Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan performa yang mengesankan sepanjang tahun 2025. Terbukti, hingga tanggal 1 Oktober, IHSG telah mencatat kenaikan signifikan sebesar 12,29% secara year to date (YtD). Tren penguatan ini bahkan mendorong sejumlah sekuritas untuk merevisi target akhir tahun mereka, optimis mencapai level 8.600.
Meskipun demikian, Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan, mengingatkan bahwa reli IHSG saat ini masih memiliki kerapuhan. Kekhawatiran muncul lantaran aktivitas investor asing yang justru gencar melepas saham, dengan catatan net sell mencapai Rp 54,77 triliun YtD. “Artinya, penguatan yang terjadi dominan ditopang oleh kekuatan investor domestik,” jelas Felix kepada Kontan pada Rabu (1/10/2025).
Menyikapi hal tersebut, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, melihat peluang penguatan IHSG tetap terbuka lebar. Beberapa faktor pendorong utama meliputi potensi pemangkasan suku bunga The Fed pada bulan Oktober dan Desember, kemajuan negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta meredanya ketegangan geopolitik global. Namun, untuk merealisasikan potensi ini, IHSG perlu mampu bertahan di atas level krusial 7.910.
Apabila level tersebut berhasil dipertahankan, Nico memperkirakan adanya probabilitas sebesar 60% bahwa indeks saham domestik kita dapat melaju menuju level 8.620. Felix Darmawan pun sepakat dengan potensi kenaikan tersebut, meskipun ia menegaskan bahwa perjalanan menuju target tersebut tidak akan semulus yang terlihat di kuartal ketiga. “Selama investor asing masih aktif menjual, reli IHSG cenderung tersendat, sekalipun fundamental ekonomi domestik menunjukkan kekuatan yang solid,” tambahnya.
Sentimen Penentu Arah IHSG
Ke depan, arah pergerakan IHSG akan sangat ditentukan oleh kebijakan suku bunga Bank Indonesia dan The Fed. Jika selisih imbal hasil (yield) semakin menyempit, risiko capital outflow dari Indonesia akan meningkat. Selain itu, dinamika global juga menjadi faktor penting, termasuk nilai tukar rupiah, kekuatan dolar AS, imbal hasil obligasi pemerintah AS, serta situasi geopolitik yang fluktuatif.
Dari sisi domestik, beberapa katalis positif yang diharapkan mampu mendorong IHSG antara lain stimulus fiskal pemerintah senilai Rp 200 triliun yang disalurkan melalui bank-bank Himbara, realisasi belanja APBN, serta kinerja emiten yang kuat di kuartal III dan IV, khususnya di sektor perbankan, komoditas, dan konsumer. Nico menambahkan bahwa fenomena window dressing di penghujung tahun juga berpotensi memberikan dorongan tambahan bagi kinerja indeks.
Strategi Investasi
Dalam kondisi pergerakan investor asing yang masih cenderung melepas saham, Felix Darmawan menyarankan investor untuk lebih selektif dalam memilih instrumen investasi. Ia menilai saham perbankan big caps tetap menarik, mengingat pergerakannya yang seringkali selaras dengan aliran dana asing. Selain itu, sektor consumer staples dan ritel diperkirakan akan diuntungkan oleh lonjakan belanja akhir tahun dan daya beli masyarakat yang stabil.
Sementara itu, sektor energi terbarukan dan komoditas seperti nikel dan emas dapat dipertimbangkan sebagai instrumen lindung nilai (hedging) di tengah ketidakpastian pasar. Melengkapi panduan ini, Nico Demus menambahkan bahwa saham teknologi juga layak untuk dicermati, sebab sektor ini berpotensi besar untuk terdorong oleh aksi window dressing yang biasanya terjadi pada kuartal IV.
Ringkasan
IHSG mencatatkan kenaikan signifikan sebesar 12,29% YtD hingga 1 Oktober 2025, mendorong optimisme target akhir tahun mencapai 8.600. Namun, reli ini dianggap rapuh karena aktivitas net sell investor asing yang mencapai Rp 54,77 triliun YtD, menunjukkan penguatan didominasi oleh investor domestik. Faktor pendorong potensial termasuk pemangkasan suku bunga The Fed, kemajuan negosiasi dagang AS-Tiongkok, dan meredanya ketegangan geopolitik.
Arah IHSG kedepan dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga Bank Indonesia dan The Fed. Strategi investasi yang disarankan termasuk selektif memilih saham, fokus pada saham perbankan big caps dan sektor consumer staples, serta mempertimbangkan sektor energi terbarukan, komoditas, dan saham teknologi. Stimulus fiskal pemerintah dan potensi window dressing juga diharapkan mendorong kinerja indeks.