Skandal dokumen palsu yang melilit tujuh pemain naturalisasi Timnas Malaysia telah merobek integritas Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) hingga hancur berkeping-keping. Situasi memilukan ini mendapat sorotan tajam dari tokoh senior Harimau Malaya, Datuk M. Karathu, yang dengan tegas menyebut kontroversi ini sebagai “aib bagi sepak bola Malaysia” dan “hari yang menyedihkan.”
Karathu, seorang figur kawakan yang telah menyaksikan pasang surutnya sepak bola Malaysia, melayangkan pertanyaan serius terkait proses naturalisasi ini. Ia menuntut penjelasan transparan mengenai bagaimana mekanisme tersebut dijalankan, serta siapa saja pihak yang terlibat di balik keputusan kontroversial ini. Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan alasan di balik naturalisasi pemain-pemain yang baru menginjak usia 28 atau 29 tahun.
Polemik usia ini semakin mencuat mengingat daftar pemain yang dinaturalisasi. Tiga di antaranya, yakni Hector Hevel (29 tahun), Jon Irazabal (28 tahun), dan Joao Figueiredo (29 tahun), sudah tergolong tidak muda lagi. Bahkan, Rodrigo Holgado menjadi yang tertua dengan usia 30 tahun. Sementara itu, Gabriel Palmero (23 tahun), Facundo Garces (26 tahun), dan Imanol Machuca (26 tahun) masih berada dalam rentang usia yang lebih muda. Pertanyaan mengenai silsilah keturunan asli para pemain ini, yang menjadi dasar naturalisasi, tampaknya sulit dijawab oleh para penggagas program tersebut.
“Kita perlu tahu bagaimana itu (proses naturalisasi) dilakukan. Apakah melalui agen?” ungkap Datuk M. Karathu sebagaimana dikutip dari TheStar.com.my, menyuarakan keraguan publik. “Apa yang membuat para pemain ini memutuskan bermain untuk Malaysia hanya ketika mereka berusia 28 atau 29 tahun? Jika memang benar, maka ini menyedihkan bagi sepak bola Malaysia, bahkan bisa disebut aib.” Pernyataan ini menegaskan betapa mendalamnya rasa kecewa yang dirasakan banyak pihak terhadap kondisi sepak bola nasional.
Tokoh berusia 82 tahun itu menyatakan keyakinannya penuh pada kredibilitas FIFA sebagai badan sepak bola dunia, yang keputusannya diyakini dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti kuat. Meskipun FAM berencana mengajukan banding setelah putusan lengkap dikeluarkan, kasus ini telah menjadi puncak dari berbagai kontroversi yang melanda sepak bola Malaysia. Mulai dari menurunnya minat penonton terhadap pertandingan lokal hingga tergerusnya potensi talenta asli karena ketergantungan pada naturalisasi massal. “Badan dunia itu tidak akan mengeluarkan pernyataan tanpa bukti yang kuat… Kita tahu FAM akan mengajukan banding setelah putusan lengkap dibuat,” jelasnya. “Jadi mari kita tunggu, tetapi pertanyaan harus diajukan. Saat ini kita melihat lebih sedikit penggemar yang menonton pertandingan lokal. Terlalu bergantung pemain impor, padahal kita punya banyak anak lokal berbakat yang bisa berprestasi jika dikembangkan dengan baik.” Kekecewaan ini bahkan meluas ke negara tetangga; tersiar kabar bahwa Vietnam akan sangat kecewa jika Timnas Malaysia lolos dari hukuman AFC.
Karathu berharap insiden ini menjadi titik balik bagi FAM untuk melakukan introspeksi mendalam dan mengambil langkah konkret demi memulihkan integritas yang terkoyak. “Sudah saatnya bagi FAM untuk merenung dan berpikir mendalam tentang permainan ini. Orang-orang, termasuk saya sendiri, menginginkan jawaban. Malaysia menginginkan tim nasional yang dapat dipercaya, tim masuk akal dan benar-benar mampu berprestasi,” pungkas Datuk M. Karathu, menyerukan perubahan fundamental demi masa depan sepak bola Malaysia yang lebih baik.