda kelelahan dan kegoyahan mulai tampak jelas. Tiga kekalahan beruntun — termasuk dari Galatasaray di kompetisi Eropa — merupakan rekor buruk pertama di era Arne Slot. Ini juga sekaligus kekalahan liga beruntun pertama Liverpool dalam lebih dari dua tahun. Ironisnya, tim yang musim lalu dikenal karena kemampuan comeback di menit-menit akhir kini justru tumbang dengan cara yang sama: dua kekalahan terakhir datang dari gol lawan di detik-detik krusial pertandingan.
Liverpool mungkin belum bisa disebut dalam krisis penuh, atau setidaknya belum mencapai titik nadir. Namun, tanda-tandanya mulai terasa: mereka kehilangan efektivitas serangan, ketajaman Mohamed Salah yang memudar, serta rentetan hasil yang mengguncang kepercayaan diri. Seperti banyak juara sebelumnya, mereka kini harus menatap cermin, mencari kembali versi terbaik dari diri mereka sendiri.
Waktu masih ada bagi Liverpool untuk memperbaiki arah dan kembali ke jalur kemenangan. Namun yang jelas, mereka tak lagi bisa mengandalkan semata-mata keberuntungan atau insting juara. Kini saatnya kembali ke hal paling mendasar: membangun konsistensi yang solid, dan mengasah ketajaman di depan gawang agar setiap peluang tidak lagi terbuang percuma.
(Tribunnews.com/Tio)
Ringkasan
Liverpool mengalami tiga kekalahan beruntun yang membuat Arne Slot menyoroti “fine margins” sebagai penyebabnya. Kekalahan tersebut terjadi melawan Crystal Palace, Galatasaray, dan Chelsea, di mana gol telat menjadi penentu kekalahan. Slot merasa timnya telah menciptakan banyak peluang, namun kurang efektif dalam penyelesaian akhir.
Performa Mohamed Salah juga menjadi sorotan karena dianggap kurang tajam, meski Slot tetap membela pemainnya. Meskipun masih berada di papan atas klasemen, Liverpool menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan kurangnya konsistensi. Slot menekankan pentingnya perbaikan dan adaptasi mengingat banyaknya pemain baru dan jadwal yang padat.



