Anggaran MBG Meledak! Kemenkeu Ungkap Alasan Kenaikan 371%

Posted on

Jakarta, IDN Times – Lonjakan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi Rp335 triliun pada tahun 2026 telah memicu perdebatan serius mengenai kapasitas Badan Gizi Nasional (BGN) dalam menyerap dana sebesar itu. Kekhawatiran ini muncul mengingat hingga Agustus 2025, realisasi serapan anggaran MBG baru mencapai Rp13 triliun, atau hanya sekitar 18,3 persen dari total pagu Rp71 triliun. Angka ini kontras dengan pagu anggaran 2026 yang meroket hingga 371,83 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menimbulkan pertanyaan besar tentang kesiapan dan efektivitas pengelolaan.

Menanggapi sorotan ini, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, menegaskan bahwa lonjakan alokasi anggaran MBG akan dikaji secara menyeluruh dan berkesinambungan. Meskipun akselerasi serapan dana untuk tahun ini terus diupayakan, peningkatan alokasi pada tahun 2026 dianggap esensial karena target penerima program makan bergizi juga diproyeksikan akan bertambah secara signifikan.

“Evaluasi akan dilakukan, tidak hanya untuk MBG, tetapi juga untuk seluruh anggaran kementerian dan lembaga. Kenapa tahun depan anggarannya lebih besar? Karena target dan kebutuhannya juga makin besar,” jelasnya di Kemenkeu, Jumat (3/10/2025). Pernyataan ini menegaskan bahwa peningkatan dana bukan tanpa dasar, melainkan respons terhadap perluasan cakupan program yang ambisius.

Prima lebih lanjut menjelaskan bahwa peningkatan target dan kebutuhan anggaran program MBG pada 2026 tak lepas dari rencana perluasan cakupan penerima manfaat. Jumlah sekolah dan siswa yang akan terlibat dalam program ini diproyeksikan akan meningkat secara drastis dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagai ilustrasi, jika tahun ini sekolah penerimanya berjumlah 100, tahun depan angkanya bisa melonjak menjadi 400. Hal ini secara otomatis menyebabkan peningkatan kebutuhan dana yang substansial. “Jadi bukan soal menambah anggaran untuk BGN, tapi karena memang target program MBG nya yang diperluas,” tegasnya, menggarisbawahi fokus pada jangkauan program ketimbang lembaga pelaksana semata.

Dengan pengalaman yang semakin matang, optimisme juga disampaikan terkait penyerapan anggaran MBG pada 2026 yang dipastikan akan lebih optimal. Peningkatan kapasitas BGN dan instansi terkait dalam mengelola program, baik dari segi administratif maupun operasional, menjadi kunci utama. “Tahun depan, baik dari sisi administrasi maupun pengelolaan di lapangan, kita sudah lebih berpengalaman. Jadi saya yakin proses pencairan anggaran juga akan berjalan lebih cepat dan efisien,” tambahnya, memberikan jaminan atas perbaikan tata kelola dan eksekusi di lapangan.

Berdasarkan Buku Nota Keuangan II, arah kebijakan dan strategi program MBG ke depan akan difokuskan pada sejumlah pilar penting untuk mengatasi berbagai tantangan. Ini meliputi:

  • Penguatan kelembagaan dan tata kelola untuk memastikan efisiensi dan akuntabilitas.
  • Percepatan pembangunan sarana dan prasarana dapur umum sebagai infrastruktur vital.
  • Percepatan pencairan MBG melalui simplifikasi dan verifikasi virtual account untuk memangkas birokrasi.
  • Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) di Sistem Penjaminan Pangan dan Gizi (SPPG) untuk meningkatkan kapasitas pelaksana.
  • Penguatan logistik dan distribusi, termasuk pengembangan jejaring pasok pangan, distribusi berbasis jadwal/wilayah, dan aplikasi pemantauan logistik yang terintegrasi.
  • Komunikasi dan partisipasi publik yang transparan untuk meningkatkan dukungan dan pengawasan.
  • Kemitraan, termasuk kerja sama lintas sektor, guna mendukung keberlanjutan dan efektivitas program MBG.

Di balik ambisi besar pemerintah untuk menghadirkan makanan bergizi gratis bagi jutaan masyarakat Indonesia, terdapat sejumlah tantangan signifikan yang harus diatasi dengan strategi komprehensif dan kolaborasi lintas sektor. Salah satu isu krusial adalah pemerataan distribusi manfaat MBG di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), terutama karena keterbatasan infrastruktur yang kerap menjadi hambatan. Selain itu, penguatan kolaborasi dengan pelaku usaha lokal, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta masyarakat, dinilai sangat krusial tidak hanya untuk kelancaran program, tetapi juga untuk mendorong perekonomian daerah.

Di samping aspek distribusi, program MBG juga memiliki peran strategis dalam meningkatkan perekonomian nasional melalui penyerapan tenaga kerja lokal dan perluasan lapangan kerja. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada peningkatan keahlian sumber daya manusia pendukung, khususnya dalam pengelolaan dapur, sistem logistik, serta penyusunan menu bergizi yang tepat sasaran. Lebih jauh, pengelolaan keuangan yang profesional dan akuntabel menjadi kunci agar anggaran besar yang digelontorkan benar-benar tepat guna dan berkelanjutan.

Pada akhirnya, program MBG bukan sekadar inisiatif bantuan pangan semata, melainkan sebuah investasi jangka panjang yang krusial bagi masa depan bangsa. Ini adalah upaya fundamental untuk menciptakan generasi Indonesia yang sehat, kuat, dan cerdas, membentuk fondasi yang kokoh untuk kemajuan dan kesejahteraan berkelanjutan.

Ringkasan

Anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) mengalami lonjakan signifikan, mencapai Rp335 triliun pada tahun 2026, menimbulkan pertanyaan mengenai kesiapan Badan Gizi Nasional (BGN) dalam menyerap dana tersebut. Kenaikan ini mencapai 371,83 persen dibandingkan tahun sebelumnya, padahal serapan anggaran MBG hingga Agustus 2025 baru mencapai 18,3 persen.

Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa peningkatan anggaran MBG sejalan dengan rencana perluasan cakupan penerima manfaat, termasuk penambahan jumlah sekolah dan siswa yang terlibat. Pemerintah juga menekankan pentingnya penguatan kelembagaan, percepatan pembangunan infrastruktur, pelatihan SDM, serta peningkatan logistik dan distribusi untuk memastikan program berjalan efektif dan akuntabel.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *