Diawali dengan ketidakpastian yang menyelimuti ekonomi global akibat penutupan operasional pemerintahan Amerika Serikat untuk pertama kalinya dalam hampir tujuh tahun terakhir, harga emas kembali mencetak rekor. Logam mulia ini menjadi bintang di tengah gejolak pasar, dengan nilainya yang terus melambung tinggi.
Berdasarkan laporan dari AP, harga emas spot di New York mengakhiri perdagangan Selasa (1/10/2025) pada rekor US$ 3.858,45 per troy ounce, tepat sehari sebelum shutdown pemerintah resmi berlaku. Tren kenaikan ini berlanjut pada Rabu (2/10/2025), di mana kontrak berjangka emas bahkan sempat menyentuh level psikologis US$ 3.900 per troy ounce sepanjang hari. Fenomena ini bukan hal baru; sejarah mencatat bahwa emas selalu menjadi pilihan utama atau “safe haven” bagi investor yang mencari keamanan di tengah kecemasan pasar. Bahkan sebelum gejolak terbaru ini, emas dan logam mulia lainnya seperti perak telah menunjukkan performa cemerlang sepanjang tahun terakhir, dipicu oleh ketidakpastian ekonomi global yang disebabkan oleh serangkaian kebijakan tarif dagang era Presiden Donald Trump.
Para analis memperkirakan bahwa jika momentum kenaikan ini terus berlanjut, potensi harga emas untuk terus melambung sangat besar, bahkan dengan kemungkinan menembus angka krusial US$ 4.000 per ounce pada Oktober 2025. Namun, patut diingat bahwa emas adalah aset yang dikenal volatilitasnya, dan proyeksi masa depan selalu menyimpan ketidakpastian. Hingga Rabu sore waktu New York, harga futures emas telah melonjak lebih dari 45% sejak awal tahun 2025, diperdagangkan di kisaran US$ 3.895 per troy ounce. Tak hanya emas, logam mulia lainnya pun turut menikmati keuntungan. Perak, misalnya, mencatat lonjakan persentase yang lebih impresif, dengan harga futures perak naik hampir 59% sejak awal tahun, diperdagangkan di atas US$ 47 per troy ounce pada Rabu sore.
Di balik kilau emas yang mempesona, ada faktor lain yang tak kalah penting: melemahnya Dolar AS. Mengutip Reuters, mata uang Negeri Paman Sam ini menunjukkan ketidakberdayaan, melemah signifikan terhadap sejumlah mata uang utama. Kondisi ini secara langsung membuat harga emas yang diukur dalam dolar menjadi lebih murah dan menarik bagi para pembeli dari luar negeri, turut mendorong permintaan global.
Analis Edward Meir dari Marex menjelaskan bahwa Dolar AS berada di bawah tekanan kuat, terutama karena penutupan operasional pemerintah AS seringkali memicu sentimen negatif yang mendalam terhadap Amerika Serikat, menyeret dolar dan pasar saham menjadi korbannya. Lebih lanjut, posisi dolar semakin terpuruk akibat laporan ketenagakerjaan ADP yang menunjukkan angka mengecewakan. Meir menegaskan, “Laporan pekerjaan ADP yang lemah ini jelas tidak membantu dolar. Ini adalah alasan lain—ekonomi yang melambat berarti potensi suku bunga yang lebih rendah, dan semua faktor ini sangat bullish bagi emas.”
Data terbaru memperkuat kekhawatiran ini, menunjukkan bahwa sektor swasta AS kehilangan 32.000 pekerjaan pada September, setelah revisi penurunan 3.000 pada Agustus. Angka ini jauh di bawah ekspektasi jajak pendapat Reuters yang memprediksi penambahan 50.000 pekerjaan. Penutupan sebagian besar operasional pemerintah AS saat ini bukan hanya simbolis; ia berpotensi mengancam ribuan pekerjaan federal dan menunda perilisan indikator ekonomi vital, seperti laporan non-farm payrolls (NFP) yang seharusnya diumumkan Jumat. Dalam situasi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik seperti inilah emas, meskipun tidak menawarkan imbal hasil, secara historis selalu menjadi aset “safe haven” yang sangat dicari, terutama ketika prospek suku bunga cenderung rendah.
Dengan kondisi yang ada, CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa investor kini memperkirakan kemungkinan pemangkasan suku bunga sebesar 99% pada bulan ini, semakin memicu daya tarik emas. SP Angel, dalam catatan risetnya, mengamati, “Kami melihat peningkatan selera beli yang signifikan dari investor Barat, baik institusional maupun ritel, seiring dengan munculnya efek FOMO (Fear of Missing Out) di pasar. Jika tren ini terus berlanjut, kami tidak akan terkejut melihat harga emas mampu menembus level US$ 4.000 per ounce.” Ini menandai era baru bagi logam mulia, yang terus membuktikan diri sebagai benteng pertahanan di tengah badai ekonomi global.
Ringkasan
Harga emas mencetak rekor di tengah ketidakpastian ekonomi akibat shutdown pemerintah AS. Harga emas spot menyentuh US$ 3.858,45 per troy ounce dan kontrak berjangka sempat mencapai US$ 3.900 per troy ounce. Emas menjadi pilihan safe haven bagi investor, dan logam mulia lainnya seperti perak juga mengalami kenaikan harga.
Melemahnya Dolar AS turut mendorong harga emas karena menjadi lebih murah bagi pembeli luar negeri. Laporan ketenagakerjaan ADP yang mengecewakan memperburuk posisi dolar, meningkatkan ekspektasi pemangkasan suku bunga, dan membuat emas semakin menarik. Investor kini memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 99% dan peningkatan minat beli yang signifikan dari investor Barat.